Saat ini Dharmaga berjalan menyusuri salah satu koridor di kampusnya. Ia berjalan dengan tidak melihat kedepan, sehingga lagi-lagi ia harus bertabrakan dengan seorang gadis yang ditemuinya di depan toko kue beberapa hari yang lalu. Lalisa. Sialnya, kini ia yang jatuh tersungkur dengan siku yang menjadi tumpuannya. Dan, ya Tuhan! Sikunya berdarah.
"Arghhh...." Rintih Dharmaga kesakitan. Lalisa yang menyadari siku Dharmaga ternyata berdarah, dengan cepat mengulurkan tangannya untuk membantu Dharmaga berdiri.
"Aduh, duh. Maaf kak saya bener-bener gak sengaja."
"Lo? Bukanya cewek yang waktu itu gue tabrak terus marah-marah dan bilang kalo kue pesanan mamah lo ketuker kan?" tanya Dharmaga kaget melihat seseorang yang ditabraknya kini adalah orang yang sama dengan yang ditabraknya di depan toko kue beberapa hari lalu.
"I-iya kak"
"Oh, jadi bener dugaan gue, kalo lo itu pernah gue temuin di kampus. Dan apa tadi? Kak? Jadi lo maba di sini?"
"Duh, i-iya kak. Maaf waktu itu sa—" Ucapan Lalisa terpotong karena Dharmaga kembali berbicara.
"Gak gue maafin." Ucapnya dengan nada angkuh.
"Ta-tapi kak, saya bener-bener gak—" Lagi-lagi ucapan Lalisa di sela oleh Dharmaga.
"Obatin luka gue dulu, baru gue maafin."
Dengan terpaksa Lalisa menuntun Dharmaga menuju ruang kesehatan untuk mengobati luka di sikunya.
"Nama lo siapa?" tanya Dharmaga seraya memperhatikan Lalisa yang sedang mengobati lukanya.
"Lalisa Ayudia kak."
"Panggilan?"
"Lalisa kak."
"Lalisakak?"
"Maksud saya, kakak bisa manggil saya cukup Lalisa aja."
"Gue tau, bercanda doang elah. Tegang amat lo sama gue. Beda banget sama pas pertama ketemu di depan toko kue waktu itu."
"Ehehe, ehm...." Lalisa tersenyum canggung.
"Soal waktu itu, saya bener-bener minta maaf kak. Saya gak bermak—"
"Tulis id line lo di hape gue" Tiba-tiba Dharmaga memberikan ponselnya kepada Lalisa.
"Hah?" Lalisa mengerutkan keningnya bingung.
"Kalo lo kasih id line lo ke gue, gue bakalan maafin lo. Gimana?"
Lalisa menghembuskan napasnya lelah. Berpikir jika, seniornya ini memang tipikal jomblo akut yang haus akan kasih sayang seorang pacar. Makanya ia modusin junior-junior di kampusnya.
Setelah mengetik beberapa huruf di keywords ponsel milik Dharmaga, Lalisa kemudian mengembalikkan benda pipih itu kepada sang empunya.
"Oke. Jangan lupa add back ya. Gue pergi dulu. Dah.... Lalisa." Pamit Dharmaga sambil melambaikan tangannya ke arah Lalisa.
"Sial."
by your side
Seorang pria berwajah chinese kini sedang duduk di salah satu meja kantin yang disediakan. Ia menyesap secangkir kopi yang dipesannya. Atensinya tak terlepas dari layar laptop dihadapannya. Pria yang diketahui bernama lengkap Xi Guanlin ini sedang mengerjakan tugas dari dosen pembimbingnya yang harus dikumpulkan lusa.
Lalisa yang kesal dengan tingkah Dharmaga tadi masih saja menggerutu sambil meminum satu cup pop ice di tangannya. Ia langsung saja duduk di salah satu kursi kosong yang tak jauh dari tempatnya berdiri.
Tanpa ia sadari, kini sepasang mata sedang memperhatikannya. Seseorang itu kemudian berdehem sambil menatap Lalisa.
"Eh?! Sorry sorry, gue pikir tadi bangkunya kosong dan gak ada orang yang nempatin. Tadi gue langsung duduk aja tanpa liat-liat dulu. Gue cabut aja kalo gitu." Ucap Lalisa tersadar, kemudian ingin beranjak dari tempatnya duduk.
"Nggakpapa, lo duduk aja. Gue juga sendiri ini, gue cuman butuh satu bangku aja kali buat duduk."
"Ah, iya." Ujar Lalisa sambil terseyum canggung kemudian duduk kembali.
"Guanlin." Ucap pria bernama Guanlin itu seraya mengulurkan tangannya ke arah Lalisa.
"Lalisa." Lalisa menjabat uluran tangan Guanlin dengan menyebutkan namanya.
"Mahasiswa baru juga?" Tanya Guanlin.
"Iya, gue ambil FMIPA. Lo sendiri?"
"FSRD"
"Ah, jadi gue kenalan sama calon arsitek dong?" canda Lalisa setelah mendengar Guanlin adalah anak Fakultas Seni Rupa dan Desain di ITB.
"Bisa aja lo, hahaha"
"Lo udah dapet tugas aja nih kayaknya. Dosen lo gercep juga ya."
"Ah, iya nih. Baru masuk beberapa minggu lalu udah nyuruh buat tugas aja, mana dikumpulin lusa lagi."
"Gue bantuin deh." Tawar Lalisa.
"Alah, palingan lu mau bantuin pake doa. Basi Lis." Balas Guanlin yang bisa menebak candaan Lalisa.
"Ah, lo nggak asik. Masa lo udah tau duluan gue mau ngomong apa." Gerutu Lalisa.
"Tapi menurut gue, lo orangnya asik." Guanlin berucap sambil terseyum kearah Lalisa.
"Hah?"
"Lo asik. Kita bisa jadi temen kan?"
-by your side-
KAMU SEDANG MEMBACA
By Your Side
Fiksi Umum[Completed] Mencintainya, aku ingin selalu. Namun bersamanya selalu, aku tak pernah tahu. Dicintainya, merupakan aku. Mencintainya, adalah diriku. Terus berada di sampingnya, itulah mimpiku. Dan kewajibanku adalah berusaha untuk mewujudkan itu. Jik...