KTUBSM; 13. Kisah Tidak Bertitik

252 22 31
                                    

Alea, 2026.

Memutuskan menghadiri pernikahan Ersa dan Kak Yovi, berarti aku harus siap jika pada akhirnya aku akan kembali bertemu dengan laki-laki yang membuat aku tidak bisa membuka hati dan menerima orang baru selama beberapa tahun terakhir.

Sehari setelah aku mengakhiri hubunganku dengan Janu dan menolak tawarannya untuk menikah, aku berpikir seribu kali tentang alasan yang tepat kenapa aku menolaknya, meyakinkan diri ku sendiri jika itu bukan karena Yosse seperti yang aku bilang pada Ersa, aku pasti salah karena aku mengira masih tidak bisa mengantinya dengan laki-laki lain di dalam hatiku.

Alasan paling tepat adalah karena aku tidak ingin menjalani hubungan tanpa cinta, aku juga hanya tidak ingin menjadi perempuan egois yang mempertahankan Janu hanya karena berpikir jika Janu mungkin saja bisa membuat aku jatuh cinta kemudian membuka hati untuk menerimanya, tapi setelah satu tahun berlalu, ternyata aku memang tidak bisa mencintainya, aku tidak akan bisa terus-terusan memaksakan diri untuk berada dalam hubungan yang tidak aku inginkan.

Tujuh tahun sudah sangat cukup, meski awalnya yang aku lakukan adalah meratapi kesedihan dan berharap dapat memperbaiki banyak hal, tapi semua itu memang sudah tidak mungkin sejak awal, tidak ada yang perlu diperbaiki, aku seharusnya sudah meninggalkannya jauh di belakang sana, kemudian hidup menjadi diriku yang mampu berpikir dan bersikap lebih dewasa.

Beberapa tahun terakhir aku berhenti stalking dengan membisukan semua notifikasi sosial medianya, aku hanya tahu hubungan dia dengan kekasihnya yang sudah berjalan selama tiga tahun, itu juga karena Ersa yang bercerita kemarin malam, aku tidak pernah bertanya perihal lainnya.

Lalu yang perlu digaris bawahi dari semua ini, laki-laki itu sudah tidak sendiri, dia mencintai pacar tiga tahunnya. Aku sudah kalah sejak lama, tidak akan pernah ada kesempatan kedua.

Selama perjalanan dari Jakarta menuju Yogyakarta, hal yang aku pikirkan hanyalah bagaimana nantinya aku harus menyapa Yosse untuk pertama kali setelah sekian lama, apa cukup dengan menanyakan kabarnya, atau aku perlu berbasa-basi tentang kesibukannya juga?

Bagaimna caranya bersikap normal, seolah dulu memang tidak pernah terjadi apa-apa, seolah kita hanyalah sebatas teman lama. Atau haruskah aku bersikap jika kita adalah dua orang asing yang tidak saling mengenal.

Tapi sialnya, persiapan matang yang harusnya aku tunjukkan lima hari lagi itu akhirnya harus kejadian malam ini, dengan kondisi paling memprihatinkan.

Aku hanya bisa pasrah saat orang-orang memapahku masuk ke dalam sebuah coffee shop yang sudah hampir tutup, lampu yang sebelumnya gelap sudah dinyalakan, aku duduk diam selama kurang lebih lima menit dengan satu laki-laki berkaca mata duduk tidak jauh dari tempatku dan satu laki-laki yang sangat aku kenali berdiri berjarak sekitar dua meter dari tempat aku duduk, beberapa orang yang tadi menolongku sudah pergi setelah memastikan keadaanku baik-baik saja.

Aku menghela nafas, seharusnya kita bertemu di pernikahan Ersa, lima hari lagi dengan penampilan terbaikku. Bukan malah disini, dengan luka lecet dan memar, baju kotor dimana-mana, sial segala persiapan yang sudah aku rencanakan gagal total dan aku malah berakhir menyedihkan.

"Saya sendiri aja, Mas. Makasih." Aku mengambil kapas dan obat merah dari laki-laki berkaca mata yang tadi membantuku masuk ke dalam coffee shop dan juga memberiku segelas air hangat.

Sementara laki-laki itu hanya berdiri kaku, dengan pandangan nyalang entah kemana. Yosse nampak berbeda, selain rambutnya yang lebih panjang, dia juga mewarnainya dengan warna cerah pada bagian depan, kontur wajahnya semakin tegas dengan sedikit jambang tipis pada jawline yang sepertinya memang belum dicukur, aku hampir saja tidak mengenalinya, dia terlihat lebih dewasa dan bebas.

Kita Telah Usai, Bahkan Sebelum MemulaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang