Di sarankan sambil mendengar lagu Dan dari Sheila on 7
Sumpah, lagu itu ngena banget. Dan kebetulan cocok buat part ini.
So, enjoy reading guys!
Don't forget to leave your vote and comment yet.----
Dharmaga kembali menenggelamkan kepalanya ke dalam air kolam yang dinginnya bahkan mampu menusuk tulang. Jarum jam yang mengarah pada pukul satu malam semakin menambah kesan betapa dinginnya air kolam sekarang. Ia berpikir keras malam ini, mempertimbangkan beasiswa ke London yang ia dapatkan. Keluarganya tidak memaksanya untuk buru-buru menerima beasiswa itu. Mereka membebaskan Dharmaga agar lebih dahulu mempertimbangkan apa yang akan ia ambil untuk kedepannya. Dharmaga sudah dewasa, ia sudah bisa memilih mana yang baik untuk dirinya. Jadi, mamah, ayah, dan Anne hanya tinggal mendukung apa pun keputusan yang diambil Dharmaga dengan sepenuh hati.
Gelembung air yang menandakan hembusan napas Dharmaga bertambah semakin banyak kala laki-laki itu menenggelamkan kepalanya hingga ke lantai kolam paling dasar. Ia menikmati sepi sunyi dan dinginnya air malam sendiri. Bersama bulan dan bintang yang kebetulan menemaninya malam ini. Ia terlalu larut dalam kesendiriaannya hingga sebuah suara menginterupsinya untuk segera kembali ke dunianya. Laki-laki itu segera bergerak menuju permukaan untuk menarik napas saat dirasa oksigen yang ia butuhkan telah habis. Dharmaga menggerak-gerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, bermaksud untuk menghilangkan air yang membasahi rambutnya. Ia juga mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.
"Ngapain sih lo, Ga? Jam satu malem lo renang? Gila lo, ya?!" teriak seseorang datang mengenakan piyama tidurnya dengan segelas air putih yang baru saja ia ambil dari dapur.
"Terserah gue. Nggak usah ikut campur lo!" balas Dharmaga acuh dengan nada ketusnya. Hal itu lantas semakin membuat Anne—orang yang menegur dan memarahi Dharmaga baru saja—mengerutkan keningnya. Rasa kantuk yang melandanya kini tergantikan oleh rasa bingung akan perubahan sikap Dharmaga. Kenapa dah, nih anak jadi galak gini? Nggak biasanya.
"Apaan sih lo, Ga. Jadi galak gini sama gue. Lo ngapain pake acara renang malem-malem segala? Naik buruan!" kata Anne lagi yang mulai kesal dengan jawaban ketus adiknya.
"Gue bilang kan, nggak usah ikut campur urusan gue. Pergi tidur sana!" usir Dharmaga kepada kakaknya. Yang membuat Anne langsung meninggalkan Dharmaga sendirian di kolam renang bersama dinginnya air malam itu.
"Kenapa sih, pas impian gue kecapai dan gue dapetin apa yang gue pingin waktunya itu nggak pas? Arghhh..." monolog pria dewasa berusia dua puluh tahun itu dengan diakhiri teriakan kekesalannya.
"Dharmaga!!!" sebuah suara lagi-lagi mengganggu acara menyendirinya berenang di kolam renang. Ayah beserta mamah dan tak lupa Anne kini sedang berdiri di tepi kolam renang sambil menatap tajam ke arahnya.
"Kenapa lagi, sih? Dharmaga cuman mau nenangin diri. Dharmaga lagi butuh sendiri sekarang." Jawab Dharmaga lelah sambil kembali mengusap wajahnya kasar dengan tangan kanannya.
"Ayah bilang, naik sekarang kamu!" ucap ayahnya lagi lebih tegas.
"Jangan renang malem-malem, atuh A'. Nanti teh, kamu sakit. Kalo anak kasep Mamah sakit, Mamah teh juga bisa ikutan sakit." Kata mamahnya yang juga menasihatinya agar mau mentas dari kolam renang. Dan karena hal itulah, Dharmaga mau meninggalkan dinginnya air kolam renang dan menggapai handuk yang sekarang sedang dipegang Anne. Jika mamahnya sudah menggunakan logat sunda dan berkata dengan suara parau ingin menagisnya, maka tak ada pilihan lain selain menuruti apa kata mamahnya itu. Dharmaga tidak akan suka melihat air mata mamahnya jatuh membasahi pipi wanita senja itu. Apalagi, hal itu karena ulahnya. Dharmaga tidak akan sanggup melihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
By Your Side
General Fiction[Completed] Mencintainya, aku ingin selalu. Namun bersamanya selalu, aku tak pernah tahu. Dicintainya, merupakan aku. Mencintainya, adalah diriku. Terus berada di sampingnya, itulah mimpiku. Dan kewajibanku adalah berusaha untuk mewujudkan itu. Jik...