Chapter 3

5.6K 696 19
                                    

PAGI harinya, Eunhee kembali berangkat menuju perusahaan menggunakan bus. Transportasi umum yang ditumpanginya itu sudah sampai di tempat tujuan. Bergegas, ia turun dari sana kemudian melangkahkan kakinya dengan santai. Beruntung ia berangkat lebih pagi dari biasanya, sehingga ia tidak terjebak macet dan masih bisa menikmati keindahan taman kecil yang dibuat di salah satu sudut halaman perusahaannya yang terbilang luas.

Eunhee menyapa beberapa karyawan yang dikenalnya saat ia berpapasan di halaman utama, bahkan di dalam gedung. Senyuman manisnya tak pernah absen, manakala matanya menjumpai beberapa karyawan yang masih terbilang baru bekerja di sana.

Namun, senyumannya terpaksa luntur, begitu netranya mendapati sosok yang begitu disegani dan dikagumi para kaum hawa, tengah berjalan tegap diiringi beberapa pengawal di belakangnya. Jarak dirinya dengan presdir muda itu berkisar beberapa langkah lagi. Tetapi, bukannya membungkuk hormat seperti apa yang diperintahkan sahabatnya malam itu, Eunhee malah mematung di tempat, dengan kepala tertunduk seraya menggigit bibir bawahnya perlahan.

Dan, sialnya, mereka berdua―ditambah para pengawal itu―berdiri tepat di hadapan lift yang sama dengannya.

Lift masih melaju turun melewati setiap lantai, sementara Eunhee sudah tidak kuasa untuk segera menyingkir dari dekat presdir muda itu.

Beberapa pasang mata tertuju kepada mereka. Khususnya terhadap Oh Sehun―sang presdir muda―yang sedang mencuri pandang ke arah pegawai perempuan yang ada di sampingnya.

Pintu lift akhirnya terbuka, Sehun memasukinya, sementara para pengawalnya tetap berada di luar sana dan memberinya bungkukan hormat. Sedangkan Eunhee, pegawai yang pastinya akan menggunakan lift itu juga tetap berada di posisinya, dengan kepala yang tertunduk hingga dagunya menyentuh kerah kemeja yang ia pakai.

"Hei, Nona―"

"Selamat pagi, Presdir Oh, semoga harimu menyenangkan!" refleks Eunhee mengucapkan kalimat itu sambil memejamkan mata, saat Sehun hendak berbicara kepadanya. Suaranya yang cukup nyaring dan terdengar bergetar tentu saja menjadi perhatian banyak pegawai lainnya.

Lambat laun, Eunhee mulai menyadari kebodohannya. Ia membuka matanya secara perlahan dan mendapati Oh Sehun tengah menekan tombol buka, agar pintu lift-nya tidak tertutup.

Pandangan mereka bertemu cukup lama, dan Eunhee merasa jantungnya berdebar di atas rata-rata.

"Kau ... tidak akan masuk?" pertanyaan itu terlontar kembali dari bibir Sehun, dan kali ini hanya ditujukan untuk satu orang.

"Sa-saya―"

"Masuklah," perintahnya, nadanya tak terbantahkan. Eunhee menelan ludahnya gugup, lalu menatap satu persatu pengawal yang tadi mengantar presdir muda itu dengan tatapan cemas.

"Y-ya, baiklah―terima kasih," koreksi Eunhee secepat kilat. Dirinya lantas memasuki lift itu sembari menundukkan kepalanya lagi. Oh, ia pasti kelihatan begitu bodoh sekarang. Terlebih ketika ia melihat ada banyak sekali pandangan kurang mengenakkan tertuju padanya saat berada di luar lift tadi.

"Kau ingin pergi ke lantai berapa?" tanya Sehun, suaranya terdengar lebih rileks dari sebelumnya.

"Biar saya yang―"

"Just tell me," sela Sehun begitu saja. Eunhee dibuat bungkam karenanya.

"Eng ... lantai delapan," sahut Eunhee, setengah menggumam. Ia sama sekali tak mampu menatap balik mata laki-laki itu.

Sehun menekan tombol delapan, setelah sebelumnya ia juga menekan tombol sepuluh untuk menuju ke ruangan Jongin, sahabatnya.

Keadaan di dalam lift terasa didominasi oleh perasaan canggung, dan tentunya, perasaan itu berasal dari Park Eunhee.

Her, Who I LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang