[Kalyca]Dari lamanya durasi film La La Land, satu scene ini adalah scene yang paling aku ingat meskipun film itu hanya ku tonton sekali dan pada saat fim itu dimainkan di bioskop. Scene terakhir film, ketika Mia bersama suaminya datang ke salah satu kafe yang pada akhirnya mempertemukannya kembali dengan Sebastian, pianist kesayangannya itu. Ribuan memori yang ia sengaja putar kembali dengan mengganti si pemeran utamanya dengan Sebastian, dan bukan suaminya. Mekipun pada akhirnya, ketika ia keluar dari ruangan tersebut, seutas senyum ia berikan untuk Sebastian, seolah mengisyaratkan bahwa 'I'm doing alright, you should too.' pada mantan kesayangannya itu.
Entah hanya aku yang melihat hal lain yang menyedikan ketika perandaian tentang masa depannya itu sengaja di pertontonkan atau ada orang lain yang sependapat denganku. Perandaian tentang bagaimana jadinya jika Sebastian yang ia nikahi, bersama Sebastian ia hidup dan akhirnya menghasilkan buah hati kesayangan mereka. Bagaimana jadinya juga ketika malam itu ia pergi ke kafe tersebut bersama Sebastian dan bukan suaminya. Aku yakin Mia sudah bahagia dengan hidupnya saat itu, bersama suami dan anaknya, namun aku terus dapat merasakan penyesalan dan kesedihan yang masih tinggal di dalam dirinya. Mungkin tidak besar, namun tetap ada.
Hal ini juga yang akhirnya membuatku terus memberitahu diriku sendiri untuk tidak mengambil keputusan yang bertolak belakang dengan kemauan hatiku, menghindari kemungkinan terjadinya penyesalan sekecil mungkin. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk mampir ke salah satu tempat yang memang hatiku ini ingin kunjungi. Tempat indah yang anehnya terasa sangat familiar padahal baru ku kunjungi satu kali seumur hidupku.
Sebenarnya, kalau ini sebuah skripsi atau buku novel, aku mungkin akan mencantumkan nama Darel Argani pada barisan pertama di halaman terima kasih. Kalau bukan karena dia yang tiba-tiba bertanya tentang Bintang, yang akhirnya membuatku tahu kalau sebenarnya orang itu adalah teman Bintang, mungkin sekarang aku tidak akan sampai di tempat yang indah ini.
Harus ku akui, bertemu dengan Bintang lagi, atau lebih tepatnya menghampiri Bintang ke Paris itu artinya aku benar-benar harus menelan gengsiku sendiri. My self-esteem is at stake. Butuh waktu yang cukup lama hingga akhirnya aku mendapatkan tekad yang bulat untuk pergi ke tempat ini lagi. Dengan harapan aku bisa mendapatkan jawaban yang lebih jelasnya. Jawaban yang hatiku ini masih sering tanyakan, meskipun sudah diberikan jawaban yang namun memberikan aku teka-teki lebih akan apa itu makna dari sebuah kata 'bahagia'. Mungkin tidak perlu sesuatu yang besar untuk akhirnya memaknainya sebuah kebahagiaan, namun aku masih belum dapat menemukan hal kecil dengan label kebahagiaan yang sempurna. Hingga akhirnya aku menginjakkan kakiku sekali lagi disini, di Paris.
Berharap mendapat jawaban yang jelas, mungkin sudah mulai ditunjukkan oleh tuhan sejak pertama kali aku menginjakkan kakiku di kantor Bintang tadi siang. Kalau saja aku tidak pergi ke toilet mungkin aku tidak akan melihatnya dengan wanita itu. Entah siapa namanya, namun sepertinya cukup dekat hingga menghabiskan waktu makan siang hanya berdua serta berbagi cerita hingga tertawa lepas di koridor itu hal yang biasa. Hingga aku memutuskan untuk pergi dari sana, bukan untuk berhenti bertanya sampai disana. Aku terbang 7194 mil bukan untuk menyerah, melainkan menambah pasokan oksigen ke otakku supaya dapat berfikir lebih jernih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Félicité [KTH]
RomanceBe careful because butterfly can be wasps. When your stomach flutters and your hand shakes and your cheeks flush, sometimes it's not love, it's pain. - a.r. [book 1] In BAHASA INDONESIA.