Chapter 29

2.7K 347 26
                                    

Mengenai ucapan yang terlontar dari bibirnya, Sehun memang tidak main-main, tetapi Eunhee tentu tidak akan pernah mengizinkan Sehun untuk tidur bersama dengannya dalam satu tempat tidur yang sama. Tidak sampai kapan pun karena, hei, yang benar saja? Mereka bahkan belum lama menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih, namun Sehun sudah meminta hal yang menurutnya aneh itu? Mau dipukul di sebelah mana agar dia sadar kalau pemikirannya itu benar-benar salah?

Jadi, Eunhee menendang Sehun jauh-jauh dari kamarnya dengan segenap tenaga yang ia punya (Sehun juga tidak keberatan bagian belakang tubuhnya jadi sasaran pukulan berikut tendangan gadis itu), kemudian menguncinya agar Sehun tak lagi bisa menerobos kamarnya begitu saja atau Eunhee benar-benar marah lantas membulatkan tekad untuk membuangnya keluar jendela.

---oOo---

Sehun sudah selesai dengan urusannya di dalam kamar, memasang jas kerja dan menyemprotkan parfum maskulin ke tubuhnya sebelum bergegas keluar kamar pagi ini. Hidungnya mencium wangi aroma panekuk buatan ibunya (iya, sepertinya begitu) kemudian melangkah lebar menuju pantri dapur hanya untuk mendapati Park Eunhee yang sedang sibuk mengatur panekuk terakhir di atas piring. Gadis itu memakai celemek di luar pakaian formalnya untuk pergi bekerja, rambut panjangnya diikat tinggi secara asal, namun tetap terlihat menarik.

Eunhee mungkin belum menyadari keberadaan Sehun, karena ketika ia hendak berbalik untuk menyimpan panekuk buatannya ke atas meja, ia tampak terkejut saat melihat laki-laki itu dan mendengarnya tertawa kecil di kursi makan yang didudukinya.

"Mmm... selamat pagi?" Sehun menyapa lebih dulu, sementara Eunhee terlihat kikuk sembari melanjutkan langkahnya, sampai ia berdiri di samping Sehun.

"Selamat pagi," Eunhee balas menyapa tanpa memandang balik mata Sehun yang berkilat-kilat senang. "Ibumu sedang, eh... berada di taman. Menyiram bunga," kata Eunhee tanpa ditanya, seakan ia memang harus mengatakan hal itu pada Sehun. "Beliau menolak saat aku menawarkan bantuan. Jadi, aku memilih untuk membuatkan sarapan."

Sehun mengangguk penuh minat mendengar celotehan gugup si gadis. "Jadi, kau bisa membuat panekuk?"

"Ini baru pertama kali."

Eunhee bisa melihat Sehun cukup tersentak mendengar jawabannya, hingga akhirnya dia mengudarakan kekeh geli. "Tidak, aku bercanda. Aku sering membuatnya bersama ibuku, kalau aku pulang ke rumah."

Sehun kini menatapnya takjub. "Oh, begitu," katanya sambil membalikkan piring kecil di hadapannya sebelum mengambil dua potong panekuk yang akan disirami dengan madu di stoples. "Baiklah, aku akan mencobanya."

"Silakan," kata Eunhee, lalu, "Aku akan memanggil ibu untuk ikut sarapan." Ia mendapati Sehun mengangguk padanya.

Sooyeon datang satu menit berikutnya ke ruangan pantri dapur. Sooyeon senang sekali mengurusi taman bunganya (apalagi dia memang sudah cukup jarang mengurusnya semenjak mengikuti suaminya ke Kanada), bahkan ketika matahari belum terbit. Sehun memberinya sapaan selamat pagi dan Sooyeon membalasnya hangat. Setelah membersihkan tangan, Sooyeon turut bergabung bersama mereka berdua yang sudah duduk bersisian di kursi makan.

"Panekuk buatannya enak, sama seperti buatan Ibu," puji Sehun, saat Eunhee mengambilkan dua potong panekuk untuk Sooyeon. Seketika, rasa hangat menjalari sekujur tubuhnya, tetapi Eunhee hanya diam saja, berusaha menahan senyuman. Eunhee pikir, Sehun akan mencibir makanan buatannya dan memasang tampang seakan mengejeknya, tetapi nyatanya tidak.

"Aku sudah sangat yakin itu," Sooyeon membalasnya sambil menerima sodoran piring kecil berisi panekuknya, lalu mengucapkan terima kasih untuk Eunhee.

"Tidak. Aku belum begitu hebat dalam membuatnya, Ibu," Eunhee menunduk malu, kemudian mulai memakan makanannya dengan gerakan perlahan.

"Kau tidak perlu merendah begitu, Sayang." Sooyeon tertawa ringan. "Dan, mm... rasanya memang enak. Kau pasti sudah sering membuatnya, kan?"

Her, Who I LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang