KTUBSM; 17. Mencari Kata Kita Selain Teman

229 22 0
                                    

Alea, 2026.

"Nikahannya Ersa kapan memangnya, nduk?" Tanya Eyang saat aku baru saja selesai mandi pagi.

"Dua hari lagi, Eyang."

"Berarti h-1 acara, kamu nanti nginep di hotel juga?"

"Iya Eyang, biar nggak buru-buru make up-nya."

"Kamu nanti kalau nikahan resepsinya juga mau di hotel?" Tanya Eyang.

Aku tertawa, berjalan mendekat ke arah Eyang yang sedang menyirami bunga di taman belakang, "Mau nikah sama siapa juga?" 

"Loh ya jodoh itu dicari nduk cah ayu. Jangan lama-lama ya nduk, nggak ada yang tau umur Eyangmu ini sampai kapan, Eyang tetep pengen lihat cucu kesayangan Eyang menikah dulu."

"Eyang masih sehat gini, Eyang bakal berumur panjang. Kata Eyang bakal hidup sampai seratus tahun, masih lama itu, jadi tenang aja." Kataku berjongkok di hadapan Eyang.

Usia Eyang memang sudah lebih dari tujuh puluh tahun dan sebenarnya sekarang kesehatannya mulai menurun, Eyang juga kesulitan berjalan jadi harus duduk di kursi roda. Tapi selain itu, Eyangku ini masih sehat dan cantik untuk ukuran nenek-nenek seusianya.

"Alea, Eyang tidak membebani kamu kan? Eyang bilang seperti barusan bukan berarti menyuruh kamu untuk buru-buru menikah, Eyang hanya khawatir, tapi Eyang yakin kamu pasti memikirkan pernikahan juga, 'kan?"

"Alea tetep kepikiran kok. Cuma memang belum ketemu sama yang cocok saja Eyang. Nanti kalau sudah ketemu, Alea janji untuk mengenalkannya pada Eyang terlebih dahulu. Restu Eyang yang paling penting." Kataku meyakinkan.

"Siapapun nanti yang jadi suami kamu, nduk. Eyang pasti akan restui asal dia berjanji untuk membahagiakan kamu, mencintai kamu dengan tulus, memperlakukan kamu dengan penuh kasih sayang, dan semoga dia juga dari keluarga yang baik. Menikah itu kan bukan hanya perkara dua manusia, tapi juga dua keluarga besar, restu seluruh keluarga itu juga penting."

"Iya Eyang. Amin. Oh iya, Alea habis ini mau pergi lagi ya, masih pengen kulineran."

"Bawa saja mobilnya pakde mu itu." Tawar Eyang.

Aku menggeleng, "Enakan naik gojek."

Pernikahan Ersa dan Kak Yovi masih dua hari lagi, sementara hari ini rencananya aku ingin berjalan-jalan sekalian kulineran di daerah Tugu. Tidak ada salahnya kan, selain menghadiri pernikahan sahabatku yang aku kenal sejak SMP itu aku juga sekalian liburan menghabiskan jatah cuti yang selama setahun terakhir belum aku gunakan.

Di sisi barat Tugu Jogja, ada salah satu pasar yang menjadi tujuanku, Pasar Kranggan. Dulu aku beberapa kali kesini bersama Ersa untuk jajan atau membeli soto yang terkenal karena namanya yang unik, tapi sebelum itu aku ingin ke Wedang Tahu Bu Sukardi terlebih dahulu.

Aku memesan satu porsi wedang tahu, tapi tiba-tiba ada yang menepuk bahuku pelan membuat aku menoleh dan, "Hai?"

"Yosse?"

Dia tersenyum seolah ini bukan hal yang mengejutkan, "Ketemu lagi." Apa iya ini juga kebetulan yang lainnya?

"Lo.. Nggak kerja?" Tanyaku penasaran, lagi pula aneh banget Yosse tiba-tiba ada di pasar yang lokasinya agak jauh dari tempat dia kerja atau coffee shop miliknya.

"Ini lagi kerja." Katanya mengangkat kamera digital yang disampirkan di bahunya. Aku masih nggak paham, "Btw, lo pesen wedang tahu? Gue mau juga dong."

"Hah?"

"Bu, pesen satu lagi ya."

Yosse berbalik dan mencari tempat duduk yang kosong, aku jadi seperti orang bodoh yang mengikuti di belakangnya, ikut duduk di sebelahnya setelah Yosse mencarikan kursi yang tidak diduduki.

Kita Telah Usai, Bahkan Sebelum MemulaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang