[Kalyca]
Aku pikir ada banyak hal yang dapat ku pelajari selama stay di Paris. Dari mulai pelajaran sejarah yang biasanya lebih banyak ku tinggal daydreaming selama dua jam penuh dari pada memberi perhatian pada slide atau papan tulis yang sudah penuh dengan tulisan guruku, karena tidak semua hal pantas mendapat perhatian Kalyca loh.
Tapi tiga minggu ini, pria ini mengajarkanku lebih dari sekedar hal-hal bersejarah di Paris, dia bahkan sukses mendapat perhatianku, sepenuhnya. Bahkan mungkin jalan-jalan keliling kota ini sekaligus belajar budayanya akan lebih menarik dan menyenangkan jika ada dia. Cara bicaranya yang semau dia itu, membuatku harus lebih teliti membedakan, kapan ia sedang bercanda, kapan ia serius. Karena terkadang, yang serius bisa ia jadikan candaan, begitupun sebaliknya.
Tiga minggu aku mengenal pribadinya, berhasil membuatku merasa nyaman dan cukup terbuka. Maksudku, kami tak butuh waktu banyak untuk menjadi dekat, tak butuh waktu banyak juga untuknya mengetahui hal-hal tentangku, begitupun aku. Meskipun belum banyak hal yang sama-sama kami ketahui, tapi aku merasa sudah cukup terbuka denganya. Seperti kebiasaan yang selalu aku lakukan dan selalu ia permasalahkan, meskipun sebenarnya bukan hanya dia yang mempermasalahkannya, namun ia sangat strict tentang hal itu. Seperti beberapa hari yang lalu, saat kami bertemu di gedung karantina,
"Kalyca, kenapa hobi banget bengong, sih?"
"Nggak tau ya, enak aja gitu rasanya, kayak istirahat sejenak tanpa tidur?"
"Jangan kebanyakan bengong, Kal. Apalagi sendirian."
"Kenapa gitu?"
"Ya kalo sendirian nanti ilang, gimana? kayak waktu itu. Bengongnya kalo lagi sama saya aja, biar nggak ilang." Saya. Itu yang selalu ia ucapkan sebagai pengganti namanya. Kenapa harus saya coba, kenapa nggak aku atau gue aja.
"Lagian kebanyakan bengong itu nggak bagus, kalo kesurupan gimana? Bahaya loh, Kal."
"Yaudah, bengongnya kalo lagi sama kamu aja ya, biar nggak bahaya."
"iya, kalo lagi sendiri terus mau bengong, bilang saya dulu ya, nanti di temenin." Aku terkekeh. Lihat? Bagaimana obrolan serius ini dia buat bercandaan?
dan sekarang. aku sedang melaksanakan kebiasaan aku yang dia permasalahkan itu, melamun. Tapi kali ini sesuai perjanjian, dia ada disini, menemaniku melaum biar nggak bahaya. Tidak bisa disebut menemani juga ya, lebih tepatnya dia yang jadi objek melamunku. Untuk kesekian kalinya kami duduk di kafe pertama yang kami kunjungi bersama saat di Paris, hanya untuk sekedar ngobrol santai sambil menikmati udara Paris. Aku, yang hanya mendengarkannya berbicara dengan bahasa prancis ini, duduk di hadapannya, meletakkan kedua tanganku di atas meja dan menumpukan wajahku di atasnya. Memandanginya sambil melamun. Aksennya memang nggak kental, tapi aku selalu senang mendengarkannya berbicara, jangan tanya kenapa, aku juga nggak tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Félicité [KTH]
RomanceBe careful because butterfly can be wasps. When your stomach flutters and your hand shakes and your cheeks flush, sometimes it's not love, it's pain. - a.r. [book 1] In BAHASA INDONESIA.