Dua Puluh Tiga

1.1K 122 38
                                    

"Kok kamu nggak bilang-bilang dari kemarin-kemarin sih, By?"

Bella berjalan mondar-mandir di hadapan David dan kedua temannya. Setelah mendengar penjelasan David tentang insiden kemarin, Bella jadi merasa bersalah. Seharusnya ia menenangkan sahabatnya, bukannya malah meninggalkannya dan berpikir yang tidak-tidak.

"Abisnya kamu, main pergi gitu aja. Pake segala nggak mau ketemu aku segala lagi," gerutu David.

Memang, David baru bisa menjelaskan tentang insidennya dengan Natasha sekarang. Pasalnya, setelah insiden itu Bella malah menyetop taksi dan langsung pulang ke rumahnya. David sebenarnya menyusul. Namun, Bella menyuruh satpam di rumahnya mengusirnya begitu ia datang.

Kemarin juga Bella tidak masuk sekolah dan malah mengurung diri di kamarnya. Akhirnya mau tak mau David juga ikut membolos. Namun, tetap saja Bella tidak mau bertemu dengannya.

"Terus kita harus gimana nih?" Daina melirik Bella yang masih berjalan mondar-mandir. "Daripada lo mondar-mandir nggak jelas gitu, mending lo pikirin deh gimana caranya biar kita bisa minta maaf sama Tasya."

Bella berhenti berjalan mondar-mandir dan beralih duduk di kursi sebelah David. "Gimana, ya?"

Queen menghela napasnya. "Ya mau gimana lagi? Tasya nggak masuk kan dari kemarin. Udah gitu hapenya nggak aktif lagi."

"Kenapa nggak kalian susul ke rumahnya aja sih?"

"Oh, iya bener! Ya udah, nanti kamu anterin kita ke rumah Tasya, ya, By?"

David memenuhi permintaan Bella. Setelah bel pulang sekolah berbunyi, cowok itu mengantar Bella, Daina, dan Queen ke rumah Natasha dengan mobilnya.

Ketika mobilnya sudah terparkir di luar pagar rumah Natasha, seorang pria berusia kira-kira empat puluh tahunan langsung menghampiri mereka.

"Siang, ada yang bisa dibantu?"

Queen langsung ke luar begitu mendengar sapaan satpam rumah Natasha yang sudah ia kenal. Mungkin satpam yang bernama Pak Jojo itu tidak melihat mereka mengingat kaca film mobil David yang berwarna gelap. Karena biasanya, jika Queen, Daina, dan Bella yang bertamu, pasti Pak Jojo langsung membukakan gerbang.

"Eh, Neng Queen. Masuk-masuk."

Ternyata benar dugaan Queen.

"Tasya ada di rumah nggak sih, Pak?" ucapan Queen kali ini membuat Pak Jojo mengurungkan niatnya untuk membuka gerbang.

"Loh, emang Neng Queen nggak tau?" tanya Pak Jojo bingung.

"Tau apa Pak?"

"Neng Tasya kan lagi di rumah sakit sama Bapak. Ibu sakit."

Queen kaget. "Be-beneran Pak? Jangan bercanda."

"Yeee si Eneng. Masa Pak Jojo berani bercandain beginian sih. Ibu sakit beneran. Komplikasi hati kata Bapak. Terus sekarang lagi koma. Kemaren Bapak nelpon, terus bilangnya begitu."

Seketika bahu Queen merosot. Kakinya lemas. Ia sangat merasa bersalah kepada Natasha. Ia merasa tidak becus menjadi sahabat. Sahabat mana yang meninggalkan sahabatnya ketika sedang benar-benar butuh dukungan?

Sementara Bella, Daina, dan David langsung ke luar dari mobil begitu mendengar ucapan Pak Jojo.

"Pak Jojo jangan bercanda kayak gini dong. Tante Retta sehat-sehat aja juga," ketus Daina begitu sampai di sebelah Queen.

"Ya ampun Neng. Beneran deh. Pak Jojo nggak bohong. Sumpah deh. Pak Jojo juga awalnya nggak nyangka." Pak Jojo menghela napas. "Kasian Neng Tasya. Kayaknya dia syok berat. Dari kemaren aja nggak pernah pulang."

SidenessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang