Lalisa kini sedang menunggu seseorang di dekat parkiran kampusnya. Guanlin. Ah, rasanya sudah lama sekali ia tak lagi bertemu dengan pria itu. Sejak sebulan lalu—saat Dharmaga memintanya untuk lebih menjaga jarak dengan pria lain—ia menjadi jarang bertemu dengan Guanlin. Ia hanya berusaha untuk menjaga perasaan Dharmaga saja.
"Maaf Lis, lama nunggunya ya?" Guanlin datang dengan membawa sebuah kunci mobil di tangan kirinya.
"Nggak lama-lama banget kok, paling cuman lima menitan. It's okay.""Ya udah, cabut sekarang yuk!"
"Oke."
Mereka memang telah berjanji untuk pergi bersama hari ini. Semalam Guanlin bercerita jika ia ingin memperkenalkan Miao miao bersama kakaknya kepada Lalisa. Lalisa dengan senang hati menerima ajakan Guanlin itu. Ia pun tak lupa mengabari Dharmaga jika ingin pergi bersama Guanlin hari ini. Beruntung Dharmaga mengizinkannya, ia juga berpesan agar Lalisa berhati-hati di jalan.
Tunggu? Mereka kan belum resmi jadian. Mengapa sudah bersikap seperti layaknya orang yang berpacaran saja? Entahlah. Terserah mereka dong, ya.
"Miao miao sama kakak lo nunggu dimana, Lin?" tanya Lalisa saat mobil hitam milik Guanlin telah melaju sampai lampu merah dekat kampus.
"Di cafe dekat sini, kok. Tadi kakak gue ngirim line, katanya mereka baru nyampe. Ehm, lima menit yang lalu-an lah."
"Oh. Oke." Lalisa yang mendengarnya hanya bisa manggut-manggut paham.
Tak sampai sepuluh menit kemudian, mereka telah sampai di cafe yang Guanlin maksudkan tadi. Ia turun duluan, disusul Guanlin yang berjalan mengekorinya.
"Kakak lo yang mana, Lin?" Tanya Lalisa saat ia menoleh dan mendapati Guanlin yang baru sedetik lalu menginjakkan kakinya di dalam cafe.
"Bentar, gue line dulu." Jawabnya. Tangannya mengetikkan beberapa huruf di ponselnya. Kemudian dengan gerakan cepat ia menarik lengan Lalisa menuju bangku yang telah dipesan oleh kakaknya itu. "Ayo! Dia nunggu di sebelah sana."
"Kak Gwan?" teriak anak kecil berpipi cabi dan bermatakan sipit, mirip seperti Guanlin. Lalisa menebak jika anak kecil itu adalah Miao miao—adik yang Guanlin maksud.
"Hei!" sapa Guanlin seraya menggendong adiknya itu. "Ini Kak Lalisa. Temen Kakak yang Kakak ceritain kemarin itu lho."
"Hai Kak Lalis. Aku Miao miao, adiknya Kak Gwan." Gadis kecil itu memperkenalkan dirinya seraya mengulurkan tangan kanannya ke arah Lalisa—berniat untuk menjabat tangan gadis berambut blonde itu.
"Halo. Iya, aku Lalisa. Temennya Kak Gwen—?" Lalisa balas menyapa uluran tangan Miao miao. Namun, ia terdengar aneh dengan menyebutkan nama Guanlin seperti yang dilontarkan Miao miao tadi.
"Ah, hahaha. Gwan. Dia manggil gue Gwan, Lis." Guanlin membenarkan maksud Lalisa memanggil namanya tadi. "Gue dirumah kadang suka dipanggil Gwan sama keluarga gue," jelasnya lagi.
"Oh? Hahaha. Lucu banget panggilannya." Gadis itu tertawa pelan, menunjukkan sisi cantiknya. Ah, rasanya gadis itu selalu cantik dalam kondisi apapun.
"Kak Lalisa cantik. Pantes Kak Gwan suka." Celetukan Miao miao sukses membuat pipi Guanlin memanas. Adiknya ini benar-benar.
"Hah?"
"Biasa. Anak kecil, nggak usah didengerin Lis. Haha." Sahut Guanlin dengan tawanya yang terdengar garing.
"Iya."
"Oh, iya. Kakak lo mana, Lin?" Lalisa menyadari jika kini Miao miao duduk sendirian di bangkunya tanpa ada sosok dewasa yang menjaganya.
"Oh, Ci Jeje lagi di toilet sebentar." Sahut Miao miao menanggapi pertanyaan Lalisa.
"Ci Jeje?"
KAMU SEDANG MEMBACA
By Your Side
General Fiction[Completed] Mencintainya, aku ingin selalu. Namun bersamanya selalu, aku tak pernah tahu. Dicintainya, merupakan aku. Mencintainya, adalah diriku. Terus berada di sampingnya, itulah mimpiku. Dan kewajibanku adalah berusaha untuk mewujudkan itu. Jik...