Part 10 : Di Batas Waktu

112 4 0
                                    

Pelan, kubuka tirai jendela di kamar. Menyibakkan sinar matahari yang bersinar dengan terangnya. Refleks saja, aku menyipitkan mata karena pupilku mengecil karena cahayanya.

"Nay, siap-siap ya? Habis ini, Bu Fitri datang," peringat ibu akan Bu Fitri, perias yang akan meriasku setelah ini. Yang tentunya, tidak terlalu berlebihan dan softly.

Aku menghela nafas. Rasanya, jantungku tak bisa berhenti deg-deg an sejak kemarin malam. Bagaimana tidak? Hari ini, tepat 2 minggu setelah lamaran Mas Ferdy, akad nikah diberlangsungkan. Kalian pasti heran. 2 minggu, bukan waktu yang lama untuk mempersiapkan segala macam keperluan untuk memenuhi persyaratan pernikahan kami. Rasa-rasanya, jantungku mau keluar saja, bahkan aku ingin sekali pingsan di tempat.

Oke, salahkan si kembar TwoRay. Ini ide mereka. Murni usulan mereka. Untuk mempercepat pernikahan ini 2 minggu setelah lamaran. Lebih baik memang, karena disegerakan. Tapi.. aku bahkan belum yakin untuk bisa mengontrol jantungku setiap harinya.

Padahal.. pernikahan ini, akan menyempurnakan separuh agamaku. Ia bukan hal yang patut dipermainkan. Karena didalamnya, akan banyak bertaruh segala hukum syariat. Dan menjadikan Allah dan RasulNya sebagai acuannya. Namun, mungkin ini cara terbaik dari Allah untukku. Menyegerakan pernikahan ini, di usiaku yang cukup belia, yakni 22 tahun. Cukup muda, tapi tak terlalu tua. Persis seperti yang aku harapkan. Tapi.. bagaimana keadaannya jika kini, aku bahkan masih menginjak kuliah di semester 5?

Pagi ini, aku akan memakai jilbab putih bergerai yang dihiasi sedikit rajutan bunga mawar merah muda di bawahnya. Lengkap dengan khimar/kerudungnya yang berwarna putih pula dengan sedikit hiasan mawar merah muda dengan warna yang soft disampingnya. Benar-benar pas.

Dengan hati-hati, aku melihat diriku di depan kaca. Aku takut, hasilnya akan sama. Dengan penampilanku sebelumnya yang tak pernah berdadan sedikit pun. Karena, tiap hari, hanya olesan bedak yang dengan tipis kuratakan pada wajah.

Tapi.. nyatanya, dugaanku salah, penampilanku kini.. benar-benar terlihat anggun, hangat dan lembut. Benar-benar terlihat seperti pengantin ayu.

"Tuh kan, Nay, ibu bilang juga apa, kamu pasti kelihatan cantik, kok," puji ibu yang tiba-tiba datang. Dan kini, ada aku dan ibu yang terpantul di cermin besar di ruangan ini.

"Hikss.. ibuuuu.."

"Eeehhhh.. stop, jangan peluk ibu dulu, nanti bisa rusak khimar kamu."

Aku cemberut. "Ibu mah.. gitu.."

"Ma sya Allah, cantik banget ya, calon menantuku ini, nggak nyangka, 1 jam ke depan, bakalan jadi menantuku sungguhan," kini, hadir mama, ibu dari Mas Ferdy.

Tunggu..
Mama? Mama sudah disini?
Berarti.. Mas Ferdy..?

"Walah walah, wajah mbak kok jadi tegang gitu toh pas tau kita datang?" sedikit menahan tawa, Monica bersuara.

"Sudah, yang relaks, nduk, semuanya akan berjalan lancar kok, in sya Allah, Allah memudahkan," ibu menenangkan seraya memegang lembut pundakku.

"Iya mbak, bismillah.."

Aku tersenyum. Rasanya.. air mata ini masih bisa kutahan. Dan.. akhirnya.. aku akan punya adik perempuan setelah ini. Setelah berpuluh tahun lamanya, melihat pertengkaran dan keusilan dua adik kembar lelakiku itu. Oh iya, Rayhan sama Rayyan, bagaimana mereka? Mereka pakai jas hitam, bukan? Pasti aku akan tertawa terbahak didepan mereka berdua nanti, lihat saja.

Kini, ibu dan mama mengantarkanku di ruangan kamarku. Cantik. Riasan kamarku ini pasti ibu dan mama yang membuatkannya. Hanya dengan sedikit permak, hanya dalam 1 jam, mereka berhasil membuat kamarku benar-benar berasa seperti kamar pengantin. Mereka berdua, benar-benar klop saat berdua.

Shalihah BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang