Dharmaga mengetuk-ngetuk meja belajar yang sedang ia tempati. Matanya sesekali melirik ke arah ponsel yang berada di meja belajarnya. Rupanya ia sedang menunggu balasan dari Lalisa. Tadi Dharmaga sempat menuliskan pesan yang bertuliskan seperti ini,
Nanti malem, jam tujuh, bisa nggak keluar bentar? Nemenin aku beli buku buat bahan skripsi.
Dan naasnya, pesan itu tak kunjung terbalaskan hingga satu jam ia menunggu. Sialnya lagi, sudah berpuluh-puluh missed call yang ia kirimkan kepada Lalisa, namun, tak ada satupun tanda-tanda gadis itu merespon panggilan maupun pesannya.
"Aishh... Lalisa kemana sih? Dari tadi di telpon nggak diangkat-angkat. Di line nggak dibales-bales. Ish...." Gerutunya sebal pada dirinya sendiri. Lalisa ini kemana sih, sebenarnya?
Sebuah pesan masuk membuat ponsel yang ada di atas mejanya itu bergetar dan mengeluarkan bunyi nyaring. Ah, pesan dari Lalisa.
Kamu tadi nelpon ya Dhar? Maaf ya, tadi aku baru aja keluar bentar bareng mamah buat belanja bulanan. Handpone aku tadi baterainya habis, nggak bawa powerbank juga.
Kamu mau beli buku apa emangnya?
Tak berniat membalas pesan tersebut. Dharmaga justru langsung menutup aplikasi hijau itu, dan segera membuka aplikasi kontak di ponselnya. Menelusuri nama kontak bertuliskan 'Lalice akan menjadi milik Dharmaga'—agak lebay memang, namun, Dharmaga juga tidak peduli kalaupun ia harus dicap alay hanya karena menuliskan nama itu. Yang penting ia senang—dan segera mungkin memencet ikon gagang telepon tanpa kabel itu.
"Halo?" jawab Lalisa di seberang sana.
"Jalan yuk! Temenin aku nyari buku buat bahan skripsi."
"Mau nggak?"
"Jam tujuh?"
"Iya. Bisa, kan?"
"Iya, bisa."
"Kalo gitu, aku siap-siap dulu ya?"
"Lhoh, ngapain? Ini juga baru jam empat, Lis."
"Kayak nggak tau aja. Cewekkan dandannya lama, makanya aku mau siap-siap dulu. Biar nanti nggak kelamaan kamu nunggunya."
"Yah... padahal aku lagi pengen denger suara kamu, nih." Rengeknya kepada Lalisa. Ia tak mau jika harus mengakhiri panggilannya sekarang.
"Kan bisa nanti lagi ngomongnya. Aku siap-siap dulu ya. See you..." Terdengar bunyi tut saat panggilan itu dimatikan. Ya sudahlah, toh nanti juga ia akan bertemu Lalisa. Semoga kali ini berhasil, harapnya.
by your side
Jam menunjukkan pukul tujuh malam. Lalisa sudah siap dengan setelan kaos berlengan panjang dengan warna merah jambu yang mendominasi, celana jin hitam, serta sepatu sneakers dan slingbag yang telah menggantung sempurna di lengannya.
"Mau jalan ya?" tanya mamahnya saat mengetahui Lalisa telah berpakain rapi kini sedang duduk di sofa ruang keluarga.
"Iya mah. Lalisa izin ya, mau nemenin Dharmaga beli buku buat bahan skripsinya."
"Yakin, cuman beli buku aja?"
"Iya lah. Emang mau ngapain lagi, Mah?" Lalisa malah balik bertanya.
"Enggak dinner bareng dulu, gitu?"
"Apasih, Mamah."
KAMU SEDANG MEMBACA
By Your Side
Ficción General[Completed] Mencintainya, aku ingin selalu. Namun bersamanya selalu, aku tak pernah tahu. Dicintainya, merupakan aku. Mencintainya, adalah diriku. Terus berada di sampingnya, itulah mimpiku. Dan kewajibanku adalah berusaha untuk mewujudkan itu. Jik...