11

953 208 28
                                    


Pagi itu Hyungseop melangkahkan kakinya dengan santai melewati koridor sekolah yang masih belum tampak terlalu ramai--inilah salah satu alasan mengapa Hyungseop lebih suka berangkat lebih awal.

Bibir merah mudanya sesekali bersenandung kecil ketika lagu yang terputar diheadphone  masuk ke pendengaran Hyungseop.

Di depan loker berstiker kelinci tersebut Hyungseop menghentikan senandungannya, membuka pintu loker seraya memasukkan beberapa barang yang tak ia butuhkan dan mengambil barang yang ia butuhkan.

Pergerakan Hyungseop terhenti ketika ia menemukan secarik kertas berwarna hijau terang seakan meminta untuk segera ia ambil.

'Aku pinjam buku sejarahmu ya ? aku lupa belum mengerjakan tugas hehe'-Woojinmu

Isi dari kertas tersebut.

Hyungseop sontak segera menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, seraya membentuk pout kecil dan menyunggingkan senyumannya.

Woojin terkadang memang iseng menyelipkan sebuah note yang sebenarnya ia bisa saja menghubungi Hyungseop langsung lewat pesan, daripada ia harus menyelipkan secarik kertas lewat celah loker milik Hyungseop.

Tapi entahlah justru itu merupakan satu hal dari sekian hal lainnya yang membuat Hyungseop merasa jika Woojin itu manis.


Iya, manis.



Brakkk



Hyungseop mengerjapkan mata dengan gerakan terjekut, satu tangannya sudah spontan mengusap dada tatkala ia mendengar benturan keras dari arah sebelah kanannya.

Seseorang nampak tengah bergumam tak jelas sambil membenturkan pintu lokernya beberapa kali.

Hyungseop menyipitkan kedua mata, berusaha mempertajam penglihatannya dan memastikan siapa yang tengah marah-marah tak jelas sepagi ini di sekolah ?

Seorang pria berperawakan jangkung, tangannya nampak sibuk berkelut dengan dasi yang terlihat tak terpasang dengan benar di lehernya.

Bibirnya terus mengeluarkan protes yang membuat siapa saja yang melihat itu lebih memutuskan untuk tidak mengusiknya.

Begitu juga dengan Hyungseop, ia melirik sekilas dan segera mengalihkan lagi pandangannya ke arah loker miliknya sendiri.

"Kenapa sulit sekali!" suara deep tersebut terdengar cukup keras di pendengaran Hyungseop yang kini tak lagi tengah mendengarkan musik dari headphone.


Hyungseop mengenalinya


Pria yang berada di lapangan basket tanpa banyak berkata, yang berada di asrama dan bersikap dingin, yang beberapa hari lalu menatap Hyungseop dengan tatapan kecewanya, adalah orang yang sama dengan pria yang tengah marah-marah dengan dasinya kini.



Guanlin




Brakk



Suara benturan keras itu kembali Hyungseop dengar.

Guanlin kini nampak menyandarkan punggung pada loker-loker yang berada di belakang tubuhnya, menghela nafas dengan kasar dan menarik dasi yang ada di lehernya dengan gerakan kasar pula.

Bukan tidak bisa, Guanlin hanya sedang tak fokus pada apapun yang dia lakukan akhir-akhir ini, dan akhirnya berujung kesal pada dirinya sendiri.

Hyungseop sudah berniat untuk mengambil langkah pergi dari tempat itu setelah mengunci pintu lokernya tadi, namun gerakan kakinya terlihat ragu.

Mengabaikannya ? atau membantunya ?

Guanlin menundukkan kepala, berusaha memperbaiki emosi dengan menarik dan menghembuskan nafasnya secara perlahan.

Hingga kehadiran sepasang kaki di hadapan Guanlin kini membuat ia sontak mendongakkan kembali kepalanya.


"Mau kubantu ?"


Guanlin tak menjawab, dan Hyungseop sudah menduga pasti dia akan mendapat respon seperti itu.

Tapi bukan Hyungseop namanya jika ia mengabaikan orang-orang disekitar ketika ia merasa orang tersebut tengah membutuhkan bantuan.

"Sepertinya kau kesulitan memakai dasimu, mau kubantu tidak ?"

Guanlin nampak belum juga menjawab, entah karena ia merasa bingung atau terkejut atau apapun itu membuat kedua mata Hyungseop menatap kearahnya seolah menuntut jawaban.

"Hm"

Lagi-lagi hanya jawaban semacam itu yang Guanlin keluarkan.

Hyungseop tak berkata apa-apa lagi, kedua tangannya kini meraih dasi milik Guanlin dan melepaskan ikatannya yang terlihat tak beraturan.

Keadaan hening, Hyungseop tengah sibuk membentuk simpul dasi milik Guanlin, dan Guanlin sibuk menata detak jantungnya agar tak bekerja secepat sekarang ini.

"Tidak perlu marah-marah seperti tadi, kau tak akan bisa melakukannya jika dengan perasaan kesal seperti itu"

Mendengar rentetan kalimat dari suara lembut tersebut dalam situasi dimana hanya ada Hyungseop dan Guanlin berdua saja.

Rasanya Guanlin tak ingin hal itu cepat berlalu, tetapi di sisi lain juga ia terus merasa bingung tentang apa yang sebaiknya ia lakukan.

"Nah, sudah"

Ujar Hyungseop sambil mengambil langkah mundur dari hadapan Guanlin, membuat Guanlin tak lagi bisa menyesap aroma shampo yang tercium dari puncak kepala sunbae-nya tersebut.

Hyungseop berniat segera pergi darisana, karena ia tau tak akan ada respon apapun lagi dari pria jangkung ini.

Dan Guanlin, nampak menimbang-nimbang sesuatu hingga...

Hyungseop merasakan sebuah tangan hangat menangkap pergelangan tangan sebelah kiri miliknya, membuat langkah Hyungseop terhenti dan kepalanya menoleh ke belakang.

"Terima kasih"

Guanlin yang mengucapkannya.

Membuat Hyungseop menampilkan senyuman simpul seraya mengangguk pelan.

Dan seperkian detik setelah itu Hyungseop merasakan rangkulan hangat di pergelangan tangannya tadi terlepas seiring sosok Guanlin yang berjalan mendahuluinya dengan langkah tergesa.

Baru kali ini Hyungseop menemukan orang se-kaku Guanlin.








TBC

Gue yg ngetik gue yg ambyar:" guanseop gue ututu~
vomment ditunggu selalu✌

Stalkernya Hyungseop [COMPLETE]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang