18; dear happiness

437 64 7
                                    

Suasana ramai kota Bandung di hari Minggu sama sekali tidak berpengaruh bagi Guanlin. Hatinya masih muram mendengar pernyataan Lalisa dan Dharmaga yang mengatakan jika mereka telah berpacaran kemarin.

Kali ini, ia sedang berada di Trans Studio Bandung untuk menemani adiknya bermain, Miao miao.

Miao miao menggandeng tangan kanan milik Guanlin. Sedikit mendongak saat ia merengek meminta ditemani ke wahana bermain yang ia inginkan. Gadis kecil itu, tingginya hanya sampai sepaha Guanlin.

"Kak Gwan, Miao miao pengen masuk ke wahana rumah hantu. Ayok!"

"Iya."

----

Lis, udah bangun?

Udah. Baru aja.

Kabar gimana?

Baik, katanya.

Oh, kalo kamu?

Bentar. Aku tanyain kabar dulu ya?

Iya.

Gimana?

Kata kabar, aku baik.

Oh, syukurlah.

"Anjay! Ngakak gue MasyaAllah. Ini kenapa adek gue pacarannya goblok banget sih, ya ampun." Teriak Anne dengan tawa keras di akhir kalimatnya.

Sekarang pukul sepuluh pagi. Dan Dharmaga masih molor dengan ilernya yang berceceran di sekitar pipi. Anne, kakaknya yang tadinya berniat ingin membangunkan Dharmaga, mengurungkan niatnya dan malah mengambil ponsel berwarna hitam yang tergeletak di nakas samping kasur Dharmaga. Ia memotret wajah aib adiknya itu dengan kekehan yang berusaha ia sembunyikan agar tidak terdengar dan membangunkan Dharmaga. Namun, tawanya kian mengeras saat melihat beberapa pesan yang dikirimkan Dharmaga kepada Lalisa.

"Heh! Ngapain lo ada di kamar gue?!" teriak Dharmaga dengan suara tak kalah kerasnya. Matanya masih menyipit. Tangan kanannya ia gunakan untuk mengucek kedua matanya. Sementara tangan kirinya ia gunakan untuk mengelap bekas iler di pipinya. Aish, menjijikkan.

"Siapa suruh jam segini nggak bangun-bangun."

"Gue udah bangun ya, tadi jam delapan gue sempet chat-an sama Lalisa, tapi trus tidur lagi."

"Eh? Ngapain lo pegang-pegang hape gue? Balikin nggak?" Dharmaga bangkit dari duduknya, berusaha meraih ponsel yang kini sudah berada jauh jangkauannya dari Dharmaga. Anne berlari menuju pintu kamar Dharmaga untuk menghindari amukan adiknya itu—dan dengan tangan membawa ponsel Dharmaga pastinya.

"Balikin nggak, ih?!" teriak Dharmaga kesal. Ia belum juga berhasil untuk menangkap kakaknya itu.

"Hahahaha. Mah, Mah. Liat deh, chat-an Dharmaga sama Lalisa. Ih, masak alay parah." Anne berlari ke arah Mamahnya yang kini sedang memasak di dapur. Keluarga Dharmaga mempunyai kebiasaan unik di pagi hari Minggu. Biasanya mereka akan melakukan kegiatan makan pagi bersama—sarapan—pada pukul sembilan ke atas. Kenapa? Karena mereka tahu jika, anak bungsunya yang paling tampan—Dharmaga—mempunyai kebiasaan bangun di atas jam delapan pagi. Jadi, untuk harus mengadakan sarapan bersama, keluarganyalah yang harus mengalah untuk sedikit mengundur waktu sarapan.

"Heh! Balikin sini nggak?!" teriak Dharmaga sambil berkacak pinggang.

"Nggak mau. Wle!" jawab Anne dengan memeletkan lidahnya, bermaksud untuk mengejek Dharmaga. Sementara tangan kanannya sibuk meng-scroll up ponsel Dharmaga hingga ia menemukan sesuatu yang membuatnya terpaksa menghentikan tawanya.

By Your SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang