Bab 3

6.3K 314 4
                                    

Jam menunjukkan pukul 01.50 saat Karin membuka matanya, ia akan melaksanakan sholat sunah istikharah dan tahajud meminta petunjuk Allah atas lamaran Faiz tadi sore.

Hatinya berkata terima namun otaknya menyangkal itu karena ia tau hati Faiz bukan untuknya namun untuk Annisa. Karin tak ingin ia di anggap orang ketiga dalam hubungan mereka, namun cepat atau lambat ia akan menyandangnya karena banyak orang yang berspekulasi sendiri tentang pernikahannya.

Setelah sholat istikharah dan tahajud Karin beranjak menuju meja belajarnya mengambil Al-quran dan membacanya. Keinginan Karin adalah menjadi seorang Hafishah, namun karena keterbatasan ilmu agama yang ia dapat ia hanya bisa membaca dan menulis arab saja. Maka ia berniat kelak bila ia punya anak akan ia tuntun anaknya menjadi hafish qur'an.

Karin menerawang jauh kedalam masa lalunya di mana ia membaca dan menulis arab ditemani sang ibu sebagai gurunya. Ibunya berperan penting dalam sikap, dan sifat Karin.

Kumandang adzan subuh terdengar dari arah barat. Karin bergegas keluar kamar menuju kamar adiknya serta membangunkannya untuk sholat berjamaah di masjid. Setiap hari Ayah dan adik lelakinya akan sholat di Masjid sedangkan Karin sholat di rumah. Setelah sholat subuh Karin menuju dapur rumahnya menyiapkan sarapan untuk Ayah dan Adiknya.

"Assallamu'alaikum" salam Ayah dan adiknya bersamaan.

"Wa'alaikumsallam" jawab Karin sambil mencium punggung tangan Ayah dan menyalami adiknya.

Ayah berjalan menuju kamar mengganti pakaiannya dengan pakaian biasa lalu duduk di meja makan menunggu sarapan yang dibuat Karin.

"Mbak, masak apa??" tanya Arka-adik Karin yang berusia 10 tahun.
"Ini ada jamur crispy sama nasi goreng telur.. Hehe simpel.. Males masak" jawab Karin sambil menyendokkan nasi dan jamur ke piring Ayah dan Adiknya bergantian.
"Ngak papa, mbak. Ini enak kok" jawabnya sambil menyuapkan sesendok nasi ke mulutnya.
Karin tersenyum "Kalau enak dihabisin ya" jawab karin sambil mengusap rambut adiknya.

Tiba-tiba sang Ayah terbatuk "uhuk..uhuk.."
Karin memberikan segelas air putih untuk Ayah. "Pelan-pelan makannya yah"
"Iya" jawab Ayah lalu melanjutkan makannya.

Setelah sarapan pagi selesai Ayah Karin pergi menuju tempat kerjanya dengan terlebih dahulu mengantar putra keduanya ke sekolah. Karin yang sendirian di rumah merasa bosan, karena sejak selesai ujian ia tidak memiliki rutinitas lainnya selain di rumah, karena statusnya yang menjadi Mahasiswa Baru di Politeknik Negeri menjadikannya leha-leha di rumah menanti masa ospek yang akan dilaksanakan awal agustus nanti yang masih 1 bulan lamanya.

🍂🍂🍂

"Karin.." panggil Ayah dari ruang keluarga.
"Iya, yah" terlihat Karin yang menuruni tangga menuju sang Ayah.
"Ada apa?" tanyanya sambil mendaratkan pantatnya di sofa depan tv.
"Soal Lamaran, gimana jawabanmu"
Ekspresi Karin berubah kecut "Hembbb.. Masalah itu ya?? Karin bingung, yah. Bisa Karin tolak kan??" tanya nya memelas.
"Sebenernya Ayah juga ngak rela kamu menikah secepat ini. Tapi ini demi kebaikanmu dan juga Faiz. Faiz anak yang baik, sholeh, pintar dan ngak neko-neko. Cocok sama kamu lah. Insha Allah kalian jodoh"
"Iya, yah. Karin tau.. Tapi Faiz--"
"Apa lagi yang kamu ragukan darinya, nak?"
"Dia tidak bekerja, yah. Lalu nafkah darimana yang ia berikan kepadaku kelak??"
"Ini yang kamu ngak tau, dia punya bisnis konveksi di Blora bersama sepupunya. Serta sawah dan ladang milik alh. Pak Satrio. Insha Allah atas izin Allah rezeki akan datang. Bukankah dengan menikah sama dengan membuka pintu rezeki?"
"Iya, yah. Karin mengerti, besok akan Karin jawab langsung soal lamaran tersebut. Undang Faiz dan Bu Laila. Karin ke kamar dulu ya,yah" jawab Karin, lalu berjalan menuju kamarnya di lantai atas.

Sang Ayah hanya dapat menghela nafasnya. Ia hanya pasrah kepada Allah, jika memang Faiz jodoh putrinya pasti Karin menerima lamaran Faiz.

🍂🍂🍂

Pak Edwin : Faiz, ba'da ashar datanglah ke rumah bersama ibumu. Karin akan menjawab lamaranmu.

Adzan Ashar berkumandang membuyarkan lamunan Faiz. Faiz yang tengah melamun memikirkan jawaban yang akan ia terima nanti bada ashar dari Karin. Ia sungguh benar-benar cemas, ada sedikit kecewa di hatinya kalau Karin menerima lamaranya, tapi ia merasa sakit hati apabila Karin tidak menerimanya. Pelan tapi pasti rasa cintanya pada Annisa-mantan kekasihnya memudar. Tergantikan dengan rasa cinta yang mulai tumbuh pada Karin.

Faiz beranjak menuju kamar mandi. Ia membersihkan dirinya, tak lupa mengambil air wudhu untuk sholat. Memakai baju koko dan sarungnya, serta bergegas keluar kamar dan menuruni tangga rumahnya.
"Bunda, Faiz ke masjid dulu ya" teriaknya sambil berjalan menuju garasi rumah. Menaiki motor dan menjalankanya menuju masjid.

Di rumah Karin. Karin sedang duduk didepan meja rias yang ada di kamarnya. Ia sedikit memakai bedak dan lipbalm agar bibirnya tidak kering. Ia memakai gamis berwarna putih serta phasmina berwarna biru muda.

🍂🍂🍂

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍂🍂🍂

Faiz baru saja sampai di rumah saat bundanya sudah cantik dengan memakai gamis biru.
"Ayo, iz. Buruan.."seru bundanya.
"Iya, ayo bun. Jalan kaki saja kan?" tanya Faiz dengan tersenyum.
"Iya" jawab sang bunda dengan berjalan keluar rumahnya.

Mereka berdua berjalan beriringan menuju rumah Karin yang ada di block D5 no 7, yang hanya berjarak beberapa rumah dari rumah mereka. Sesampainya di depan rumah, Faiz mengucapkan basmalah 'bismillah' di dalam hatinya.

Faiz mengetuk pintu kediaman Pak Edwin
'Tok..tok..tok'

"Iya, sebentar" jawab seseorang dari dalam.
"Iya, oh mas Faiz dan bu Laili" kata seorang anak lelaki dari dalam rumah.
"Mari silahkan masuk, duduk dulu. Saya panggilkan Ayah sebentar ya" katanya dengan mempersilahkan Faiz dan ibunya duduk.

"Ayah" panggil Arka-adik semata wayang Karin. "Ada tamu, bu Laili dan anaknya"
"Oh, iya. Panggil mbakmu di kamar ya!" pinta Ayah.
"Baik, yah" jawabnya.

Arka bergegas menaiki tangga dan menuju kamar kakaknya.
"Mbak, buruan turun Camer sama Calon mu dateng tuh..hihi" seru Arka sambil cekikian di luar kamar kakaknya.
"Apaan sih kamu" seru  karin sambil menyenggol tubuh Arka.
"Udah, mbak mau turun" potong Karin ketika Arka akn berbicara.

Karin menuruni tangga dengan pelan ia melafalkan bismillah berulang kali di dalam hatinya.

"Iya, bu Laili. Kita tunggu Karin sebentar ya" kata Ayah Karin menberi pengertian pada ibu dan ank tersebut.

"Assalamualaikum" salam karin pada bu Laili ia menyalami tangan bu Laili dan memberi salam kepada Faiz.
"Bagaimana, nak Karin. Maaf ibu terlihat tergesa untuk mengerti jawabanmu" lirih suara bu Laili.
"Tak apa, bu." senyum Karin mengembang di balik niqab yang ia pakai saat ini.
"Bismillahirrohmannirohim. Akan saya jawab. Ya, saya bersedia" jawab Karin dengan menundukkan kepalanya.
"Alhamdulillah" seru bu Laili dan Faiz.
"Baiklah, Karin. Sekarang ibu bertanya mahar apa yang kamu inginkan?" tanya Bu Laili.
"Bisakah aku meminta mahar hafalan surat Ar-rahman?" tanya Karin mantap.
Dengan mantap pula Faiz menjawab "Aku bersedia, rin. Karna sesungguhnya aku sudah hafal surat tersebut. Kalau kamu mau aku akan membacanya sekara--"
"Tidak, iz. Bacalah nanti, 2 minggu dari sekarang. Akad nikah kita, dan resepsi. Aku minta sesederhana mungkin. Semuanya aku serahkan pada ibu." potong Karin dan menjelaskan perihal pernikahan.
Bu laili dan pak Edwin hanya menganguk setuju.

........To be Continue........

Minal aidzin wal faidzin kawan-kawan.🙏🙏🙏

Syukron katsira, kawan-kawan sudah meluangkan waktu untuk membaca ceritaku..
Jangan lupa untuk vote dan komentar ya.
😘😘

Menikah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang