KTUBSM; 09. Terlanjur Berantakan

319 21 0
                                    

Alea, 2019.

Malam ini jadi malam terakhir, setelah tiga hari dua malam staycation di salah satu vila di Gunung Kidul, jika saja ini vila milik pribadi rasanya ingin tinggal sedikit lebih lama. Kayaknya aku bakalan kangen banget sama suasananya atau sama orang-orangnya juga, awalnya aku kira akan sulit dekat dengan teman-teman Kak Yovi, apalagi Ersa pasti bakal sibuk berpacaran selama kita liburan.

Untungnya aku gampang berbaur dengan yang lain, kita juga sering perginya bareng-bareng, makan juga saling nungguin, kadang berkumpul di ruang tengah untuk nonton film atau malah seperti sekarang ini asik main uno sampai nggak kerasa sudah putaran ke empat.

"Ah, males lah gue kalah mulu." Yosse menarik diri.

Aku sendiri sudah kalah sejak tadi, karena kini tinggal Kak Irsyad sama Kak Yovi yang sedang memperebutkan posisi pertama, dari tadi yang menang ya cuma diantara mereka berdua sih.

Aku yang duduk agak belakang sambil bersandar pada pinggiran sofa, sesekali hanya ikut tertawa saat melihat Ersa beberapa kali curang mencoba melihat kartu milik Kak Irsyad untuk membocorkannya ke Kak Yovi, agar pacarnya itu bisa menang lagi.

"Mau keluar?" Seseorang tiba-tiba menyenggol lenganku pelan.

"Boleh." Jawabku mengangguk, Yosse keluar lebih dulu, dimana beberapa yang lain masih serius bermain uno dan saling menyoraki.

Aku menyusul setelah mengambil jaket dari dalam kamar, udara malam disini dingin banget, mungkin karena di pinggiran pantai jadi angin bertiup lebih kencang.

Melihat bagaimana sikap lunakku beberapa hari terakhir pada Yosse, jujur aku masih belum begitu yakin dengan perasaanku sendiri, aku hanya mencoba untuk mengikuti alur yang Yosse ciptakan sejak lama, jika selama hampir dua tahun terakhir aku selalu merasa marah, kesal, dan menolak setiap pendekatan yang Yosse lakukan, tapi tiga hari ke belakang aku malah menerimanya dengan mudah tanpa rasa marah atau keinginan untuk menjauhkan diri darinya.

Apa mungkin karena ciuman kita terakhir kali? Atau mungkin juga untuk mengobati perasaan marahku selama enam bulan tiba-tiba dijauhi oleh orang yang biasanya selalu berada dekat dalam radar jangkauku. Tapi untuk alasan apa aku marah?

Laki-laki berbadan jangkung itu berdiri di undakan tangga sambil fokus melihat ke arah pantai yang gelap disana, tangannya ia simpan di saku celana, sementara ujung kakinya ia ketuk-ketukkan ke tanah beberapa kali, apa iya dia masih menungguku?

"Hai," Aku berdiri di undakan kedua berjarak dua anak tangga dari tempat Yosse berdiri.

Yosse menoleh dan tersenyum, "Sebentar." Katanya menahan lenganku.

Tangannya terulur untuk menarik pengait jaket yang aku pakai agar terpasang dengan benar karena tadi memang tidak aku kaitkan. Dia menaikan tudung jaketku hingga menutup kepala, jemarinya dengan telaten menyelipkan anak rambut yang menjuntai pada pipi kananku ke arah belakang telinga agar tidak menganggu, aku diam saja, menatap wajahnya yang saat ini berada tepat di hadapanku, baru kali ini tinggiku sama dengannya.

Wajahnya yang begitu tenang itu membuat aku nggak ingin buru-buru berpaling, beberapa kali aku melihatnya dari jarak sedekat ini, nggak ada yang aku pungkiri sama sekali, ada debaran hangat yang mengalir dari wajah hingga ke hati, jantungku nggak pernah berdegup dengan normal setiap kali merasakan perlakuan manis yang selalu Yosse berikan padaku.

"Dingin banget nggak sih?" Yosse lebih dulu menuruni tangga.

"Ngapain ngajak keluar?"

"Mau lihat bulan. The moon is beautiful, right?" Jawabnya sambil menunjuk bulan di atas sana.

Langkahku terhenti kemudian melihat ke arah langit yang gelap, benar saja ternyata malam ini bulan sedang penuh, purnama seutuhnya, dia sendirian disana, tapi tidak terlihat kesepian sama sekali. Cantik sekali.

Kita Telah Usai, Bahkan Sebelum MemulaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang