Chapter 10

3.7K 518 28
                                    


"Tidakkah kau berpikir sikapmu tadi pada Seulgi sungguh keterlaluan?" Sehun mengawali pembicaraan mereka, tepat setelah ia menutup pintu ruangan Jongin dan melihat laki-laki itu berdiri di depan meja kerjanya seraya berkacak pinggang. Posisi berdiri laki-laki itu membelakanginya, sehingga Sehun tidak dapat membaca seperti apa raut wajahnya saat ini. Jengah kah? Emosi? Kesal? Atau marah?

"Aku menyuruhmu kemari bukan untuk membahas masalah Kang Seulgi, Sehun," jawab Jongin tanpa berniat membalikkan tubuh demi bertatapan dengan Sehun. "Tapi ini tentang Park Eunhee." Barulah ketika Jongin menyebut nama Eunhee, dia berbalik dan menatap Sehun sarat akan emosi.

Sehun tampak tidak mengerti. Keningnya berkerut-kerut samar, sementara Jongin mengembuskan napas keras. "Kau ... apa hubungan yang kaumiliki dengannya?"

"Dengan Eunhee, maksudmu?" tanya Sehun, membuat emosi Jongin meningkat perlahan.

"Ya! Memangnya siapa lagi dia yang kumaksud?!"

Ucapan Jongin menyebabkan Sehun terkesiap dan mengedipkan matanya beberapa kali. Sehun tak ingin berspekulasi lagi, tetapi kini ia yakin, penyebab keterlambatan serta perubahan sikap laki-laki itu pasti karena seseorang. Dan itu adalah Park Eunhee. Atau mungkin juga karena dirinya?

Sehun mendengus kesal. "Kaupikir, hubungan apa yang kami miliki? Tidak ada. Aku hanya mengenalnya sebatas ..." Sehun mulai meragukan ucapannya. Rasanya tidak benar. Ia tidak ingin mengatakan hal ini.

"Sebatas apa?" Jongin mendekat dan menatap Sehun lekat-lekat. "Dan apa maksudmu memberinya sebuket bunga mawar dan mengantarnya pulang, jika bukan karena kau menyukainya?"

Untuk sesaat, Sehun merasa seolah dirinya sedang berdiri di ujung tebing dan mendapatkan pertanyaan dari seorang penjahat yang menculiknya, antara memilih hidup atau mati.

***

Sekaleng kopi dingin muncul dari bagian bawah mesin minuman yang terletak di lobi perusahaan. Saat ini, Eunhee sedang tidak dalam keadaan sibuk karena sebagian besar pekerjaannya sudah berhasil diselesaikan tepat waku. Tentu saja, ia tidak ingin dipecat karena keterlambatannya pagi tadi. Dan setidaknya ia bersyukur, bus yang ia tumpangi tidak masuk ke dalam jalur macet, meski sebenarnya ia bisa saja menerima tawaran tumpangan dari Jongin untuk pergi ke perusahaan. Namun Eunhee menolak. Ia masih punya pemikiran yang waras. Dan ia tak ingin semakin menambah masalah yang akan semakin memperumit kehidupan dirinya nanti.

Eunhee melangkah sendirian dan berbelok ke dalam bilik toilet khusus pegawai wanita. Di hadapannya terdapat empat wastafel berjejer rapi dan ada seseorang yang tengah memakai wastafel di dekat pintu masuk. Dari arah cermin, Eunhee bisa menilai bahwa perempuan itu sangatlah cantik. Wajahnya benar-benar menggambarkan keturunan Asia. Kulit seputih susunya begitu mulus, apalagi wajahnya yang sepertinya hanya dihiasi makeup natural, tidak berlebihan seperti pegawai wanita lainnya.

"Hai, selamat siang!" seseorang itu menyapanya tiba-tiba. Membuat Eunhee jadi terlihat seperti ketahuan mengintipnya dari belakang. Eunhee mengulas senyuman canggung, lantas buru-buru berjalan ke arah wastafel di samping perempuan tersebut dan menyimpan kaleng minumannya di sisi wastafel.

"Bagaimana harimu? Menyenangkan?" perempuan itu kembali melontar kata tanpa merasa canggung atau gugup sama sekali. Seakan ia sedang berbicara dengan rekan kerjanya sendiri yang paling dekat. Ia menoleh sekilas ke arah Eunhee sambil mencuci tangannya lewat air kran yang mengalir.

"O-oh? Y-ya ... menyenangkan," sahut Eunhee, semakin merasa canggung. Sebenarnya, siapa perempuan ini? Apakah dia seorang pegawai baru? Jika memang iya, seharusnya dia bisa menjaga sopan santunnya dengan cara membungkuk hormat lebih dulu sebelum bertanya ini-itu. Tapi, entahlah. Sepertinya Eunhee tidak bisa menegurnya. Apalagi wajah perempuan itu kelihatannya terlalu baik, sehingga Eunhee merasa tak tega.

Her, Who I LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang