Yosse, 2026.
Menurut gue dunia itu sebenarnya emang cuma selebar daun kelor, sempit banget! Bagaimana bisa gue sebut semua ini kebetulan kalau rasanya masih kayak nggak mungkin kejadian, sementara gue masih terus saja menyangkal kalau Sabian, sahabat gue itu sudah lebih dulu mengenal Alea bahkan jauh sebelum gue dan Alea bertemu.
Lebih parahnya, Sabian pernah lebih dulu menyatakan perasaannya pada Alea, ketimbang gue yang bertahun-tahun terakhir galauin Alea di depan Sabian langsung.
Padahal saat itu mereka berdua masih jadi bocah ingusan. Masih SD udah cinta-cintaan. Buset dah!
Syukurnya, kita berdua punya satu kesamaan yang bikin gue masih bisa mengelus dada lega, Sabian juga ngrasain gimana ditolak Alea. Seenggaknya, Sabian bukan orang pertama yang Alea cintai, ya meskipun gue sendiri enggak terlalu yakin, siapa cinta pertama Alea.
Nggak kehitung berapa kali gue nyebut nama Alea di depan Sabian selama ini, dia sampai muak dan marah-marah tiap gue galau karena sesusah itu move on dari Alea yang bahkan belum pernah gue pacarin.
Sabian memang belum pernah gue kasih lihat wajah Alea baik melalui foto ataupun bertemu langsung. Jadi ketika malam tadi mereka saling mengenali satu sama lain, beneran kayak kejatuhan bom yang meledak tepat di tengah-tengah kita bertiga, kaget!
"Ian?" "Ale?" Ucap keduanya hampir bersamaan.
"Lo Ian, yang punya nama panjang banget itu? Siapa Sabian siapa nama lo?" Alea mencoba mengingat-ingat.
"Sabian Sebastian Ariguna Wijaya." Kata gue membantu Alea mengingat nama Sabian.
"Ale-ale, ternyata dunia sempit ya." Sabian melajukan mobil saat lampu sudah berubah hijau.
"Nama gue Alea, bukan ale-ale. Lo masih aja nyebelin ya bahkan setelah belasan tahun nggak ketemu?"
"Ya abis lo nolak gue, bikin gue malu di depan semua orang. Nggak inget lo?"
"Itu karena gue nggak suka sama lo, masih SD juga udah beranian aja nembak gue."
Sialan, gue berasa jadi setan diantara dua orang manusia, ada tapi nggak kelihatan, bingung juga gue mau nyambung omongan mereka gimana, kayak gue nih pemeran figuran gitu di kisah romansa cerita cinta monyet mereka berdua.
"Jadi lo dulu di tolak Alea?" Tanya gue pada Sabian, mencoba bergabung pada obrolan asik keduanya.
Sabian kembali memasang kaca mata yang tadi dia naikan, "Mana malu-maluin banget dia nolaknya, di depan banyak orang di kantin pas jam istirahat, Yos. Lo bayangin gue nulis surat, abis itu surat gue di sobek-sobek dibuang ke bak sampah, terus lo bilang apa waktu itu Le?"
"Apa? Gue nggak inget?"
"Ah lo bilang gini, 'Ian kalau kentut bau, aku nggak mau jadi pacarmu.'" Bangsat, gue ketawa banget dengernya. "Habis itu semua orang ngejekin gue kentut bau, bajingan." Gue mendengar Alea ikut tertawa di kursi bagian belakang.
"Ya abisnya. Tapi semenjak itu lo ngeselin banget, nggak inget lo ngusilin gue mulu, inget nggak ngumpetin baju olahraga gue? Sepatu gue abis sholat? Bahkan ngegantung tas gue di tiang bendera? Dendam banget lo sama gue?" Sabian tertawa.
Wah-wah-wah, kisah mereka ini udah kayak di novel-novel romansa aja.
Anjir bahkan cerita gue sama Alea kayaknya nggak ada bagus-bagusnya, ini kisah Sabian sama Alea kenapa bisa sememorial gini sih, sialan.
"Mana setelah bertahun-tahun lo masih nggak berubah ya? Masih suka nolakin cowok. Ini kita berdua korban lo, Le."
"Sialan." Umpat gue, baru aja dibawa-bawa pas inget gue punya nasib sama buruknya sama tuh bocah babi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Telah Usai, Bahkan Sebelum Memulai
Roman d'amourKTUBSM | Kita Telah Usai, Bahkan Sebelum Memulai Tuhan, jika boleh aku ingin jatuh cinta lagi, aku ingin merasakan perasaan suka dan senang bersama dengan orang lain, aku ingin dengan tenang menjalin hubungan baru, tanpa harus selalu terbayang akan...