KTUBSM; 10. Sebuah Usaha Merelakan

298 23 2
                                    

Yosse, 2024.

Sial, kenapa gue malah jadi tiba-tiba keinget lagi sama kenangan dari masa lalu, padahal juga baru beberapa hari yang lalu bilang mau move on yang sebenar-benarnya move on, mau lupain Alea tuh emang selalu nggak mudah buat gue.

Apa iya seseorang yang bahkan belum bisa kita miliki bakalan terus-terusan jadi bayangan untuk setiap hubungan yang kita jalani setelahnya?

Lima tahun berlalu dan gue masih keinget dengan jelas gimana Alea nolak gue bahkan sebelum gue ngajak dia kesebuah hubungan yang serius, yang lebih jelas dari sebuah hubungan tanpa status, karena saat itu gue bisa ngerasain Alea mulai membuka hatinya, mulai menerima gue, dan gue kira perasaan gue terbalaskan, tapi kenyataannya gue salah, dia berubah hanya karena ingin kita berteman, dia bilang, "...gue cuma pengen temenan sama lo." BAJINGAN!

Kata siapa sih cowok doang yang bisa nyakitin, di cerita cinta gue, Alea berkali-kali matahin hati gue karena kelabilan perasaannya sendiri, kadang dia nerima gue, kadang dia tiba-tiba jadi baik hati, kadang dia bikin gue ngerasa dia ngasih kesempatan, tapi kadang juga dia ngehindar, tiba-tiba nolak gue, tiba-tiba bilang mau temenan aja.

"Gue lihat-lihat lo nglamun mulu ya dari kemarin?"

Sabian menarik kursi di hadapan gue, meletakkan cup kopi berukuran regular yang selalu di pesannya tepat pukul setengah sembilan pagi, "Masih pagi, Yos." Katanya, mengeluarkan kotak rokok dan korek dari dalam sakunya.

Gue sendiri udah habis satu batang karena udah duduk di smooking area salah satu cafetaria yang berada di lantai satu perusahaan tempat gue bekerja sejak setengah jam yang lalu.

"Agak stress aja."

"Soal apaan? Project kementrian?" Gue menggeleng, "Terus apaan? Tapi nih jujur lo aneh banget." Katanya mematik rokok miliknya.

"Maksud lo?"

"Nih tiba-tiba banget ganti gaya rambut," Katanya menunjuk potongan rambut gue yang memang baru gue ubah beberapa hari lalu, "terus segala di cat ngejreng begini. Ya tau sih suka-suka lo aja cuma aneh, sejauh gue kenal lo paling mentok warnain rambut ya kalau nggak dark brown agak terangan dikit paling tetep brown, terus kayak out of nowhere gitu ash gray?"

"Emang ngejreng banget?"

"Kayak ubanan."

"Bangsat, yang benerlah?"

Sabian menggeleng, "Bercanda, bagus sih, cuma kayak gue nggak ngliat lo yang bisanya aja, lo mau berubah buat siapa sih? Nggak mungkin lagi ngincer cewek kan, seinget gue minggu lalu abis post foto Karina di Instagram?"

"Mau move on gue."

"Bjir, move on dari siapa?"

"Alea." Sabian tertawa mendengar jawaban gue.

"Buset dah," Laki-laki berkacamata di hadapan gue itu menggeleng-ngelengkan kepala, "jujur gue kasian sama Karina, kok dia masih bisa tahan ya sama cowok kayak lo."

"Kayak lo, maksudnya gue kayak gimana?"

"Gagal move on iya, nggak bersyukur iya, brengsek dan bajingan juga iya." Sialan.

Gue menyrutup espresso yang tinggal seperempat cup, "Kali ini gue serius."

"Nih ya gue sampai udah nggak mau ngitungin lagi berapa kali lo bilang mau move on tapi ujung-ujungnya lo gegalauan lagi kayak orang nggak waras, ya kalau emang sesusah itu mending lo putusin Karina dan coba kejar tuh si Alea-Alea."

"Alea-nya nggak mau sama gue."

"Ya makanya loh Bro, tahu diri. Sadar diri, kalau emang nggak bisa dimiliki yaudah lepasin."

Kita Telah Usai, Bahkan Sebelum MemulaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang