Reyhan mengelilingi sekolah hanya untuk mencari Natasha. Ia benar-benar mencari Natasha sampai ke penjuru-penjurunya. Mulai dari kelas cewek itu, ruang musik, auditorium, taman depan sekolah, parkiran, kamar mandi perempuan, bahkan perpustakaan yang Reyhan pun tahu Natasha tidak mungkin ada di sana. Namun, ia tidak menemukan Natasha di tempat-tempat itu. Ia malah menemukan Natasha di lapangan olahraga, tempat serbaguna yang berumput. Natasha sedang terduduk sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Meskipun Reyhan melihat dari arah belakang, namun ia tahu jika sahabatnya itu masih menangis karena seluruh tubuhnya bergetar. Reyhan jadi amat sangat merasa bersalah.
Kaki Reyhan melangkah mendekati Natasha. Ia berjongkok, mencoba mengetahui bagaimana raut wajah Natasha yang tertutup tangan itu. Namun, hasilnya nihil. Ia tidak bisa mengetahui bagaimana ekspresi sahabatnya itu. Ia pun memutuskan untuk membuka suara. "Sya..."
Natasha tidak menjawab. Tangisannya malah semakin kencang.
"Sya, maafin gue." Kali ini, Reyhan menyentuh bahu Natasha.
Sontak Natasha menepisnya. "Jangan sentuh gue!"
"Gue tau gue salah. Tapi please jangan kayak gini. Lo boleh pukulin atau jenggutin gue asal lo nggak diemin gue." Reyhan benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana hidupnya jika Natasha tidak mau lagi hadir di dalamnya. "Lo boleh minta apapun dari gue. Bilang sama gue apa yang lo butuhin dari gu-,"
"PERGI!" teriak Natasha. Kali ini, ia sudah menengadahkan wajahnya. Ia sudah tidak lagi menutupi wajahnya dengan tangannya.
Reyhan mematung. Memang, Reyhan berjanji akan memberikan apapun untuk Natasha. Asal jangan itu. Bagaimana ia bisa pergi sementara air mata masih mengalir di pipi Natasha?
Tanpa pikir panjang Reyhan menarik Natasha ke dalam pelukannya. "Cuma itu hal yang nggak bakal gue kasih ke elo, Sya," bisiknya.
Natasha berontak. Ia memukuli Reyhan, berharap cowok itu akan melepaskannya. "Pe-pergi, gue bi-bilang pergi!"
"Nggak akan pernah, Sya." Reyhan mengeratkan pelukannya. Seribu kali Natasha memintanya pergi, maka seribu satu kali ia akan tetap tinggal.
Kesal karena Reyhan tidak melepaskannya, Natasha menampar pipi Reyhan dengan tangannya yang terbebas.
Reyhan terdiam. Ini pertama kalinya Natasha menamparnya. Pipinya memang tidak sakit, namun hatinya yang mewakili.
"JANGAN PERNAH BERANI DEKETIN GUE SEBELUM LO BISA MILIH GUE ATAU CEWEK ITU!"
Natasha pergi dengan langkah gontai. Meninggalkan Reyhan yang hanya mematung.
Apa yang harus Reyhan lakukan? Haruskah ia memilih Natasha atau Assyifa? Reyhan baru saja merasa menemukan perempuan yang pas untuk hatinya. Jadi apakah ia harus langsung melepaskannya demi sahabatnya? Atau ia harus merelakan sahabatnya yang pergi?
***
Assyifa baru saja menyelesaikan ulangan Fisikanya. Namun, ponsel yang ada di sakunya bergetar tanda ada pesan singkat yang masuk. Segera ia membuka pesan itu lalu membacanya.
From: Kevin
Nnti plg brg gw ya? Td lo brg reyhan brgktny? Gw cemburu tau.
Assyifa langsung memasukkan ponselnya ke saku rok. Entah mengapa jantungnya terasa berdetak lebih cepat setelah ia membaca pesan dari Kevin. Oh, ayolah, Assyifa. Itu hanya ajakan pulang bersama.
Andita yang baru mengumpulkan jawaban dan melihat sahabatnya bertingkah aneh langsung menegur. "Lo kenapa deh, Syif?"
"Eh. Gu-gue nggak apa-apa." Assyifa mencoba bertingkah normal. "Ta, kalo lo deket Xavi itu rasanya gimana deh?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sideness
Teen Fiction(Completed) Setiap cerita pasti memiliki peran antagonis. Ketika dua anak manusia sedang menjalin hubungan, pasti ada perusaknya. Kesal? Ya, kita pasti membenci perusak itu. Ketika kita sedang menikmati suatu kisah cinta, kenapa si perusak itu harus...