Jam menunjukkan pukul 8.30. Hari ini adalah hari Minggu, jadi Lalisa tak perlu repot-repot harus bangun di pagi hari. Bahkan, jam sekarang ini ia belum bangun jika dering ponselnya tidak berbunyi.
"Lalisa? Kamu udah bangun nak?" tanya seseorang di sebrang sana.
"Ya kalo belom bangun, Lalisa gak bakal ngangkat telpon dari Mamah lah, hmm... ada apa?" jawab Lalisa masih dengan suara khas bangun tidurnya.
"Kamu ini. Jam segini baru bangun, anak gadis itu gak baik bangun siang."
"Udah lah, sekarang kamu mandi terus ambil pesanan kue redvelvet di toko kue langganan Mamah"
"Hmm, iya iya. Ini Lalisa mandi dulu mah. Yaudah, bye." Jawabnya langsung mematikan panggilan telephone secara sepihak. Sangat tidak sopan memang, beruntung mamahnya sudah memaklumi sifat anak semata wayangnya itu. Ini hari kelima mamahnya berada diluar kota. Ada keperluan bisnis yang menjadikan mamahnya harus meninggalkan Lalisa sendirian di rumah. Tidak, seharusnya ada bi Inah di rumahnya. Namun, karena anaknya sakit, terpaksa bi Inah harus pulang ke kampung halamannya.
Lalisa bergegas mengambil handuk dan berjalan menuju kamar mandi yang memang berada di dalam kamarnya. Tak sampai 30 menit, ia sekarang sudah rapi dengan menggunakan t-shirt berwarna putih dan ripped jeans miliknya, tak lupa ia memakai sepatu sneakers-nya yang berwarna putih.
Ia menuruni satu persatu anak tangga dan berjalan menuju garasi untuk mengambil mobil mini copper miliknya. Lalisa hanya tinggal bersama mamahnya, karena papahnya sudah meninggal dari sejak Lalisa masih menimba ilmu di sekolah dasar. Kala itu adalah saat-saat terpuruknya, tetapi Jennie—mantan sahabatnya—terus memberi dukungan kepada Lalisa. Ia selalu ada di saat-saat Lalisa membutuhkannya. Dan itu dulu.
by your side
Seorang pria kini berdiri di depan pintu toko kue sambil menenteng sebuah bungkusan yang berisi kue tentunya. Ia berjalan keluar dari toko tersebut dengan fokus memainkan ponselnya, hingga ia tak sadar telah menabrak seorang gadis di depannya. Gadis yang ternyata adalah Lalisa itu, kini jatuh tersungkur di hadapannya.
"Eh sorry sorry, gue gak sengaja. Lo nggakpapa, kan?" ucap pria itu meminta maaf seraya mengulurkan tangannya tanda ingin membantu.
"Aishh.. punya mata gak sih lo? Jalan tuh matanya dipake"
"Yeh, ditolongin malah nyolot. Dimana-mana jalan tuh pake kaki bukan pake mata"
"Yang bilang jalan gak pake kaki itu siapa?! Gak cuman butuh kaki, jalan juga harus pake mata kalo gak mau nabrak orang kaya gini. Bantuin gue berdiri!" pria itu berdecak kemudian kembali mengulurkan tangannya untuk membantu Lalisa berdiri.
Lalisa bangkit seraya menggapai tangan pria tersebut, kemudian ia langsung bergegas masuk tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
"Yeh, main nyelonong aja lo, gak ngucapin makasih lagi udah ditolongin juga." Guman pria tadi seraya berjalan ke arah parkiran sepeda motornya.
"Mbak saya mau ngambil pesanan kue atas nama Ibu Melina."
"Ini mbak, dua kotak kue tiramisu atas nama Ibu Melisa ya."
"Lhoh mbak?! Nama ibu saya Melina. Saya mau ngambil pesanan kue redvelvet atas nama Ibu Melina. Bukan Melisa." Protes Lalisa.
"Aduh, sepertinya ada kesalahan mbak. Kami meminta maaf. Tadi ada cowok yang juga mau ngambil pesanan kue mamahnya. Namanya juga hampir sama. Dan sepertinya, kue pesanan anda tertukar sama cowok itu. Sekali lagi saya meminta maaf mbak, saya akan mengganti kue pesanan anda." Ujar penjaga toko kue tersebut.
Lalisa berdecak sebal, terpikir di benaknya jika pria yang menabraknya tadi adalah pria yang salah mengambil pesanan kue mamahnya.
"Yaudah mbak. Saya ambil dua kotak kue tiramisu itu aja deh" Lalisa berniat untuk menukar kue pesanan mamahnya dengan pria yang menabraknya tadi.
Kini Lalisa mendapati seorang pria yang duduk di atas motor ninja berwarna merah sedang memainkan ponselnya. Itu pasti cowok yang tadi, pikirnya.
"Eh, lo. Lo yang nabrak gue tadi kan? Pesanan kue mamah gue ketuker sama punya lo." Pria tersebut menoleh sambil mengangkat sebelah alisnya.
"Bilang aja lo mau modus ngajak gue kenalan. Tadi aja nyolot abis. Cih, pake acara bilang pesanan kue mamah lo ketuker segala lagi. Nama gue Dharmaga Aditama kalo lo mau tau, anak FMIPA di ITB. Kalo mau minta id line, add aja Dharmagaaa, de nya pake ha, a nya ada tiga." Ujar pria yang diketahui bernama Dharmaga itu sambil terseyum miring dan menyisir rambutnya kebelakang menggunakan tangan kanannya.
"Anj—astaga. Pede banget sih lo. Cek coba pesenan mamah lo. Bener gak mamah lo mesen kue itu?" Dharmaga yang penasaran kini melihat isi bungkusan yang ia bawa. Ternyata benar, pesanan kue mamahnya tertukar. Seingatnya, ia harus mengambil pesanan kue tiramisu, bukannya kue berwarna merah ini. Ah, ini mah redvelvet bukanya tiramisu, pikirnya.
"Ehehe, iya nih. Kayaknya ketuker deh. Mamah gue pesannya kue tiramisu bukan redvelvet. Nih ambil, kita tukeran." Ujarnya seraya menyengir. Sumpah, Dharmaga sangat malu kali ini. Dengan cepat Lalisa merampas bungkusan kue redvelvet di tangan Dharmaga dan menggantinya dengan bungkusan kue tiramisu miliknya.
"Nyebelin banget sih lo. Jadi cowok kok pedenya selangit. Ewhh, tipikal jomblo ya kayak gini." Dharmaga mengedikkan bahunya, malas menanggapi komentar Lalisa tentang dirinya.
"Eh, tunggu!" Dharmaga berseru saat melihat Lalisa berjalan meninggalkannya.
"Gue kaya pernah ngelihat lo deh. Tapi dimana ya?"
"Nama lo siapa? Lo sekolah diaman—ah atau udah kuliah? Lu kuliah dimana? Gue kayak pernah ngelihat lo di kampus gue."
"Hah? Tunggu, siapa tadi namanya, Dharma? Astaga Dharmaga? Dharmaga Aditama? Mampus, dia kan senior yang ngurusin ospek maba minggu lalu. Aduh bisa gawat kalo dia tau gue mahasiswi baru di ITB. Secara dia senior gue, dan sekarang gue malah bentak-bentak dia lagi. Bego, bego." Segala sumpah serapah kini memenuhi isi kepalanya. Mengingat orang yang di caci makinya barusan adalah seniornya, dengan bergegas ia pergi menuju parkiran mobil dan langsung menyalakan mini copper-nya.
"Eh, malah pergi dah tu bocah. Ditanyain juga."
-by your side-
KAMU SEDANG MEMBACA
By Your Side
General Fiction[Completed] Mencintainya, aku ingin selalu. Namun bersamanya selalu, aku tak pernah tahu. Dicintainya, merupakan aku. Mencintainya, adalah diriku. Terus berada di sampingnya, itulah mimpiku. Dan kewajibanku adalah berusaha untuk mewujudkan itu. Jik...