[Kalyca]
Dulu, ini dulu sekali, aku pernah berdoa pada Tuhan akan sesuatu, yang saat itu, sangat amat aku inginkan. Tapi karena manusia di dunia ini sangat banyak, doaku itu belum sempat terkabulkan.
Dulu, saat Bintang pergi meninggalkan aku dengan segudang perasaan rindu, aku mencoba melakukan hal-hal yang ia senangi. Berharap dapat mengobati rasa rindu yang datang tanpa permisi apalagi pakai takaran akan seberapa banyaknya. Salah satu hal yang ia senangi dan aku coba lakukan adalah melukis. Percaya atau tidak, aku mengikuti kursus melukis selama kurang lebih satu tahun. Memang hasil lukisanku tidak sebagus para profesional, tapi setidaknya aku bisa merasakan sensasi yang Bintang rasakan saat melukis. Meskipun pada akhirnya hal tersebut tetap gagal meredakan rasa rindu yang ada di gudang masa laluku.
Mengikuti kegiatan melukis juga akhirnya mengenalkanku pada lingkungan baru, yang artinya lebih banyak teman baru serta pengalaman baru yang aku terima. Seperti malam ini, salah satu temanku, yang ku kenal lewat kursus melukis, memberikanku undangan. Tapi bukan undangan pernikahan melainkan undangan untuk menghadiri exhibition lukisan yang ia dan teman-temannya adakan di salah satu gedung di Jakarta. Sebenarnya aku sudah tidak begitu tertarik dengan hal-hal yang ujungnya hanya akan mengingatkan aku dengan Bintang, karena aku merasa tidak akan adil jika akhirnya aku lagi yang akan merasakan sakit dan hal itu tidak berlaku juga untuknya.
Tapi sepertinya aku harus meluangkan waktu lebih untuk menghadiri acaranya malam ini. Sekaligus meluangkan waktu untuk berfikir lanjut tentang perkara sakit hati yang selama ini, kurasa, aku tanggung sendirian. Malam ini, aku di suguhkan dengan ratusan lukisan yang berjejer rapi serta indah di ruangan ini. Namun, ada satu yang sangat menarik perhatianku hingga tidak ada satupun kata yang dapat terlontar dengan mudah dari mulutku untuk mendeskripsikannya. Karena pasti isinya akan lebih banyak pertanyaan di banding pernyataan.
"Le, ini mata gue masih normal kan ya?"
"Aku mau beli lukisan ini."
"Ini? Orangnya nggak jual, dia cuma mau pajang aja.."
"Kamu kenal orangnya?"
"Nggak sih, tapi dia temennya temen gue. Mau gue panggilin orangnya?
Aku mengangguk tanpa mengalihkan pandanganku dari lukisan itu. Lukisan dengan inisial BD di pojok kanan bawahnya. Entah bagaimana caranya, tapi lukisan ini telah sedikit membuka jalanku untuk menemukan jawaban dari seribu pertanyaan yang telah aku jadikan file dan ku simpan bertahun-tahun lamanya.
"Hai." Seseorang menepuk pelan pundakku, membuatku menoleh ke arahnya, "Gue temennya-" dia berhenti dan tak melanjutkan kalimatnya, melainkan bergantian menatapku lalu lukisan itu hingga beberapa kali. Raut wajahnya berubah bingung sekaligus kaget, sama sepertiku, dan ratusan orang yang datang dan mungkin melihat dengan teliti lukisan itu.
"Aku mau beli lukisan ini." Pandangannya berhenti tepat ke arahku.
"Lo.. ini.. gue nggak.. Tunggu." Katanya terbata-bata, "Lo ini dia?" Lelaki ini menunjuk ke arah lukisan yang masih tergantung di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Félicité [KTH]
RomanceBe careful because butterfly can be wasps. When your stomach flutters and your hand shakes and your cheeks flush, sometimes it's not love, it's pain. - a.r. [book 1] In BAHASA INDONESIA.