Dua Puluh Dua

1.1K 123 32
                                    

Hari kedua Mami Natasha dirawat. Namun, maminya tak kunjung sadar. Dan seperti kata dokter, maminya mendapat penanganan lebih lanjut. Ternyata cairan empedu sudah memenuhi hati maminya sehingga menyebabkan maminya tak kunjung sadar.

Hal ini membuat Natasha memutuskan menetap di rumah sakit. Menemani maminya. Meskipun papinya memaksa agar ia pulang, Natasha tetap menolak. Masa iya, Natasha tega meninggalkan maminya yang sedang koma.

Dan di sinilah ia. Karena hari sudah cukup sore dan Natasha merasa bosan, ia lagi-lagi pergi ke taman rumah sakit. Menunggu Azva. Mereka sudah memiliki janji untuk bertemu di sini lagi setelah Natasha selesai menceritakan masalahnya kemarin. Natasha merasa cocok dengan Azva. Selain karena cowok itu memang baik hati, mereka memiliki nasib yang sama dan cowok itu juga memiliki senyum yang menenangkan.

Dikejauhan Azva terlihat menuju ke kursi taman dibantu oleh seorang suster. Kata Azva, sore hari bundanya pulang untuk menyambut ayahnya yang pulang kerja lalu kembali lagi ke rumah sakit esok hari setelah ayahnya berangkat kerja. Natasha tersenyum miris mengingat hal itu. Ternyata, di balik senyum yang selalu Azva tunjukkan, cowok itu kesepian.

Azva tiba di hadapan Natasha. Setelah mengucapkan terimakasih kepada suster yang membantu mendorong kursi rodanya, Azva beralih ke Natasha lalu tersenyum.

Natasha jadi berpikir sendiri. Andaikan saja ia tidak sedang benar-benar sendirian dan banyak masalah, apa ia mau berteman dengan Azva? Apa ia akan dipertemukan dan mengenal cowok dengan sejuta senyum itu?

Mungkin, pertemuannya dan Azva adalah takdir. Takdir mereka adalah saling melengkapi.

"Nat, kok kamu melamun aja?" Azva melambaikan tangannya di hadapan wajah Natasha.

Natasha tersenyum. Sambil menatap Azva ia bertanya, "Bunda kamu udah pergi?"

Setelah kemarin Natasha mencurahkan isi hatinya kepada Azva, Natasha memutuskan memakai panggilan yang sama.

"Kalo Bunda belum pergi, aku nggak mungkin dong ada di sini." Azva melirik ruang kosong di samping tubuh Natasha. "Nat, kamu mau bantu aku duduk di samping kamu?"

Natasha mengangguk. Lalu membantu tubuh Azva yang sangat lemah itu berdiri dari kursi rodanya dan menuntunnya agar duduk di ruang kosong di sampingnya.

Kemarin, Natasha dan Azva sama-sama menceritakan masalah yang dialami mereka masing-masing sampai langit berubah menjadi gelap. Bahkan, kalau saja tidak ada seorang dokter yang mendatangi Azva dan memarahinya habis-habisan karena udara malam tidak baik untuk kesehatannya, Azva dan Natasha tidak akan beranjak sampai subuh.

Azva bercerita bahwa ia memang sama sekali tidak mempunyai teman. Selama ini ia sekolah dalam sistem homeschooling. Jika punya teman, pasti orang itu akan langsung meninggalkannya setelah mengetahui penyakitnya. Dulu, ia tinggal di rumah namun tidak ada yang menganggapnya. Azva terisolasi di dalam rumahnya sendiri. Ia tidak boleh makan bersama di ruang makan. Ia hanya bisa memperhatikan kakak dan adiknya yang membawa temannya ke rumah dari jendela kamar. Dan sekarang, saat keadaannya sudah semakin memburuk dan Azva harus berada di rumah sakit, tidak satupun dari keluarganya yang datang ke sini kecuali bundanya.

Natasha pun sama. Ia menceritakan semua yang dialaminya belakangan ini. Tentang Kevin, Reyhan, keadaan maminya, bahkan kesalah pahaman antara ia dan teman-temannya.

"Mami kamu udah baikan, Nat?"

"Mami koma. Aku nggak tau apa yang harus aku lakuin."

Azva menoleh ke arah Natasha. "Mami kamu koma?"

"Iya. Dokter bilang, cairan empedu udah menuhin hati Mami." Natasha menunduk. "Kenapa harus Mami sih, kenapa nggak aku aja."

"Sst, kamu nggak boleh ngomong begitu. Seharusnya kamu bersyukur kamu sehat. Kamu tau? Pasti Mami kamu akan mengatakan hal yang sama ketika kamu ada di posisi Mami kamu. Soalnya, Bunda aku juga pernah bilang begitu."

SidenessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang