sembilan belas

322 53 4
                                    

"I did fall so damn hard so that I couldn't find the way up."


[Bintang]

Entah sudah berapa lama dia ada di depan gue. Duduk dengan manisnya, sambil menautkan jemarinya di atas meja. Sesekali menatap gue lalu mengalihkan lagi pandangannya ke sekitar, mencoba sangat keras untuk tidak tersenyum. Gue tau, dari bagaimana pipinya itu berubah kemerahan setiap kali tidak sengaja mengarahkan pandangannya ke arah gue yang sayangnya masih sangat betah memandanginya. Yang memang kenyataannya akan terus selalu betah nggak peduli berapa lama gue harus melakukannya.

Dia berdeham, mencoba mencairkan suasana. Tapi nyatanya gagal, dia masih tetap terlihat gugup dan justru sukses membuat gue terkekeh setelah lama tersenyum hanya dengan memandanginya.

"Jadi.." Mulainya sambil memainkan jemarinya yang sekarang ia lingkarkan pada cangkir coklat panasnya, "Di minum, Bin, nanti keburu dingin." Katanya seraya mengangkat cangkirnya mendekat ke mulutnya, lalu meneguk coklat panasnya. Tapi gue masih diam, rasanya lihat Kalyca minum saja sudah cukup menghilangkan rasa haus yang memang sebenarnya belum datang.

"Stop staring, it creeps me out."

"Its you, Kal." Jawab gue, "In Paris."

"Yes, its me in Paris, so what?" Katanya sambil terkekeh pelan.

"Nothing just got excited," gue berhenti.

"How so? seseneng itu liat aku di Paris?"

"Beyond happy, Kal." Kalyca tersenyum lagi, tapi kali ini lebih lebar, "Karena tau dua hal yang saya suka ada di waktu yang bersamaan itu rasanya... unexplainable." Kalyca tertawa lagi.


Dear God, if this is a dream, then please don't wake me up. At least make it longer.


"Dua hal?" Katanya di sela-sela tertawa.

"Iya Paris, sama kamu. Jadi dua. Terus jadi satu gitu." Jawab gue membuat Kalyca lanjut terkekeh.

"Kamu ya, udah lama nggak ketemu tapi gombalnya itu masih ada. Bingung aku."

"Kalo bingung pegangan." Gue mengulurkan tangan gue yang hanya mendapat pukulan pelan dari Kalyca, "Nggak mau? Ya udah."

"Udah ah, aku capek ketawa." Katanya masih sambil tertawa, lalu menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursinya.

"Lagian siapa yang nyuruh ketawa coba?" Kalyca hanya menunjukkan jarinya ke arah gue tanpa menjawab. Belum sempat gue mengatakan hal lain, ponsel gue tiba-tiba bergetar. Awalnya gue kira Sienna atau John yang akan menelfon, karena ingat gue yang tiba-tiba meninggalkan kantor tanpa izin dan tanpa menyelesaikan pekerjaan gue yang masih menumpuk itu. Tapi ternyata malah nama Mas Ryan yang muncul di sana.

Gue mengangkat ponselnya, mengarahkannya ke arah Kalyca, meminta izin untuk mengangkatnya sebentar karena tidak sopan jika harus langsung mengangkatnya. Kalyca mengangguk dan dengan itu gue bangun dan berjalan sedikit jauh dari sana.

"Halo?"

"Bintang, dimana?"

"Ini masih jam kantor kan, Mas?"

"Iya maksudnya, aduh gimana ya, lo sibuk gak?" Gue menoleh sebentar ke arah Kalyca yang sekarang sibuk dengan coklat panasnya. Meniupnya pelan, membuat asap yang masih melayang-layang itu pergi ke arah yang tidak beraturan. Gue tersenyum sedikit sebelum akhirnya sadar bahwa gue masih tersambung dengan om gue ini. "Bintang."

"Eh iya, Mas, lumayan. Kenapa?"

"Can you come home early? Ada beberapa barang yang harus di pindahin jadi kayaknya gue butuh bantuan." Gue diam, sekali lagi menatap Kalyca yang sudah menatap gue. Lalu bibirnya itu bergerak mengucapkan 'is everything okay?' dan gue mengangguk.

Félicité [KTH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang