Operasi pencangkokan hati dimulai. Setelah pemeriksaan kemarin, Natasha dinyatakan bisa mendonorkan hatinya ke Maminya. Semua persyaratan yang dibutuhkan cocok.
Operasi ini dihadiri oleh orang-orang terdekat Natasha. Mulai dari Tante dan Om dari pihak Papinya –karena Maminya anak tunggal jadi saudara dari pihak Maminya tidak ada, teman-teman perempuannya, teman-teman laki-lakinya, Kevin dan Assyifa, Rethan dan kedua orangtuanya, serta Reyhan. Semua menunggu dengan perasaan cemas.
Seperti halnya Reyhan. Ia baru saja datang setelah 30 menit Natasha memasuki ruang operasi. Ia benar-benar tidak mengerti mengapa orangtuanya baru memberitahu bahwa Natasha akan mendonorkan sebagian hatinya untuk Maminya beberapa menit sebelum berangkat. Jika saja ia tahu sebelum Natasha memasuki ruang operasi, tentu ia tidak akan membiarkan Natasha melakukan ini.
Reyhan menghela napas. Matanya tak henti-hentinya bergantian melirik jam tangan dan pintu ruang operasi yang tidak kunjung terbuka sejak dua jam yang lalu. Natasha sedang berjuang di dalam sana. Berjuang untuk menyelamatkan nyawa orang yang sangat cewek itu sayangi sampai-sampai rela mengorbankan nyawanya sendiri. Meskipun Mamanya berkata bahwa operasi seperti ini hampir selalu berhasil tapi Reyhan tetap khawatir. Andaikan saja ia bisa menggantikan posisi Natasha di dalam sana. Lebih baik ia mempertaruhkan nyawanya daripada mempertaruhkan hatinya seperti ini.
Ya, Reyhan baru menyadari perasaannya kepada Natasha. Ternyata selama ini ia menyayangi sahabatnya itu lebih dari rasa sayang kepada seorang sahabat. Dan bodohnya Reyhan, ia baru menyadari ini ketika Natasha sudah seperti ini.
Jika saja Tuhan memberikannya satu lagi kesempatan, ia tidak akan menyia-nyiakannya. Ia tidak akan membiarkan Natasha menderita, tidak akan meninggalkan Natasha sendirian, dan tidak akan membuat Natasha mengeluarkan air mata setitik pun. Tapi justru ia akan membuat Natasha bahagia. Dan ketika Natasha sudah sadar, ia tidak akan membuang waktu lagi. Ia akan menyatakan perasaannya kepada Natasha.
Maka itu, sebagai umat beragama yang bahkan Reyhan lupa kapan terakhir kali ia beribadah, ia tak henti-hentinya memanjatkan doa di dalam hati demi kelancaran operasi yang melibatkan Natasha dan Mami cewek itu.
Satu per satu orang-orang yang duduk di sampingnya mulai meninggalkan kursi karena jam makan siang sudah tiba sedari tadi. Kebanyakan dari mereka mengajaknya. Namun, Reyhan hanya mengangguk sambil tetap memandang pintu ruang operasi dan tidak beranjak dari duduknya.
Hanya Reyhan dan Aldi yang tetap tinggal. Bahkan Papi Natasha beranjak ke kantin karena sejak kemarin perutnya belum terisi apapun. Meskipun begitu Reyhan benar-benar tidak ada niatan untuk meninggalkan tempat ini. Ia tidak lapar.
Sementara Aldi, sebenarnya ia lapar. Namun, ia tidak enak jika harus meninggalkan Reyhan yang seperti orang kesambet itu sendirian. Bagaimana Aldi tidak berpikiran seperti itu? Reyhan sedari tadi hanya diam dengan pandangan kosong saja.
Aldi menggeser duduknya menjadi di samping Reyhan. Ia tahu bagaimana perasaan Reyhan. Ia tahu bagaimana perasaan Reyhan kepada Natasha bahkan sebelum sahabatnya itu sendiri yang menyadarinya.
“Han, lo nggak makan?” tanya Aldi sambil tetap memandang depan.
Tidak ada jawaban dari Reyhan. Cowok itu masih sibuk dengan pikirannya. Aldi menatap Reyhan lalu menepuk bahunya. “Gue tau gimana perasaan lo. Tapi jangan lo pikir cuma lo doang yang khawatir.”
Reyhan hanya melirik Aldi sekilas.
Melihat reaksi Reyhan yang hanya meliriknya, Aldi semakin menjadi. “Operasinya nggak sebentar. Mending lo makan dulu. Entar keburu makan malem kalo lo nunggu operasinya kelar.”
“Lo kalo mau makan, duluan aja sana. Gue nggak laper.”
“Gue juga nggak laper kok. Tapi gue nggak yakin nanti bakal makan malem. Pasti nanti malem operasinya selesai kan? Nggak mungkin kita bakal sempet makan.” Aldi menjatuhkan punggungnya pada sandaran kursi tunggu. “Kenapa sih lo? Baru sadar? Lucu ya, padahal udah sama-sama dari dulu. Tapi baru sadarnya sekarang.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Sideness
Teen Fiction(Completed) Setiap cerita pasti memiliki peran antagonis. Ketika dua anak manusia sedang menjalin hubungan, pasti ada perusaknya. Kesal? Ya, kita pasti membenci perusak itu. Ketika kita sedang menikmati suatu kisah cinta, kenapa si perusak itu harus...