lima •part 1•

426 58 2
                                    

[Bintang]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Bintang]

Terhitung sudah tiga hari gue ada di kota yang bisa dibilang sudah nggak asing lagi. Dulu gue pernah kesini, waktu masih SMA, untuk mengunjungi adik ibu gue, Om Ryan, yang tinggal di Paris untuk melanjutkan pendidikannya. Jadi ya, kalau di tanya jalan, gue nggak buta-buta banget. Seperti hari ini, gue berdiri di depan lukisan yang lumayan besar, bukan untuk memandangi lukisannya, namun memandangi gadis yang berdiri didepannya. Gadis ini sedang melamun melihat ke arah lukisannya, sampai nggak sadar kalau dia udah di tinggal sama rombongan.

"Kal-"

"Hai." Gue menyapa teman Kalyca yang berniat menyadarkan temannya ini dari lamunan.

"Iya, hai." Begitu jawabnya, ekspresinya sangat menunjukkan kalau dia bingung sekaligus kaget. Iyalah, belum kenal banget udah sok kenal gini gue.

"Temennya Kalyca ya? Biarin aja Kalycanya bengong dulu, saya jagain. Mba nya lanjut aja sama rombogngan." Dengan pedenya gue menawarkan jasa penitipan anak ke mba ini, kalau nggak salah namanya Sinta.

"Eh? Kalo ketinggalan gimana?"

"Saya hafal jalan pulang kok, inshaallah temennya aman." Sinta terkekeh melihat gue yang tersenyum sambil mengacungkan jempol. Sebenarnya, gue juga nggak tau kenapa gue ngacungin jempol. Sinta mengangguk setuju dan pergi meninggalkan kami berdua.

Kalyca masih fokus pada lukisan itu, tapi gue yakin pikirannya lagi jalan-jalan keliling kota, atau mungkin sudah keluar kota?

Tiga hari ini gue habiskan dengan masuk ke berbagai kelas di gedung karantina, memperhatikan berbagai pelajaran, yang bisa dikategorikan sebagai sejarah dan budaya, di kelas-kelas. Tiga hari juga gue jadikan kesempatan untuk mengetahui beberapa hal tentang Kalyca. Salah satu kebiasaannya yang satu ini sukses membuat gue tertawa sendiri bahkan terkadang ikut asik melamun. Kalyca itu hobi banget melamun, nggak tau apa aja yang dia lamunin, tapi yang pasti dimanapun dan kapanpun ada waktu, pasti dia akan melamun. Seperti sekarang, gue yakin dari tadi tour guide nya jelasin panjang lebar tentang lukisan dan museum ini, Kalyca pasti nggak dengerin. Alasannya cuma satu, melamun.

Sejujurnya, gue suka liat di melamun kayak sekarang, sama hal nya seperti saat dia tidur di pesawat, wajahnya yang tanpa ekspresi itu terlihat sangat tenang, dan itu sukses membuat gue ikutan tenang. Gue pernah punya pikiran, di kasih makan apa ya dia sama orang tuanya, diem kayak gini aja udah menarik, heran.

"Kalyca." Udah setengah jam gue liatin dia ngelamun sendirian, nggak akan baik kan kalau terus-terusan dibiarkan. Gue panggil namanya, tapi tidak ada respon yang ia berikan.

"Ms. Shana." Kali ini gue tepuk pelan pundaknya, membuat dia sedikit kaget yang menengok ke arah gue. Ini serius ya, dia nggak jelek pas lagi kaget, malah sebaliknya.

"Bintang ih, kaget." Sekarang keningnya berkerut lucu, membuat gue sedikit tertawa.

"Jangan bengong, Kal. Kalo hilang gimana?" Kalyca menghela nafas lalu menjalankan pandangannya ke sekitar.

Félicité [KTH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang