Ke Jogja?
Pastinya kaget. Sudah kuduga ibu akan kaget, saat kuberitahu tentang rencana mudik Mas Ferdy ke Jogja di via telfon ini.
Iya bu, ke Jogja. Rencananya sih, emang berdua aja. Soalnya Mama, Ayah sama Dek Monic udah kesana duluan 2 hari yang lalu.
Oh, gitu ya.. naik bis?
Bisa kudengar, intonasi suara ibu yang merendah. Pasti beliau sedih, karena tahun ini, tahun pertama keluarga Bapak menghabiskan Hari Kemenangan tanpa diriku. Mas Ferdy yang meminta, untuk membawaku ke Jogja untuk mengenalkanku pada keluarga besarnya disana.
Iya, naik bis, bu. In sya Allah, nanti seusai shalat tarawih kami berangkat.
Pulang ke Malang, kapan, Nay?
In sya Allah hari ketiga Hari Raya, kami sudah di Malang paginya, bu. Kami usahakan.
Alhamdulillah..
Bu, Nay minta maaf, ya? Sampaikan juga sama Bapak, Nay minta maaf.
Untuk apa? Kalau kamu minta maaf karena nggak bisa kumpul keluarga sini karena ikut suami, kamu salah, Nayra. Sekarang, hak sepenuhnya atas kamu, ya, suami kamu. Kalau dulu, ridha Allah atas ridha orangtua. Sekarang, sudah beda, ridha Allah atas ridha suami.
Aku tersenyum lega. Bersyukur ternyata Ibu dan Bapak bisa sepenuhnya memahami. Jadi, aku bisa berangkat ke Jogja nanti tanpa resah sedikitpun.
Nay, Ibu mau nerusin masak dulu ya, ini minyak gorengnya udah panas. Mau goreng ikan lele.
Aku yang tadinya masih terdiam termenung dengan kata-kata Ibu, spontan tersentak kaget.
Eh iya, bu. Ibu lanjutkan saja, masaknya. Makasih ya, bu, buat semuanya. Salam sama Bapak, juga sama Rayyan, Rayhan.
Iya, Nay, sama-sama. Nanti Ibu sampaikan. Salam juga sama suamimu, ya.
Iya, bu. Assalamu'alaikum..
Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh..
Akhirnya, sore ini, pembicaraan kami pun ditutup dengan salam. Perlahan, aku mendesah. Merenungkan kembali perkataan Ibu tadi.
Terbayang kembali, nasehat yang Ibu berikan tadi. Membuatku teringat akan nasehat-nasehat Ibu lainnya di kala aku belum menikah dulu. Adalah saat-saat yang tepat, saat kita belum dipinang, diambil alih oleh suami sepenuhnya, saat masih dalam asuhan orangtua, untuk menjadi birul walidain yang sepenuhnya dan sebaik-baiknya. Tak perlu memikirkan pacar atau kesenangan lain dalam memikirkan sosok lelaki, karena tugasmu kala itu adalah satu, berbakti pada orangtuamu.
Mereka yang sudah memberikan kasih sayang lebih sedari kecil, tentu tak akan dapat mengalahi lelaki manapun yang hanya menggombali wanita selama lima belas menit saja. Mereka yang sudah mencurahkan segala hidupnya demi kehidupanmu yang indah, tentu harusnya lebih kau perhatikan dibandingkan para lelaki tak berkomitmen yang bercuap-cuap membuatmu berbunga-bunga.
Maka, sungguh, selagi belum menikah, ialah momen yang tepat untuk mengerahkan segala perhatianmu hanya pada orangtua. Segala kasih sayangmu padanya, pada keluarga.Sebelum nanti, akan datang sebuah kepastian, sebuah batas waktu, dimana kau akan diambil alih sepenuhnya oleh seorang lelaki berkomitmen yang tertulis di Lauhul Mahfud. Hanya ucapan ijab qabul 5 menit, namun itu akan mengubah segala hidupmu, para wanita. Dimana engkau, harus mendahulukan suami daripada orangtua. Harus memenuhi perintah suami daripada orangtua. Dan bahkan, harus memilih suami daripada orangtua.
Lagi-lagi aku menghela nafas, lalu mengulas seutas senyum tanpa sadar. Bersyukur. Bersyukur atas segala karunia-Nya. Yang mengijinkanku untuk masih dapat berbakti pada orangtua meski tidak sepenuhnya saat aku sudah diambil alih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shalihah Bersamamu
SpiritualCinta. Ia adalah perasaan yang fitrah. Tercipta dalam setiap hati dua insan dengan ijinNya. Namun, saat ia diperlakukan dengan cara yang salah menyalahi syariatNya, apakah pantas disebut cinta? Maka, jangan pernah mencampur adukkan hukum syariat den...