Hari demi hari berlalu. Menyisakan memori lama yang hanya bisa dikenang tanpa bisa dilalui kembali. Membawa sepasang insan yang memiliki takdir bersama ini di sebuah pelataran gedung mewah yang dibalut dengan karpet merah sebagai tempat mereka berpijak. Mereka berjalan dengan anggun dan gagah memasuki gedung mewah itu. Sebuah air mancur yang berukuran sedang menyambut mereka saat sudah berada di tengah-tengah gedung. Oh, jika kalian berpikir jika itu adalah air mancur biasa, maka kalian salah. Air mancur tersebut bukan mengalirkan air, melainkan coklat manis yang di bawahnya ditadahi oleh tempat seperti lempengan besar. Di dalam tempat itu ada banyak sekali marshmello dan coklat yang sudah ditusuk satu per satu. Beberapa musik bernada slow dengan lirik bermakna cinta mengalun dengan merdu di seluruh penjuru ruangan. Hari ini adalah hari yang paling dinantikan oleh kedua insan tersebut. Dharmaga dan Lalisa.
"Happy Wedding, DharLis!" teriak seseorang berjas hitam yang menggandeng seorang perempuan manis dengan balutan gaun putih selutut di sampingnya. Itu Samuel dengan Jennie yang berada di sisinya.
"Ahahaha. Thanks, dude. Kapan nyusul lo?" Dharmaga yang terlihat lebih segar hari ini, menyambut ucapan selamat dari Samuel dengan sorot bahagia yang terpancar dari matanya.
"Ah, gue nantian lah. Masih mau fokus cari modal nikah dulu. Jennie-nya juga masih belom mau. Belom siap dia," jawab Samuel sambil melirik tunangannya.
"Hahaha. Selamat menempuh hidup baru ya, Dhar, Lis. Cepat-cepat ngasih kita ponakan," ucap Jennie menghadirkan gelak tawa antara mereka berempat. Namun, di dalam tawanya, Lalisa berusaha mati-matian menutupi pipinya yang memerah.
"Lihat, tuh. Lalisa malu kan, hahaha...."
Daripada menyahuti ejekan Dharmaga, Lalisa memilih untuk meladeni Samuel dan Jennie yang sudah berdiri lumayan lama, membuat antrean di belakang mereka semakin panjang. "Makasih ya Jen, Sam. Doain aja, deh."
"Hahaha. Ya udah, kita duluan kalo gitu," pamit Samuel meminta izin. "Dhar, gue cabut dulu. Selamat juga, nanti malam tidur lo nggak sendirian lagi." Setelah membisikkan kalimat itu, Samuel langsung menggandeng Jennie pergi meninggalkan panggung pengantin. Menghindari Dharmaga yang mungkin akan menendang kakinya jika ia tidak cepat-cepat pergi.
"Wah, sialan, lo Sam. Hahaha," desis Dharmaga pelan. Jika saja ia tidak harus menyalami tamu dan bersikap sopan kepada para tamu, sudah bisa dipastikan kalau Samuel akan mengaduh kesakitan karena Dharmaga yang akan berlari dan menendang kaki laki-laki itu.
Lucu. Dharmaga Lalisa dan Jennie Samuel yang dulunya sempat berseteru kini malah semakin dekat dan bahkan menjadi sahabat. Semesta kadang memang bertindak semaunya. Hari ini ia membuat kalian saling membeci, namun besoknya membuat kalian seolah saling membutuhkan dan menyayangi.
Satu per satu tamu saling bergantian menyalami dua pengantin itu. Waktu pun sudah beralu cukup lama. Namun, masih ada rasa janggal yang melingkupi perasaan Lalisa. Seorang sahabatnya tidak menghadiri acara pernikahannya.
"Lis, udah sepi nih. Tamu-tamu banyak yang udah pulang. Kita bisa istirahat. Makan dulu yuk?" tawar Dharmaga yang melihat wajah lelah Lalisa.
"Kamu duluan aja. Aku masih mau nunggu tamu yang lain."
Dharmaga tahu, Lalisa menunggu seseorang yang bahkan tidak bisa hadir dia acara pernikahannya hari ini. "Nunggu Guanlin ya?"
Lalisa menunduk. Menyatukan kedua jemari tangannya. Ia menggigit bibir bawahnya, berusaha menutupi perasaan gelisah yang sedang ia alami.
"Dia nggak bisa dateng." Pernyataan Dharmaga sontak saja membuat Lalisa menganggkat kepalanya yang tadi sempat menunduk. Ada sorot rasa ingin tahu penjelasan yang lebih lanjut di matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
By Your Side
General Fiction[Completed] Mencintainya, aku ingin selalu. Namun bersamanya selalu, aku tak pernah tahu. Dicintainya, merupakan aku. Mencintainya, adalah diriku. Terus berada di sampingnya, itulah mimpiku. Dan kewajibanku adalah berusaha untuk mewujudkan itu. Jik...