Better Than Almost Anything (1)

708 92 2
                                    


Kembali ke rencana awal untuk membuang bayi itu atau memilih jalan yang selama ini dilalui Sophie. Melahirkan calon bayi di perutnya, menjadi ibu tunggal lalu label tentang dirinya akan berlanjut ke anak itu. Jalan yang selama ini dibencinya. Angel menggigit bibir, mungkinkah dia akan mengalami nasib yang sama jika memilih yang kedua. Tidak akan bisa menjawab kala anak itu akan bertanya soal ayahnya dan soal dirinya.

'Bu, kenapa mataku biru tidak seperti milikmu atau kenapa rambutku pirang? Apakah ini milik Ayah? Apakah aku ini tidak diharapkan? Atau apa Tuhan tidak memberikan jatah kebahagiaan untuk kita, Bu?'

Lalu, dirinya akan gagap saat menjelaskan peristiwa yang sebenarnya terjadi dan mungkin akan dihakimi oleh anaknya sendiri di masa depan. Kalau menjelaskan soal kehadiran dirinya maka anak itu akan merasa kalau semua penjelasannya itu hanya alasan, tetapi kalau diam saja maka dirinya yang akan dipersalahkan. Itu tidak boleh terjadi. Dia tidak ingin anak itu mengalami nasib yang sama dengannya. Pilihan terbaik yang dia miliki sekarang hanya kembali pada Elliot dan berpura-pura melupakan semuanya.

"Enggak. Itu bodoh. Aku enggak mau."

Angel menggeleng, berusaha menghalau semua pertanyaan yang terus membombardir pikiran sejak tadi. Dia tidak bisa menekan rasa bencinya pada Elliot dan berpura-pura tidak ada yang terjadi.

Mungkin memilih untuk mengubur bayi itu dengan tangannya sendiri, berharap dia menemukan orang tua yang lebih baik jika dilahirkan kembali. Untuk kali ini dia akan percaya saja pada konsep reinkarnasi jadi dia bisa mengembalikan bayi itu ke pangkuan Tuhan. Di surga bayi itu akan lebih bahagia, jauh lebih bahagia daripada bersamanya. Benar, ini pilihan terbaik yang dia punya. Akhir pekan ini, dia akan mengakhiri semua. Ya, semuanya. Tidak perlu ada keraguan yang tidak pasti. Bisa juga dia memulai akhir itu sekarang.

Dia bisa menerjunkan diri di tangga flat-nya. Geligi yang tama di tepain anak tangga pasti akan menekan perut buncitnya dan memaksa janin keluar dengan paksa. Hanya saja, rasa sakitnya pasti sangat menyiksa. Memikirkan kalau dirinya akan berbaring sendirian di lantai yang dingin dengan perut melilit dan darah mengucur melewati pahanya sudah mengerikan.

Jemarinya meraih gagang laci rak. Pil-pil itu masih di sana. Dia mendapatkannya dari membeli online, sekitar sebulan lalu. Cukup menelan empat sampai lima butir obat itu lalu menahannya di bawah lidah maka tinggal mengucapkan selamat tinggal pada janin itu. Setidaknya kalimat godaan itu yang disebutkan slogan iklan dan mungkin akan segera terjadi padnaya.

Angel menarik napas berat, dia kemudian meraih obat untuk menggugurkan kandungan yang disimpannya sejak beberapa minggu lalu beranjak berdiri.. Setelah sampai di dapur, dia langsung menuang air ke dalam gelas. Namun, dia tidak langsung meminumnya. Matanya kini menatap butiran tablet di telapak tangan tanpa berkedip. Kepalanya menunduk, pandangannya kini berpindah pada bagian bawah perutnya yang menonjol di balik kaos. Dia menarik napas dan mengusap perutnya perlahan, mungkin ini waktunya untuk mengucapkan selamat tinggal. Dia mengambil empat tablet dan bersiap memasukkannya ke dalam mulut.

"Angel!"

Suara Sophie seketika membuat Angel terkesiap. Bahunya berjingkat ke atas, pil di telapak tangan itu nyaris terjatuh ke lantai jika dia tidak buru-buru menggenggamnya. Sekarang dia menyembunyikan pil-pil itu di balik dekapan telapak tangannya yang tiba-tiba saja berkeringat.

"Apa yang kamu lakukan?"

"Tidak ada." Angel menyahut malas.

"Berikan obat itu padaku!" Sophie merangsek mendekatinya "Wanita hamil tidak boleh meminum obat sembarangan!"

"Apa sih maumu?" Angel mulai kesal dan berkelit. Telapak tangannya meremas pil itu kuat-kuat.

"Berikan!"

Better Than Almost AnythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang