Part 13 : Ramadhan Bersamamu (1)

148 5 0
                                    

Ayam Goreng Bumbu Kuning, kelar.
Tahu Tempe, kelar.
Ikan teri goreng, kelar.
Sayur Bayam Bening, kelar juga.
Oke, berarti sekarang tinggal membuat Terong Balado kesukaan Mas.

Hmm, ini sudah masuk minggu kedua kami melewati Bulan Ramadhan, tapi hampir tiap hari, Mas Ferdy minta dibuatkan Terong Balado. Benar-benar harga mati.

Beruntung, mlijo-an disini tidak jauh dari rumah kami. Hanya berjarak sekitar 2-3 rumah dari sini. Ya, setelah memasuki awal Ramadhan, kami memang langsung boyongan. Aku bersyukur, ternyata Mas Ferdy sudah menyediakan rumah untuk kami berdua. Katanya, dia sudah menabung sejak pertama kali dia mendapat amanah sebagai Leader di Alpard. Tentu saja, ayah tetap menjadi Pimpinan Redaksinya. Walau sudah cukup berumur, ayah masih saja berbadan kuat. Ayah sendiri, adalah sebutan untuk mertuaku. Ayah dan Mama dari Mas Ferdy. Sedangkan Bapak dan Ibu dariku. Entah kenapa, sedari sebelum menikah, perbedaan penyebutan orangtua ternyata memudahkan kami setelah menikah dalam memanggil mereka.

Sudah hampir separuh dari harga rumah sederhana ini, Mas Ferdy yang tanggung. Untuk melunasinya, kami berdua harus berusaha sendiri. Merintis dari awal, dari nol, kalau kata Mas Ferdy. Ya, katakan saja, dana pertama keluar dari hasil jerih payah Mas Ferdy. Untuk selanjutnya, kami sepakati, akan kami tanggung berdua. Agar segalanya bisa terasa. Lebih bermakna.

Rumah yang kami huni ini pun ternyata sesuai dengan tipe kamu berdua. Cocok. Dengan furnitur yang tidak terlalu mewah, namun sederhana dan sedikit elegan. Tak berukuran besar, mungkin sedang. Dilengkapi dengan sedikit taman luas dihalaman depan, membuatku bisa sedikit bercocok tanam dengan berbagai sayuran nantinya. Dengan pagar cream yang mengelilinginya, rumah ini terlihat sangat asri jika dilihat dari depan.

Hanya tersedia 2 kamar disini, dan 1 kamar kecil, mungkin untuk kamar tamu. Dan dilengkapi dengan ruang tamu, ruang keluarga, dapur+rumah makan, ruang shalat mushola kecil, dan kamar mandi serta ruang kecil untuk gudang. Benar sederhana nian. Namun, kurasa, kami dapat qana'ah dengan kondisi rumah seperti ini. Berkecukupan.

Perabot disini pun, lama-kelamaan semakin memenuhi juga. Mengingat dari kami juga memiliki sedikit tabungan dan terus menabung pula tiap harinya. Untuk memenuhi kebutuhan perabot rumah, dan berjaga-jaga untuk si buah hati yang akan hadir nanti. Namun, sepertinya, kehadiran si buah hati harus dinanti sedikit lama, mengingat kuliahku masih tinggal beberapa bulan lagi.

"Assalamu'alaikum.."

Dengan cepat bergegas, aku berjalan ke arah ruang tamu, tanpa memakai khimar dan jilbab. Dari suaranya, sudah kentara, dia Mas Ferdy. Jadi, kuputuskan tak perlu memakai jilbab dan khimarku. Namun, jangan sampai aku terlihat dari luar.

"Wa'alaikumussalam wr wb.."

"Hmm, baunyaa.. enak banget sih, Nay, masakannya. Jadi makin laper," aku hanya bisa tersenyum sambil menutup kembali pintu rumah. Lalu mencium punggung tangannya seraya membawa tas Mas Ferdy dan menaruhnya.

"Sssttt.. setengah jam lagi, adzannya, mandi dulu sana. Airnya udah kusiapin, bajunya juga udah."

Dengan sekali tarikan, Mas Ferdy mengecup dahiku. Lembut.
"Makasih, yaa, istriku yang cantik."

Aku terkekeh. "Udah jadi tugasku kok, Mas. Habis mandi, langsung ke ruang makan, ya?"

Mas Ferdy mengangguk mantap. "Sip!"

Lagi, aku tersenyum. Lalu kembali ke arah dapur, untuk memindah makanan yang sudah siap disajikan ke meja makan. Hmm.. benar juga kata Mas Ferdy, baunya yang menggoda benar-benar membuat perut ini semakin lapar.

Sembari menunggu adzan, aku kembali ke dapur untuk membereskan sisa wadah yang tadi kugunakan. Dan mencuci beberapa wadah.

Jika ditanya salah satu kenikmatan yang ingin sekali kurasakan setelah menikah, maka dengan yakin aku akan menjawab, adalah kenikmatan disaat kau tengah memasak masakan spesial yang kau racik dengan sepenuh hati untuk keluarga. Apalagi, saat mereka menikmati masakanmu. Itu adalah kenikmatan tersendiri yang didambakan oleh seorang istri. Dan aku, sangat menikmatinya kini.

Shalihah BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang