Langkah gadis berambut ponytail itu terhenti kala seseorang berperawakan tinggi memanggilnya.
"Lalisa." Ia menoleh mendapati seorang pria yang sudah lama tidak ia temui, terseyum manis ke arahnya.
"Guanlin."
"Hei. Lama gak ketemu ya. Haha." Sapa Guanlin dengan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Sejak saat terakhir mereka bertemu di depan toilet salah satu pusat perbelanjaan minggu lalu, Lalisa dan Guanlin jadi jarang bertemu. Tetapi mereka tetap saling mengirim pesan lewat aplikasi LINE di ponsel masing-masing. Dan pertanyaan Guanlin tentang 'apakah Dharmaga adalah kekasih Lalisa' sudah terjawab tepat seminggu yang lalu juga.
"Gue bukan pacar kak Dharmaga. Dia cuman senior gue di FMIPA, dan kita gak ada hubungan apa-apa selain itu." Itulah penuturan Lalisa kepada Guanlin tentang dirinya dengan Dharmaga. Satu hal yang perlu diingat, itu penuturannya minggu lalu. Entah pernyataan itu akan bertahan lama, atau malah akan terganti dengan pernyataan baru yang bisa membuat hati Guanlin sakit. Mungkin?
"Iya nih. Lo sekarang jarang ngantin ya? Gue padahal pengen ngobrol-ngobrol sama lo."
"Tugas gue udah banyak Lis. Ditambah gue harus selalu pulang ngurusin Miao miao. Hahaha, dia ribet banget. Miao miao selalu minta gue buat jadi temen mainnya. Kalo gak diturutin, dia malah nangis. Haha." Jelas Guanlin panjang lebar, diiringi tawa yang membuat lesung pipinya terlihat dengan jelas. Kok manis? batin Lalisa.
Tak hanya menanyakan status Lalisa dengan Dharmaga, selama sepekan lalu, Guanlin juga berusaha sebisa mungkin untuk saling terbuka, dalam artian berbagi cerita dengan Lalisa. Seperti salah satu contohnya, fakta bahwa Guanlin ternyata memiliki adik perempuan bernama Miao miao, kini sudah diketahui oleh Lalisa. Lalisa bahkan sudah mengetahui rupa gadis cilik bermarga Xi itu karena Guanlin mengirimkan foto dirinya saat bersama Miao miao.
"Ah. Gue jadi pengen banget ketemu Miao miao. Dia keliatan lucu banget waktu foto pake baju ala cici gitu. Ih, gue jadi pengen nyubit pipi adik lo. Huhu." Lalisa berucap sambil bergaya mencubit pipinya sendiri, dan diakhiri dengan kata 'huhu' yang membuatnya bertingkah seperti bocah sedang menangis. Lucu, pikir Guanlin.
"Gue juga pengen nyubit pipi lo." Ucap Guanlin tanpa sadar. Sejak tadi matanya tak pernah lepas dari tingkah imut Lalisa yang berada di depannya.
"Hah?" tanya Lalisa bingung.
"Eh, maksud gue. Kenapa lo gak nyubit pipi kakaknya aja?"
"Hah?" Lalisa tambah bingung. Duh, bego. Kenapa lo malah nyeplos yang itu sih, Lin. Bodo ah. Gue udah terlajur ngomong juga, batin Guanlin merutuki kebodohannya. Sejurus kemudian, tangannya terulur menyentuh pipi Lalisa dan mencubitnya pelan.
"Sumpah Lis, lo lucu banget." Tak ingin menahan malu dan salah tingkah, ia langsung pergi meninggalkan Lalisa yang terdiam mematung. Lalisa masih bingung dengan tingkah Guanlin yang sekarang. Guanlin terlihat, ehm, lebih manis? Entahlah.
Dan tanpa ia sadari, sepasang mata segelap obsidian kini sedang menatap ke arahnya. Mata itu bahkan sudah mengamatinya saat ia berjalan menyusuri koridor 15 menit lalu. Dan sampai seseorang yang bisa ia bilang musuh, meninggalkan Lalisa yang terdiam mematung.
"Ck. Si kuali itu masih aja ya deketin Lalisa. Liat aja, gue bakalan ngelakuin apa aja yang udah di contohin sama ayah buat dapetin hati Lalisa." Dharmaga Aditama, pemilik sepasang mata obsidian yang sedari tadi mengamati Lalisa dari balik pintu perpustakaan.
Satu hal yang dapat kita simpulkan disini. Dharmaga, sang idola para kaum hawa dikampusnya, adalah anak yang berbakti dengan memegang semboyan 'kata ayah'.
KAMU SEDANG MEMBACA
By Your Side
General Fiction[Completed] Mencintainya, aku ingin selalu. Namun bersamanya selalu, aku tak pernah tahu. Dicintainya, merupakan aku. Mencintainya, adalah diriku. Terus berada di sampingnya, itulah mimpiku. Dan kewajibanku adalah berusaha untuk mewujudkan itu. Jik...