Di pagi hari yang cerah ini, Dharmaga awali dengan berjalan santai menyusuri kompleks sekitar rumahnya. Ia tak berjalan sendiri, kakaknya, Anne sekarang sedang berdiri disampingnya. Wanita itu kini meneguk air mineral dingin yang baru saja ia beli dari pedagang kaki lima. Tegukan demi tegukannya seolah menunjukkan betapa hausnya ia sekarang.
"Biasa aja dong minumnya! Kaya orang puasa satu tahun aja lo." Cerca Dharmaga melihat gaya minum kakaknya itu.
"Ye... santai aja kali, yang minum juga gue ini." Balas Anne tak kalah sewot.
"Terserah."
"Jiwa-jiwa kuli, mah ya gini. Susah dibilangin, minum aja udah kaya tukang gali sumur yang nggak minum seharian." Dharmaga membalas dengan memutar kedua bola matanya kesal.
"Ya kalo gali sumur, mah nggak usah repot-repot cari air putih, atuh kang. Tinggal minum aja tuh sumur langsung."
"Belegug siah."
"Yang belegug siapa, yang ngatain siapa. Lelah Dilan diginiin terus."
"Gue tampol mau nggak, Ga? Kalo yang jadi Dilannya lo, gue yakin mbak Vanhessa nggak bakalan mau disuruh jadi Mileanya."
"Kurang ajar, lo!"
by your side
"Aku pikir kamu mau sama aku karena kamu itu tulus cinta sama aku. Ternyata kamu cuma mau manfaatin aku aja, iya?"
"Kalo iya kenapa? Lo nya aja yang sok cakep, tampang kayak ondel-ondel gitu nyari orang yang tulus sama lo. Duh ngaca dong!"
"Dasar set—"
"tin... tin..." Jennie segera mematikan televisinya saat ia mendengar bunyi klakson mobil dari luar. Ia menduga jika itu pasti suara mobil Samuel. Segera ia melangkahkan kakinya menuju teras depan. Dan benar saja, Samuellah pemilik suara klakson mobil tadi. Laki-laki itu kemudian turun dari kursi pengemudi sambil membawa beberapa paper bag berisikan oleh-oleh untuk keluarga Jennie.
"Sam!" seru Jennie sambil berlari ke arah Samuel, ia memeluk laki-laki itu erat. "Aku kangen...." Gumannya saat sudah berada dalam pelukan hangat Samuel.
"Iya, aku juga kangen sama kamu. Kangen banget malah." Samuel berkata sambil mengelus rambut Jennie pelan. "Aku nggak disuruh masuk nih? Capek tau berdiri gini." Rengek Samuel kepada Jennie. Bukan sekedar candaan, tetapi memang benar jika sekarang kakinya serasa ingin patah—mengingat ia mengedarai mobilnya sendiri dari Jakarta menuju Bandung.
"Yaudah, ayo!"
Mereka memasuki rumah dengan Jennie yang masih bergelanyut manja di tangan Samuel. Maklumlah, akibat rindu karena hubungan jarak jauh yang mereka jalani. Jarak Jakarta ke Bandung memanglah tidak jauh-jauh amat. Namun, waktulah yang menjadi penghalang. Samuel sibuk sekali mengejar waktu agar skripsinya cepat selesai. Sedangkan Jennie, ia mungkin memang belum memasuki jenjang perkuliahan—karena ia sengaja untuk kuliah tahun depan. Rasanya ia butuh waktu untuk setidaknya beristirahat selama setahun dari ruetnya pendidikan zaman sekarang—namun, Samuel selalu melarangnya, saat ia berniat akan menyusul ke Jakarta. Jadi, gadis itu hanya bisa menunggu waktu luang Samuel untuk nengunjungi Bandung—ah tidak, lebih tepatnya; mengunjungi dirinya.
"Mau minum apa?" tanya Jennie, saat Samuel baru saja mendudukkan dirinya di sofa ruang keluarga.
"Es doger satu." Jawab Samuel seenaknya. Yang diajak ngbrol malah memutar kedua bola matanya malas. "Serius ih! Emang dipikir ini restoran apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
By Your Side
General Fiction[Completed] Mencintainya, aku ingin selalu. Namun bersamanya selalu, aku tak pernah tahu. Dicintainya, merupakan aku. Mencintainya, adalah diriku. Terus berada di sampingnya, itulah mimpiku. Dan kewajibanku adalah berusaha untuk mewujudkan itu. Jik...