tiga

503 80 5
                                    

[Bintang]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Bintang]

Kebetulan adalah suatu kejadian yang terjadi atas dasar ketidaksengajaan, kejadian yang tidak direcanakan, namun patut untuk disyukuri. Tiga kali kebetulan indah yang terjadi dalam hidup gue adalah saat pagi itu tidak sengaja bertemu dengannya di kafe depan kampusnya saat membeli coffee, saat melihatnya di perpustakaan kampusnya dari siang hingga sore harinya, dan saat ini, saat di bandara menuju ke kota romastis yang terkenal dengan menara yang sering di sebut epel oleh kebanyakan masyarakat Indonesia, Paris. Tiga kebetulan yang gue sebutkan itu, bisa di bilang masuk ke dalam tiga kebetulan terindah dalam hidup seorang Bintang, hebat ya.

Malam ini, baru saja gue menginjakkan kaki kanan gue, yang sengaja dikeluarkan duluan dari yang kiri, lagi-lagi gue harus bersyukur karena sebuah kebetulan yang bisa dikategorikan sebagai nikmat tuhan yang memang tidak dapat di dustakan. Sepertinya susunan pahala gue sedang banyak, jadi tuhan sedang kasih gue hadiah berupa senyuman manis yang sekarang sedang menempel erat pada bibir merahnya, sambil dengan santai menumpukan lengannya pada troli berisi dua buah koper yang gue yakini miliknya tersebut, ia berhasil menarik perhatian gue hanya dengan tertawa santai bersama beberapa orang disekitarnya.

Sebuah kebetulan selalu menimbulkan respon yang bervariasi dari tiap individu. Melamun sambil menikmati keindahannya adalah respon dari sebuah kebetulan yang sedang gue berikan saat ini.

"Bin, kopernya." Tepukan pundak yang Ibu berikan berhasil menyadarkan anaknya ini dari lamunan, yang menurut gue sangat berfaedah, di malam hari.

Dengan sigap gue berjalan menuju bagasi mobil, menurunkan koper yang berisi bekal untuk gue tinggal di Paris selama dua bulan kedepan. Hari ini, atas paksaan ayah, gue harus setuju untuk ikut semacam program pertukaran budaya yang dilaksanakan di Paris. Kebanyakan orang mungkin akan senang, tapi tidak dengan gue. Meninggalkan ibu dan seorang adik perempuan di rumah hanya bersama ayah bukanlah hal yang patut disenangi. Mengingat ayah gue bukan orang yang sabar dan bisa di bilang ringan tangan.

Tiga hari gue habiskan berdebat dengan ayah hingga harus keluar rumah dan memilih untuk merepotkan dua teman gue, yang untungnya nggak keberatan gue repotin. Nggak tau juga sih ya mereka keberatan atau nggak, tapi kalaupun keberatan juga gue akan dengan senang hati tetap merepotkan mereka. Tiga hari belakangan gue habiskan menginap di rumah Galang dan Darel, pindah-pindah aja kerjaannya, sampai tante Metta, mamanya Darel, bilang,

"Nggak sekalian panggil mama aja, Bin?"

"Boleh deh, Ma." Goda gue dan hanya di balas senyuman oleh tante, eh mama Metta.

Tapi semuanya harus disudahi ketika ibu datang ke rumah Darel, membujuk gue untuk pulang dan mengikuti kemauan ayah. Tujuannya tidak lain hanya ingin gue dan ayah berhenti bertengkar. Dan disinilah gue sekarang, di bandara menuju Paris.

"Hati-hati ya disana, jangan lupa sholat." Ibu membuka pembicaraan sesaat setelah kami duduk di salah satu tempat ngopi di bandara. Tangannya dengan lebut menyisir rambut gue yang, seperti biasa, lumayan berantakan.

Félicité [KTH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang