39; keep me by your side

1K 54 19
                                    

Lalisa dilarikan ke rumah sakit terdekat dari gedung resepsi. Kira-kira, jauhnya tak sampai dua kilo meter. Mobil Guanlin menjadi sarana membawa Lalisa ke rumah sakit. Dharmaga panik selama perjalanan. Ia berulang kali menyebut nama Lalisa agar mampu bertahan. Terdapat Sena di sampingnya. Jennie dan Samuel menyusul menggunakan mobil Samuel. Mereka meninggalkan resepsi pernikahan Anne begitu saja. Meninggalkan jejak serpihan kaca dan sirup yang belum sempat dibersihkan. Meninggalkan Anne dan suaminya yang gelisah karena ingin mendampingi Lalisa namun, tamu undangan yang malah tambah ramai seiring waktu berjalan. Akhirnya, Anne dan Mas Hari memutuskan untuk tetap tinggal sampai acara selesai dan mempersilakan Wira serta Melisa menyusul Lalisa terlebih dahulu ke rumah sakit.

Dan di sinilah Dharmaga sekarang. Duduk di kursi samping ranjang rawat Lalisa. Menggenggam tangan wanita itu kuat. Genggaman tangannya seolah mampu berkata 'Lalisa ayo bangun. Aku butuh kamu bangun.'

Dokter pergi meninggalkan mereka tiga puluh menit lalu. Dokter sempat mengatakan bahwa air ketuban Lalisa pecah. Lalisa harus segera melahirkan anaknya agar tidak terjadi infeksi. Selama 24 jam kedepan, jika Lalisa tidak mengalami kontraksi, maka wanita itu harus diinduksi. Namun, mengingat usia kandungan Lalisa yang sudah memasuki usia sembilan bulan, besar kemungkinan jika wanita itu akan melahirkan dalam waktu dekat dan tidak perlu diinduksi.

"Lalisa pasti baik-baik aja. Dia perempuan kuat." Guanlin menepuk bahu Dharmaga pelan. Disusul oleh Sena yang juga berdiri di sampingnya

"Iya. Semoga dia baik-baik aja."

Guanlin mengajak Sena keluar. Ia tahu, Dharmaga pasti butuh waktu berdua dengan Lalisa. Apalagi di saat-saat seperti ini. Maka dari itu, ia memutuskan untuk meninggalkan mereka berdua sendirian. Samuel dan Jennie sibuk menghubungi Melina di koridor rumah sakit. Mereka menyarankan mamah Lalisa agar tetap tenang dan tidak usah khawatir karena Lalisa hanya tinggal menunggu kontraksi.

"Dhar..." lirih Lalisa setelah ia membuka mata. Dharmaga yang semula menunduk dan terus memanjatkan doa, kini mengangkat kepalanya dan menemukan Lalisanya telah bangun di sana.

"Lis? Astaga, kamu bikin aku khawatir aja." Dharmaga bangkit dari duduknya. Mendekat ke Lalisa lalu menyentuh pipi perempuan itu lembut. "Masih ngerasa sakit?"

Lalisa menggeleng. "Bayi kita nggak papa kan, Dhar?"

Dharmaga mengangguk. Meraih tangan kanan perempuan itu dan ia genggam kuat. "Ketuban kamu pecah. Selama 24 jam ini, kamu harus segera melahirkan bayi kita. Kalau masih belum ada kontraksi, kamu harus diinduksi, Lis."

Sebelum Lalisa menjawab. Dharmaga lebih dahulu menimpali ucapannya, "Tapi, kamu tenang aja. Usia kandungan kamu kan udah sembilan bulan, aku pastiin kamu bisa langsung melahirkan tanpa harus diinduksi."

Lalisa mengangguk lemah. Lalu tersenyum dan membalas genggaman tangan Dharmaga. Ia mengelus telapak tangan Dharmaga dengan ibu jarinya. "Makasih, Dhar. Maaf karena selalu ngerepotin kamu."

"Lis, sekali lagi dengerin aku. Kamu nggak ngerepotin. Aku sama sekali nggak perlu ngerasa repot karena kamu. Kamu itu istri aku, ibu dari anak-anak aku. Tanggung jawab aku. Jadi kamu jangan sekali pun mikir kalau kamu ngerepotin ya?"

Lalisa tersenyum kembali. "Iya."

Dharmaga juga tersenyum. "Aku panggil yang lain ya." Setelah itu Dharmaga keluar dari ruang rawat. Ia memanggil Jennie dan Samuel yang masih berada di koridor. Mengabarkan jika Lalisa sudah sadar.

"Lalisa!" teriak Jennie setelah membuka pintu ruang rawat. Ia berlari mendekati Lalisa, lalu memeluk perempuan itu erat. Saking senangnya.

"Jen! Hati-hati itu istri gue lagi sakit," peringat Dharmaga melihat Jennie yang begitu semangat memeluk Lalisa.

By Your SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang