Dua hari sebelum keberangkatan Dharmaga dipercepat, Guanlin bertemu dengan Sena. Guanlin meminta gadis berkaca mata itu untuk menemuinya di sebuah kafe bernuansa aesthetic dan instagram-able yang sering dikunjungi oleh remaja jaman sekarang. Tempatnya yang cozy dan menu makanan yang enak, semakin menambah daya tarik tersendiri bagi para remaja untuk mengunjungi tempat itu. Kala itu, pukul tiga sore, Guanlin lebih dahulu sampai dan langsung memilih tempat duduk yang berdekatan dengan jendela. Cuaca cerah hari itu mampu membuat cahaya matahari menembus sela-sela jendela yang sengaja dibuka setengah. Tangannya menarik buku menu, membaca satu per satu menu minuman yang ingin ia nikmati. Pilihannya jatuh kepada kopi hitam less sugar dengan tambahan es yang akan ia minum di sore hari yang cerah ini. Ia memesan dua sekaligus. Sena juga menyukai kopi hitam, sama sepertinya.
Tak perlu menunggu waktu lebih lama lagi, pesanan kopi hitam itupun datang. Bersamaan dengan kopi yang baru saja disajikan oleh salah seorang pelayan, Sena datang dari arah pintu masuk dengan sedikit terengah. Kala gadis itu sampai dihadapannya, Guanlin pun tergerak untuk ikut berdiri. Terlihat bingung mengapa gadis itu berlari terengah hanya untuk segera sampai di mejanya.
"Lo kenapa Sen? Kok keringetan? Apa ada sesuatu yang terjadi?"
Menarik napas panjang, lantas menghembuskannya begitu saja. Gadis itu kemudian menjawab, "Maaf, Lin. Aku telat. Tadi ada kecelakaan pas mau ke sini. Dan hal itu terjadi tepat di depan mobil aku. Jelas aku syok. Aku bahkan sempet linglung dan ketakutan. Aku—"
"Duduk dulu aja, Sen." Walaupun terlihat kaget, Guanlin berusaha menenangkan gadis di hadapannya itu. Salah satu caranya ya, dia tidak perlu menunjukkan rasa keterkejutannya.
Menghembuskan napas lagi, gadis itu mengangguk lalu menduduki kursi di dekatnya. Matanya terpejam, berusaha mengalihkan ingatan menyeramkannya mengenai kecelakaan antara mobil dan motor ugal-ugalan yang terekam jelas di memorinya.
"Lo tenangin diri dulu, baru lanjut cerita. Gue udah pesenin kopi hitam kesukaan lo."
Tersenyum manis, gadis itu lantas berkata, "Makasih, Lin." Sena mengambil gelas di hadapannya kemudian menyeruput seperempat kopi hitam di dalamnya.
"Ada kecelakaan mobil sama motor yang ugal-ugalan naiknya. Motor itu nabrak mobil di depan aku sampe pintunya rusak. Yang ditabrak itu pintu bagian pengemudi, jadi si pengemudi itu langsung koma karena si pengendara motor yang lajunya kencang banget. Dan beruntung si pengendara motor cuman luka berat nggak sampe meninggal. Demi Tuhan, tadi itu ngeri banget, Lin."
Guanlin kali ini tidak bisa menutupi keterkejutannya. Matanya yang sipit bahkan sempat membulat sempurna. Namun, hal itu tak bertahan lama kala Sena tiba-tiba mengalihkan topik lain.
"Udahlah, aku nggak mau ngingat-ngingat hal itu lagi. Serem soalnya," ada jeda sejenak sebelum akhirnya Sena bertanya, "Oh, iya. Kamu minta ketemu emangnya ada apa, Lin?"
Guanlin mengerjap sebentar. Kemudian ia teringat akan tujuan sebenarnya menemui Sena.
"Ehem," dehemnya sambil mencari kalimat yang pas. "Kamu kenal sama Dharmaga Aditama, ya, Sen?"
"Eh?"
Guanlin mengangkat sebelah alisnya. Kemudian mengangguk dan mengulangi pertanyaannya. "Iya. Dharmaga Aditama. Kenal?"
"Iya. Kenal, emangnya ada apa kamu nanyain kak Dharmaga? Kebetulan dia sepupu aku."
"Cuman mau—apa? Sepupu kamu? Maksudnya saudara gitu, saudara sepupu?"
"Iya. Mamahnya kak Dharmaga itu kakaknya mamah aku."
Dan detik itu pula, sorot mata Guanlin lebih bersemangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
By Your Side
General Fiction[Completed] Mencintainya, aku ingin selalu. Namun bersamanya selalu, aku tak pernah tahu. Dicintainya, merupakan aku. Mencintainya, adalah diriku. Terus berada di sampingnya, itulah mimpiku. Dan kewajibanku adalah berusaha untuk mewujudkan itu. Jik...