KTUBSM; 18. Kita Bukan Takdir, Tapi Kesalahan

220 22 12
                                    

Yosse, 2026.

Sama seperti kemarin malam saat gue nggak pakai mikir ngajak Alea nonton pertunjukan teater garasi seusai makan di sate ratu, paginya gue ngulangin lagi hal yang sama. Tapi bedanya sekarang gue bahkan berani ngajak Alea pergi ke tempat yang lebih jauh.

Permainan yang sejak awal diciptakan oleh semesta ternyata masih belum berakhir. Satu kebetulan demi kebetulan terus datang tanpa henti, kalau selama tujuh tahun terakhir bahkan nggak ada satupun kebetulan atau takdir yang memepertemukan gue sama Alea.

Anehnya, beberapa hari sebelum hari yang gue kira baru akan bertemu Alea setelah sekian lama, malah jadi serentetan kebetulan yang terjadi dalam tiga hari berturut-turut.

Sebelum gue mulai cuti, hari ini gue ada kerjaan di lapangan, kerjaan yang biasanya bisa dikerjakan secara santai karena tugas gue hanya ngumpulin mentahan materi berupa foto dan video.

Awalnya gue emang udah berencana buat keliling di daerah Tugu, kemudian berlanjut ke stasiun Tugu, dan sekalian ke Solo dengan naik kereta lalu langsung pulang di hari yang sama sorenya.

Untung aja hari ini gue bawa mobil kantor jadi nggak perlu bingung nyari helm yang bakal dipake Alea, gue masih nggak nyangka aja sejak semalem Alea bener-bener gampang banget nerima tawaran gue, tanpa nolak atau nyari alasan buat bilang enggak.

"Tunggu disini dulu, gue beli tiketnya."

"Pake duit gue aja, dari kemarin lo terus yang bayarin." Kata Alea menahan lengan gue.

"Sekalian aja gue masih ada saldo di KMT." Gue mengeluarkan Kartu Multi Trip yang biasa gue gunain kalau mau naik kereta.

"Yaudah gue ganti cash, bentar."
Alea mengeluarkan dompet dari dalam totebag miliknya, "Nggak ada duit kecil." Katanya memberikan selembar uang berwarna merah sambil nyengir.

Gue menolak uluran uang yang Alea berikan, "Gue nggak punya kembalian. Udah nanti aja gampang, lo bisa traktir gue makan siang."

Akhirnya Alea setuju setelah gue memberikan alternatif agar dia tidak merasa berhutang budi kepada gue, hingga disinilah kita berdua, duduk di gerbong kereta dari Yogyakarta menuju Surakarta, tepat pukul setengah sepuluh pagi.

Dulu kereta Jogja – Solo ini terkenal sebagai Kereta Api Prameks (Prambanan Ekspres) dengan biaya layanan delapan ribu rupiah, tapi sejak tahun 2021 KA Prameks berhenti beroperasi dan digantikan Kereta Rel Listrik (KRL) Jogja – Solo.

"Ini gue emang tiba-tiba pengen ke Solo ya, bukan berarti gue sepenuhnya nemenin lo kerja." Kata Alea untuk kesekian kalinya.

Alea sendiri nggak mau menganggap perjalanan kita kali ini sebagai menemani gue kerja, dia bersikeras jika dia hanya akan jalan-jalan untuk dirinya sendiri, sekalian karena gue juga mau ke Solo, jadi biar nggak sendirian dia mau ikut gue, biar ada temennya.

"Lagian sama aja."

"Beda."

"Iya."

Kita berdua kembali sama-sama diam, Alea sendiri mengeluarkan sesuatu dari dalam totebagnya, sementara gue melihat-lihat kembali hasil foto yang udah gue ambil tadi pagi langsung dari kamara, sekalian memindahkan beberapa ke ponsel dan mengirimnya langsung ke drive perusahaan untuk dijadikan backup file.

Dari sudut mata gue bisa dengan jelas melihat Alea sekarang sedang membaca melalui kindle yang dia bawa, ternyata perempuan yang duduk di sebelah gue ini masih nggak berubah, dia sesuka itu baca buku, bahkan di tempat umum kayak gini aja dia bisa-bisanya masih fokus baca.

"Mau sambil denger lagu nggak?" Tawar gue, suasana di dalam gerbong kereta agak berisik gue yakin Alea nggak akan sepenuhnya fokus membaca.

"Gue lupa bawa airpods."

Kita Telah Usai, Bahkan Sebelum MemulaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang