Bab 1

12.7K 414 5
                                    

Waktu menunjukkan pukul 05.15 pagi. Karin baru saja berniat menuju kamar mandi ketika suara Iphonennya terdengar nyaring pertanda ada telepon masuk. Karin menautkan kedua alisnya bingung, kenapa sang Ayah menelponnya bukankah beliau ada di kamarnya batin Karin.

Karin memutuskan mengangkatnya dan kaget seketika karena berita yang Ayahnya sampaikan. Sebuah berita duka yaitu meninggalnya Bapak Satrio, tetangganya yang baik hati dan merupakan bos dari Ayahnya. Karin sedih air mata turun membasahi pipinya ia menangis mengingat kebaikan Pak Satrio pada keluarganya yang mau membantu saat Ibu Karin Sakit sampai akhirnya pulang untuk selamanya. Karin menghapus air matanya dan bergegas menuju kamar mandi.

🍂🍂🍂

Isak tangis terdengar dari luar kediaman Bapak Satrio pagi ini, tenda telah terpasang di depan rumah bertipe 36 itu serta berjejer kursi-kursi plastik untuk para pelayat. Karin masuk menuju ke dalam rumah menyalami ibu-ibu dan memeluk erat Istri pak Satrio- Ibu Laili. Wajah pucat pasi, mata yang bengkak dan dalam keadaan lemas. Karin meneteskan air matanya lagi. Ia duduk di samping bu Laili, sambil sesekali mengusap punggungnya. Jenazah pak Satrio telah selesai dimandikan dan dikafani, sebentar lagi akan di sholati.

Ayah memanggil Karin dan mengajaknya ke lantai dua rumah pak Satrio, dan meminta Karin memanggil Faizal- putra pertama pak Satrio yang sepantaran dengan Karin.

Tok..tok..tok
"Zal, aku masuk ya"
"..." tak terdengar jawaban dari dalam.
Karin membuka pintu kamar Faiz, ia melihat Faiz yang baru saja selesai memakai bajunya.
"Upssstt.. Sorry.." kata Karin sambil tersenyum.
"Iya, gakpapa. Ngapain kamu kesini?" tanya Faiz.
"Mau manggil kamu lah. Sholat nya mau dimulai, ayo iz.."
"Iya, kamu duluan aja" lirih Faiz.
"Iz, aku tau kamu sedih.. Akupun begitu meskipun aku tak sesedih dirimu, tapi ingat aku juga pernah berada di posisimu 6 tahun yang lalu. Kamu harus kuat, demi Ibu dan juga Adikmu. Aku duluan ya" Karin menunduk untuk menyembunyikan air matanya yang menetes tiba-tiba ia bergegas keluar kamar Faiz lalu turun untuk membantu ibu-ibu tetangganya menyambut pelayat. Tak hanya aku gadis remaja yang hadir disana namun juga Annisa gadis cantik, nan baik yang aku dengar ia adalah kekasih Faiz. Annisa terlihat sedih, matanya bengkak pertanda ia menangis namun tak separah dirinya.

Karin menghela nafasnya, ia menatap langit, menerawang mengingat masa lalu saat ia menjadi gadis rapuh yang menangisi kepergian Ibu yang teramat iya cintai.

Sholat jenazah dimulai, bu Laili masih terus terisak apa lagi ketika Ayah Ibu dan saudaranya dari Sidoarjo mulai berdatangan dan mertua, serta saudara-saudari Almarhum suaminya dari Blora hadir. Beliau hampir pingsan. Karin tak tega ia ingin berada di samping bu Laili tapi apa kapasitasnya untuk ada disana, tidak ada. Ia hanya anak seorang kepercayaan pak Satrio.

Jenazah yang telah disholati tersebut segera diangkat ke pundak empat lelaki yang salah satunya adalah Ayah Karin, mata ayahnya bengkak pertanda ia juga menangis namun tersenyum saat menatap Karin. Faiz juga membantu mengangkat jenazah Ayahnya meski sebentar karena ia tak kuat menahan tangis, Karin berjalan mendekati Faiz namun ia kalah cepat dari Annisa yang berada di dekat faiz yang segera memeluk dan menenangkannya. Terlihat juga bu Laili menghapus air matanya sambil mengandeng tangan Fauzy- putra keduanya yang masih kelas 5 SD.

Dipemakaman jenazah pak Satrio dimasukkan liang lahat, lalu Faiz mengumandangkan adzan untuk sang Ayah semua yang mendengar merasa sedih karena Faiz beradzan sambil menahan tangis. Doa pun dipanjatkan oleh seluruh pelayat, lalu dilanjutkan dengan menaburkan bunga di atas gundukan tanah yang dilakukan oleh pihak keluarga jenazah, dan para pelayat sedikit-demi sedikit mulai meninggalkan tempat ketika prosesi pemakaman telah selesai. Kecuali Bu Laili, Faizal, dan Fauzy beserta keluarga mereka. Karin dan Ayahnya menunggu mereka di depan gerbang makam.

Malam harinya di kediaman Alm. pak Satrio diadakan tahlilan untuk mendoakan Almarhum. Faiz mulai sedikit dapat tersenyum meski hanya senyum palsu.

Karin membantu di dapur menyediakan makanan dan minuman untuk Bapak-bapak yang hadir dalam tahlilan tersebut. Bu Laili hanya duduk diam dan terus memanjatkan doa untuk suaminya. Ia bergumam dalam hati
"Yah, aku akan laksanakan permintaanmu, aku akan laksanakan. Aku iklhas bila Faiz harus menikah" batin nya.

Faiz melihat perubahan Bundanya. Bundanya terlihat lebih bersemangat dan tabah, ia pun juga ingin menjadi tabah seperti bundanya.

"Bun, sudah malam. Ayo tidur" kata Faiz mengagetkan bundanya yang tengah melamun di ruang tv rumahnya.
"Ya, nak" jawab sang Bunda.
"Bunda jangan sedih lagi ada Faiz dan Fauzy disisi bunda ya.."
"Iya, iz. Bunda.. Bunda ingin bicara serius sama kamu iz" ujar bunda.
"Bicara apa, bun" tanya Faiz.
"Iz, ini keinginan ayahmu. Beliau ingin kamu menikah dengan Karin-"
"Menikah?? Apa??? Aku bahkan baru 19 th" potong Faiz.
"Iya, iz. Bunda tau tapi ini keinginan Almarhum. Baliau ingin kamu segera menikahi Karin. Tapi kamu masih tetap bisa kuliah, Karinpun juga."
"Tapi, Annisa bun. Aku punya pacar" jawab Faiz lirih dengan menundukkan kepalanya.
"Hanya pacar kan iz. Putuskan saja ya, lalu menikah dengan Karin. Dia wanita kuat, hebat, dia juga pintar, jago masak, ngak manja. Bahkan ia yang mengurus rumah Ayah serta adiknya selama 6 th ini" jawab Bunda sambil mengelus lembut rambut Faiz.
"Faiz tahu, bun. Annisa jauh dibanding Karin tapi Faiz cuma cinta sama Annisa, bun" jawabnya dengan lirih.
"Iz, cinta bisa datang karena terbiasa. Cobalah ya nak. Demi Almarhum"
"Faiz pikirkan dulu ya" jawab Faiz lalu pergi menuju kamarnya di lantai dua.

Sang Bunda hanya bisa menghela nafas, dan bergumam "Kamu harus mau, iz. Karena ini kemauan Ayahmu"

Bu Laili memutuskan untuk masuk ke kamarnya dan pergi tidur.

Di Kamarnya Faiz melamun, di satu sisi ia mencintai Annisa. Disisi lain ia tak ingin mengecewakan Bundanya. Ia dilema, karena dalam kebimbangan, ia memutuskan untuk sholat istikhoroh.

Faiz mengambil wudhu, lalu memakai sarung dan menggelar sajadahnya menghadap kiblat. Memulai sholatnya untuk mendapatkan ketetapan hati untuk memilih salah satu dari dua pilihan tersebut.

" USHALLI SUNNATAL ISTIKHAARATI RAK'ATAINI LILLAAHI TA'AALAA "
"Allahu Akbar...."

Setelah sholat istikharah Faiz pun berdoa kepada Allah agar diberi petunjuknya.

........ To be Continue........

Syukron Katsira semuanya yang udah baca.
Jangan lupa koment,  Vote dan Follow aku ya..
Syukron🙏🙏😘😘

Menikah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang