[Bintang]
Mencari kebahagiaan gue adalah salah satu misi yang tiba-tiba gue munculkan ketika gue sudah sampai di Indonesia. Awalnya gue berpikir untuk sebaiknya nggak lagi mencari dia, karena gue tahu akhirnya mungkin nggak akan berjalan dengan mulus. Ini sudah 4 tahun gue dan dia nggak ketemu, nggak berkabar, dan seperti nggak mengenal satu dengan yang lainnya. Tapi sepertinya gue harus cari dia lagi sekarang.
Di Jakarta inilah gue bertemu lagi dengan salah satu kakak tingkat gue yang kebetulan satu universitas waktu di Paris. Karena sama-sama orang Indonesia, jadi kita cukup sering menghabiskan waktu bareng kalau memang ada waktu luang, dan sekarang, sekaligus silaturahmi, gue memutuskan untuk mendatangi kantornya yang ada di Jakarta ini.
"Udah 4 tahun, yakin dia masih kenal lo?" Tanyanya saat gue menyampaikan tujuan gue datang ke Jakarta. Gue hanya tersenyum sambil mengangguk, "yaudah, cari deh, daripada lo jomblo terus, nggak baik Bin."
Kakak tingkat gue ini memang tahu betul bagaimana hidup gue di Paris. Gimana gue sering menolak pergi ke klub atau sekedar makan bersama wanita, ya simpelnya, dia tahu betul bagaimana gue nggak mau kenal terlalu dekat dengan teman wanita atau pacaran selama di Paris, alasannya cuma satu,
"Yang gue mau itu nggak ada di Paris, dia masih di tanah air."
Karena memang begitu kenyataannya. Empat tahun memang bukan waktu yang singkat untuk melupakan, tapi bukan berarti akan jadi semudah itu untuk melepaskan semua ingatan yang masih gue pegang erat ini. Mau bagaimanapun gue mencoba, tetep aja pikiran gue ini masih tertuju sama Kalyca. Mungkin karena perasaan gue ini belum selesai, belum seluruhnya juga gue kasih buat dia. Jadi nggak akan adil kalau gue ini akhirnya lupa sama dia, meskipun gue nggak tahu gimana Kalyca disini. Apa dia udah punya pacar lagi, atau belum. Tapi yang jelas, gue masih pingin terus jaga perasaan gue ini buat dia.
"Yaudah, gue do'a in cepet ketemu deh. Biar cepet jelas, jangan kayak gue."
"Emang lo kenapa?"
"Lo aja nggak mau cerita, masa gue duluan yang cerita?" Gue tertawa, begitu juga dia.
"Yaudah, gue pamit ya. Lebih cepet mulai lebih baik." Dia berdiri, mengantar gue keluar ruangannya, sekalian nyemangatin gue yang nggak usah di semangatin pun udah semangat.
Baru saja sampai mobil, baru ingat kalau ibu sengaja membawakan kue sebagai buah tangan untuk berkunjung dan belum gue berikan. Dengan terpaksa gue harus turun lagi, masuk ke kantornya. Belum sampai masuk ke ruangannya, gue harus terdiam beberapa meter di depan pintu ruangannya yang kebetulan terbuat dari kaca. Kebahagiaan gue di sana, berdiri dengan cantiknya sambil tersenyum pada orang di depannya, yang tidak lain adalah Gibran, kakak tigkat gue.
Seakan menjawab doa yang baru diberikan, secepat itu gue menemukan kembali kebahagiaan gue. Tapi sepertinya sudah terlambat untuk sekedar menyapa lagi, karena sepertinya dia sudah jadi kebahagiaan yang lain. Gue kembali ke mobil, masih menenteng tentengan yang harusnya gue berikan, namun tidak. Cukup lama gue berdiam di dalam mobil, hingga gue lihat dia berjalan keluar gedung dan memasuki salah satu mobil di sana. Dia masih sama, masih berhasil membuat gue jatuh cinta hanya dengan melihat dia berjalan saja. Hanya bedanya, sekarang dia sudah ada yang punya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Félicité [KTH]
Roman d'amourBe careful because butterfly can be wasps. When your stomach flutters and your hand shakes and your cheeks flush, sometimes it's not love, it's pain. - a.r. [book 1] In BAHASA INDONESIA.