21::Lost my heart

32 6 3
                                    


#21

"Jangan coba-coba kau mematahkan hati seseorang. Sebab dari sakit yang di alaminya, semua tidak akan kembali sama."

Suara detak jarum jam mengisi keheningan kamar rawat inap Nadya. Dimana kamar itu terdapat dua orang yang menyebabkan luka pada tubuhnya sehingga ia harus di rawat selama beberapa minggu di kamar ini.

Lucky berdiri di belakang kursi roda Rafa, wajahnya menyiratkan rasa bersalah pada Nadya. Di hadapan nya, Rafa sedang berusaha tersenyum memandang Nadya.

Munafik

Itu yang Nadya simpulkan pada mereka. "Selamat malam nad, gimana kabar lo? Maaf ya kita baru bisa jenguk sekarang. Karena tadi pagi, gue baru siuman. Ternyata Lucky udah nungguin gue sadar dari lama, saat gue bangun dia udah ada di depan ranjang gue. Seneng deh kita bertiga bisa selamat, walaupun masih dalam perawatan rumah sakit." Sapa Rafa tersenyum tipis, hati Nadya terenyuh mendengar nya. Jadi selama berhari-hari, tidak kelihatan batang hidung nya ternyata Lucky menunggu kesadaran Rafa. Membela-belakan menunggui Rafa sadar? Kalau begitu Nadya ingin sekali tetap dalam keadaan koma, sehingga ia tidak melihat mereka sekarang.

Toh dia hanya menyulitkan sahabat dan orang tuanya. Tidak ada guna nya juga, Nadya mengkhawatirkan Lucky sampai kepalanya terasa pening, dan berat.

"Eh? Iya alhamdulillah kita selamat. Omong-omong kalian mau minum? Tadi nyokap datang bawa banyak minuman jus kaleng. Kalo kalian haus, ambil saja di nakas." Respon Nadya tersenyum kecut, Lucky sedari tadi masih tetap diam tidak berkata apapun. Hanya matanya terus menatap wajah Nadya.

"Gak usah repot-repot..., Gimana kalo malam ini kita makan malam bareng yuk di kantin rumah sakit. Anggep aja ini traktiran dari kita. Uhmm gue sama Lucky udah jadian!" Sebuah senyum cerah terukukir di wajah manis Rafa. Selesai Rafa bicara, ke adaan kembali hening.

Nadya memejamkan matanya sejenak, menikmati keheningan ini. Dada Nadya terasa menyesak mendengar nya, matanya sudah memanas tidak tahan lagi membendung air mata. Rasanya seperti ada celurit yang menghantam tepat pada jantung nya barusan berkali-kali.

"Begitu? Selamat ya ra, ky, semoga selalu bahagia. Kalau mau makan malam besok aja ya, malam ini temen-temen gue mau jenguk. Sekarang lebih baik kalian istirahat dulu." Saran Nadya membukakan pintu, mempersilahkan mereka keluar. Paham yang di maksud Nadya, Lucky mendorong kursi roda Rafa, sebelum mereka benar-benar meninggalkan Nadya. Lucky tersenyum kaku memandang nya "cepet sembuh nad." Kemudian pintu tertutup, Nadya menangis sejadi-jadinya. Dadanya terasa perih, sangat perih. Ini kali pertamanya ada laki-laki yang menyakiti Nadya. Lucky berhasil membuat Nadya senyum-senyum sendiri seperti orang gila, dan membuatnya menangis kesetanan.

Tangan putih Nadya, meraih ponselnya di nakas. Pandangan nya terpaku pada lockscreen foto selfie ia dan Lucky di ponselnya. Mengingat perkataan Rafa tadi, Nadya segera membuka password ponselnya, dan membuka music plyer. Memutar sebuah lagu, dan menikmati setiap liriknya.

🎶 I want to go back forget that it's over.
Paint in the black you leave me alone.
I never knew, he was slepping next door with the kid i grew up with. And i can't go back to him anymore no more.
You tell me you were happier with her.
But you want me to stay.
And you tell me that you needed time but you push me away.

🎶 And when you try to take me back my heavy heart just break.
No i can't lift the weight.
Put you in the past try to forget you cause it's over.
And every time you asked i'll pretend im okay.
You're inside my head. In the middle of the night when i dont feel right.
I dream i can hold you 🎶

Lyric by The weight Shawn mendes🎼

Mungkin lagu The wight terasa pas untuk mewakili hati Nadya sekarang. Air matanya tetap mengalir deras, dia tidak peduli matanya akan membengkak seperti apa.

Bodoh ngapain gue sia-siain air mata gue buat orang yang gak peduli sama gue. Menyedihkan lo nad. Makinya sebal, tangan kirinya yang bebas tidak terinfus melemparkan barang apa saja yang ada di nakas. Membuat lantai kamar rawat inapnya berceceran dengan bantal, minuman kaleng, pecahan vas bunga, dan obat-obatan nya.

Nadya terus meracau, bukan karena hatinya saja yang pedih tapi tubuh dan kepalanya terasa sakit kembali. Begitu serangkaian kecelakaan mobil Rafa, dan ciuman pertamanya dari Lucky terlintas di pikiran Nadya kepalanya serasa ingin meledak.

"Gue benci kalian!" Remot ac di tangan kiri Nadya terlempar ke pintu, bersamaan dengan tubuhnya ikut terjatuh dari ranjang. Pertama kali yang mendarat di lantai adalah kepala Nadya, benturan kepalanya cukup keras menimbulkan bunyi. Para suster di luar yang menyadari ada keributan di dalam kamar itu, berlari terpogoh-pogoh untuk melihatnya. Dan betapa mengenaskan sekali keadaan kamar itu sekarang.

□□□

Aldi menarik tangan Putri ke tempat parkiran, membukakakn pintu mobil nya. "Ikut gue sekarang, kita jenguk Nadya." Tukas Aldi, dituruti Putri.

Suasana di dalam mobil hening, Putri tidak berani menatap Aldi atau memulai percakapan deluan.
Tatapan Aldi sangat tajam dan menusuk, "Tiga hari lo hilang bukan ke luar kota. Kenapa lo tinggal di appartement Ashley?" Tanya Aldi mencairkan suasana.

Putri mengigit bibir bawahnya, bingung harus menjawab apa. Aldi melirik Putri, menunggunya membuka suara. Tapi Putri tetap diam menunduk. "Oke kalo belum siap jelasin sekarang. Kita bisa bahas di lain waktu."

"Kenapa lo harus tahu urusan gue, buat apa emangnya?"

Mulut Aldi terkatup rapat, keadaan berbanding terbalik. "Apa anak-anak yang nyuruh lo nyari gue? Siapa yang nyuruh Marcell,...Rahell...., atau..." belum sempat mengakhiri perkataan nya, Aldi menempalkan telunjuknya di bibir Putri dan menyadarkan kepalanya di bahu Aldi.

"Bukan karena mereka, ini inisiatif dari gue sendiri. Ya karena gue peduli sama lo. Mulai sekarang lo jangan ngerasa sendiri di dunia ini. Lo punya sahabat lo, termasuk gue. Panggil gue kalo lo butuh temen, pinjem bahu gue kalo lo butuh sandaran. Gue selalu ada. Itu kan guna nya sahabat?" Jelas Aldi membelai rambut panjang Putri dengan lembut.

Sahabat ya al.

"Makasih tapi ini berlebihan. Dengan gue ngerepotin lo, gue cuma buang waktu lo sia-sia."

"Kata siapa. As long as you have friend. You will never be alone. You have me. Call me if you need a friend. Okay? Dont be afraid, im here with you." Dada Putri bergetar mendengar nya, Bolehkah ia bersandar di bahu Aldi bila merasa sedih, kapanpun yang ia mau. Bolehkah Putri memanggil Aldi untuk menemani nya kemanapun ia pergi?

Ya tuhan sisakan aku satu cowok seperti Aldi. Sungguh indah ciptaanmu. Batin Putri melirik orang di sebelahnya.

"I know but you can't. Of course i have you cause we bestfriend. But we can't still like this. You have Della, and Della need you. So just let me go!" Sergah Putri meneguk ludahnya. Aldi tercenung mencerna tiap kalimat yang di ucap Putri, ada benar nya juga. Meskipun mereka tetaplah sahabat, tapi sahabat ada batasnya juga.

"Put..."

"Forget it. Fokus nyetir karena gue gak mau mati konyol, di mobil mewah karena cuma berdebat sama lo. Umur gue masih muda." Celoteh Putri melantur.

Aldi tertawa samar, "ya enggaklah. Udah duduk manis aja, gue nyalain radionya." Keheninganpun terganti dengan musik dari radio, bukan nya mencairkan suasana lagu yang terputar malah membuat mereka berdua semakin cangung.

🎶 Kita sadar ingin bersama tapi tak bisa apa-apa 🎶

🎼Lyric by Sepatu-Tulus


A/N

Yang lebih mendukung ship #Nadya-Lucky harap bersabar ini ujian. Mungkin di next part Nadya yang akan bahagia. walaupun bukan sama lucky hihi peace

All about UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang