tujuh belas

315 53 5
                                    

[Gibran]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Gibran]

Mungkin malam ini bisa di umpamakan sebagai pelangi setelah hujan. Kenapa? Karena setelah beberapa hari bahkan mungkin lebih dari seminggu gue dan Kalyca bisa di bilang nggak baik, atau lebih tepatnya memang gadis ini yang, gue rasa, sengaja menjauh dari gue, akhirnya Kalyca mengajak gue untuk bertemu. Meskipun cuma dengan satu pesan singkat yang ia kirim ke gue siang ini, sesingkat,

"bisa ketemu?"

tapi yang penting itu bukan singkatnya, tapi isi dari pesan yang singkat itu. Gue nggak tau kenapa Kalyca tiba-tiba minta ketemu, padahal biasanya gue ajak untuk sekedar ngopi aja susah banget, apa mungkin insiden nangisnya dia kemarin itu sedikit banyak mengubah pikirannya atau mungkin yang lain. Tapi yang pasti, gue ini sedang dibuat senang karena akhirnya Kalyca mengajak gue untuk bertemu.

Disinilah akhirnya gue duduk, di salah satu restoran yang anehnya nggak ramai padahal makanannya ini enak banget. Bisa di bilang jadi salah satu restoran yang sering gue dan Kalyca datangi di 6 bulan belakangan, karena ya makanannya enak, tapi mungkin karena sepi juga. Karena Kalyca yang nggak terlalu suka ramai dan gue juga nggak mau di ganggu dengan kebisingan kalau lagi sama gadis ini. Karena sekedar liatin dia yang fokus makan sambil sesekali menyelipkan anak-anak rambutnya yang nggak ikut terikat itu ke belakang telinganya adalah sebuah obat penawar lelah akibat sibuk seharian.

"Hai, maaf ya telat, macet parah." Kalyca tiba-tiba datang, membuyarkan lamunan gue. "Udah pesen?" Tanyanya, yang gue balas gelengan pelan.

Dia membuka menu yang memang sudah ada di atas meja, melihat-lihat daftar makanan yang gue tahu sebenarnya dia sudah hafal tapi tetap saja dilihat. Nggak lama setelahnya dia memanggil pelayannya untuk menerima pesanan. Dan pesanannya juga masih sama, Fettucini carbonara.

"Kamu dari kantor tadi?" Gue membuka pembicaraan setelah mbak-mbak yang menerima pesanan kita pergi. Dia mengangguk sambil tersenyum. "Gimana kamu seminggu belakangan? Banyak kerjaan?"

"Lumayan, ada beberapa investor baru yang masuk juga, jadi masih sibuk meeting sana sini." Katanya, nggak lupa sambil menghela napas lucu karena terlalu lelah. "kamu gimana?"

"Nggak mau cerita ah, aku maunya denger kamu cerita." Kalyca mengangkat alisnya, "Kamu ngapain lagi selain meeting?" Kalyca terkekeh.

"Ya ngapain ya," Katanya, "Hang out sama temen, nyobain cafe baru di deket kantor, dateng acara keluarga, terus ke exhibition lukisan." Kalyca berhenti, bisa gue lihat ekspresinya mulai berubah.

"Kenapa? Nggak asik pamerannya?"

"Asik kok," Katanya, "Lumayan." Dia mengoreksinya. Ada jeda beberapa menit kita diam. Gue masih terus membaca raut wajahnya yang seketika berubah, dan Kalyca yang masih diam seolah menimbang tentang apa yang ingin ia bicarakan setelahnya. Disinilah gue mulai merasa ada yang mengganjal untuk Kalyca, membuatnya jadi sedikit lebih berbeda. Perasaan gue juga berubah jadi kurang enak, tapi tetep, gue masih nggak tau ada apa.

Félicité [KTH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang