Natasha pergi ke kamar inap Azva diantar oleh Papinya. Meskipun keadaannya belum terlalu baik untuk keluyuran, Natasha tetap memaksa. Ia memaksa Papinya untuk mengantarnya pada pukul 20.00, ketika semua teman-temannya sudah pulang.
Tadi, setelah pengakuan Reyhan kepadanya, Natasha langsung menyuruh sahabatnya itu pergi meninggalkannya karena ia ingin menemui Azva. Ia tidak ingin tambah menyakiti hati Reyhan jika ia mengatakan akan menemui Azva. Pasalnya, setelah ia mengatakan bahwa ia menyukai orang lain dan bukan Reyhan, Natasha melihat kehancuran cowok itu. Hanya dengan melihat mata Reyhan, Natasha tahu bagaimana terlukanya hati Reyhan. Jelas, ia berteman dengan Reyhan bahkan sejak baru lahir ke dunia.
Natasha sudah pernah bilang waktu itu, jika ia bisa memilih kepada siapa ia akan jatuh cinta, tentu Reyhan yang dipilihnya.
Tidak butuh waktu lama untuk sampai di kamar inap Azva. Setelah pintu terbuka, Natasha mengedarkan pandangannya. Namun, hanya sepi yang ia dapat. Bukan, bukan sepi karena tidak ada yang menjenguk Azva. Tapi benar-benar sepi. Tidak ada orang di dalam sini.
Natasha benar-benar yakin ini adalah kamar Azva. Kamar yang sering ia singgahi untuk menonton film dengan Azva. Tapi, kemana cowok itu? Kenapa ia tidak ada di sini?
Setelah Papinya mendorong kursi roda Natasha ke dalam, Papinya bertanya, “Kok sepi, Sya?”
“Aku juga nggak tau, Pi. Ini bener kamarnya Azva kan? Apa aku salah, ya? Tapi, seinget aku sih ini kamarnya.”
“Ya sudah kalau begitu, mau Papi tanyain ke susternya nggak?”
Natasha menoleh ke belakang, tempat Papinya berada. “Iya, Pi. Tanyain. Aku tunggu di sini.”
Adam mengangguk. Lalu berjalan ke luar kamar Azva tanpa menutup pintu. Jadi, jika ada sesuatu hal yang terjadi kepada puterinya, ia langsung bisa mendengar suara Natasha.
Setelah Papinya pergi, Natasha kembali mengedarkan pandangannya ke seisi ruangan. Pikirannya berkecamuk, bingung kenapa Azva tidak ada di sini sekarang. Tidak mungkin jika Azva sedang jalan-jalan ke taman. Karena barang-barang cowok itu saja sudah tidak ada di sini. Lalu, apa Azva sudah pulang? Bisa jadi. Mungkin saja keadaan Azva membaik sehingga diperbolehkan pulang.
Natasha memajukan kursi rodanya sendiri. Berusaha mendekati ranjang Azva. Dielusnya kasur yang pernah Azva tiduri ini. Ia rindu dengan cowok sejuta senyum itu. Tapi akankah ia akan bertemu dengan Azva lagi? Karena sampai sekarang ia belum mengetahui alamat rumah Azva.
Tangannya terus menelusuri kasur, sampai matanya berhasil menangkap ada sesuatu di bawah bantal. Natasha tidak bisa memastikan benda apa itu. Namun, karena penasaran, Natasha mengangkat bantal dan mengambil sesuatu yang ada di bawah bantal itu. Rupanya kertas yang terlipat rapi.
Natasha membalik kertas itu. Di balik kertas yang masih terlipat rapi itu terdapat tulisan yang lumayan bagus dengan isi: Suster, kalau menemukan surat ini jangan dibuang, ya. Tolong berikan ke Natasha di kamar Melati nomor 3. Kalau nggak ada, apa Suster mau mengirim ke rumahnya? Kalau nggak mau juga nggak apa-apa kok, Sus.
Natasha mengernyit. Surat ini ditujukan untuknya. Apa surat ini ditulis oleh Azva?
Rasa penasaran Natasha semakin menjadi. Dibukanya lipatan kertas itu. Ternyata bukan hanya kertas kecil, melainkan kertas folio bergaris. Natasha memulai membaca tulisan yang ada di dalamnya.
Halo, Nat! Apa kabar? Aku harap kamu baik-baik aja setelah operasi itu.
Ternyata surat ini benar-benar ditulis oleh Azva. Mengetahui hal itu, Natasha semakin bersemangat untuk membaca surat yang ditulis oleh cowok itu. Sebenarnya apa isinya sampai-sampai cowok itu harus menyampaikan dengan surat?
KAMU SEDANG MEMBACA
Sideness
Teen Fiction(Completed) Setiap cerita pasti memiliki peran antagonis. Ketika dua anak manusia sedang menjalin hubungan, pasti ada perusaknya. Kesal? Ya, kita pasti membenci perusak itu. Ketika kita sedang menikmati suatu kisah cinta, kenapa si perusak itu harus...