Hari ini Dharmaga pulang lebih awal ke rumah. Ia ke kampus hanya untuk membawa beberapa dokumen penting yang harus ia berikan untuk mengurus beasiswanya ke London. Setelah kemarin ia menyetujui secara resmi jika ia memutuskan untuk mengambil beasiswa itu, ia diminta untuk kembali mengumpulkan data dirinya agar secepatnya beasiswa itu dapat diproses.
Laki-laki itu berjalan santai dan lantas terpekik kaget saat tiba-tiba ada seorang gadis berambut panjang menduduki sofa ruang keluargannya sambil menonton acara televisi. Seingatnya, Anne sudah balik ke Jogja kemarin. Masa cutinya untuk sekedar pulang dan beristirahat ke Bandung telah selesai. Dharmaga saja masih ingat drama terakhir yang Anne buat saat ia mengantarkannya ke bandara kemarin. Anne tiba-tiba saja menangis dan memeluknya erat kala gadis berambut pendek itu akan memasuki kabin pesawatnya. Ia menangis dengan air mata yang dibilang cukup banyak hingga membuat baju Dharmaga basah oleh air matanya. Masih mending jika hanya air mata, gadis itu serta merta menyumbangkan ingusnya untuk membuat baju Dharmaga semakin basah dan kotor. Pandangan mata seluruh orang di situ tertuju pada mereka. Bagaimana tidak? Anne bahkan sempat mem-pukpuk pantat adiknya itu layaknya Dharmaga adalah bocah kecil yang ia sayang--namun, justru membuat sebagian orang merasa aneh melihatnya. Gadis itu berkata jika akan merindukan Dharmaga dalam waktu yang lama--yang juga tidak akan dipercayai oleh Dharmaga. Ia yakin jika setelah ini, Anne akan kembali ke dalam rutinitasnya dan bahkan tidak menganggap Dharmaga adalah adiknya. Dharmaga berpikiran jika kala itu Anne sedang berusaha membuatnya malu di depan para calon penumpang.
"Eh?"
"Kak Dharmaga baru pulang?" tanya gadis itu sambil bangkit mendekati Dharmaga.
"Sena, kok disini? Nggak ngampus?" ucap Dharmaga yang malah balik bertanya.
"Aku ada jam siang. Nanti jam satu an." Jawab Sena sambil menduduki sofa kembali.
"Oh. Udah ketemu mamah belum?" tanya Dharmaga lagi basa-basi. Sebenarnya hari ini ia sedang dalam mood yang kurang baik. Menerima tamu pagi-pagi bukanlah hal yang akan bisa dilakukan oleh orang yang sedang bad mood. Namun, mengingat jika Sena adalah adik sepupunya yang berasal dari keluarga mamahnya membuat Dharmaga segan untuk mengabaikan gadis itu. Ia memilih menduduki sofa tepat di sebelah Sena. Berbincang-bincang sebentar untuk sekedar menghargai tamu, kemudian pamit ingin ke kamar bukanlah hal yang salah kan?
"Tante ada di taman belakang. Ngasih makan si Miu. Katanya tadi pagi lupa belom dikasih makan." Jawaban gadis itu sontak membuat Dharmaga berdiri dari sofa dengan gerakan yang cukup mengagetkan Sena.
"Ya, ampun! Gue ke taman belakang dulu ya, Sen." Ucapnya yang terdengar seperti kalimat berita bukan kalimat tanya.
Sena hanya mengangguk kikuk. Walaupun ia bingung dengan tingkah Dharmaga yang tiba-tiba aneh.
----
"Utu..tu..tu..tu.... Miu lupa dikasih makan, ya? Maafin Opa kamu ya. Dia udah tua jadi suka pikun. Lupa ngasih makan kamu. Ini, ini Oma kasih kamu makan. Biar sehat dan kuat."
Seorang perempuan yang hampir menginjak usia kepala lima itu berlutut di depan seekor kucing yang sedang menikmati makanannya. Perempuan itu berbicara panjang lebar memberi penjelasan seolah kucing di hadapannya itu mengerti ucapannya. Dirinya juga tak segan untuk mengelus bulu halus kucing bernama Miu itu untuk menyalurkan segenap rasa kasih sayang.
"Mamah? Miu lupa dikasih makan lagi?" tanya Dharmaga tiba-tiba datang dengan napas terengahnya.
Aigoo... kenapa Dharmaga bisa tau? Ah, pasti dari Sena. Aduh, ayah sih, pake lupa ngasih makan segala.
KAMU SEDANG MEMBACA
By Your Side
General Fiction[Completed] Mencintainya, aku ingin selalu. Namun bersamanya selalu, aku tak pernah tahu. Dicintainya, merupakan aku. Mencintainya, adalah diriku. Terus berada di sampingnya, itulah mimpiku. Dan kewajibanku adalah berusaha untuk mewujudkan itu. Jik...