Zidane masuk ke dalam dan mencari kamar Angel. Mamanya tadi memberitau di hotel mana dan kamar nomor berapa Angel meningap. Zidane bersyukur, karena dengan begitu dia bisa lebih mudah menemukan Angel.
Tepat di depan kamar nomor 125, Zidane berhenti. Zidane mengatur nafasnya, lalu mengetuk pintunya. Pintu kamarnya terbuka. "Zidane?"
Tanpa banyak bicara, Zidane memeluk Angel erat. "Sorry for everything, Angel," bisik Zidane.
Air mata Angel kembali mengalir. Tapi kali ini dia menangis bukan karena dia sedih. Setidaknya hari ini dia menangis karena perasaannya sedikit bahagia. "Hey, kenapa nangis?" tanya Zidane dan menghapus air matanya.
"Gue nangis karena lo. Lo jahat sama gue, Zidane."
"Maaf, Angel, maaf." Zidane kembali memeluk Angel.
Tania mendekati Angel, awalnya karena ingin bertanya siapa yang datang. Tapi melihat Zidane dan Angel berpelukan, Tania memutuskan untuk kembali ke dalam.
Zidane melepas pelukan mereka dan mengatakan, "Maaf, Angel. Maaf sudah mengabaikan. Maaf, kalau gue terlalu egois. Maaf, kalau gue ga kasi lo kesempatan buat ngomong apapun itu. Maaf, gue tiba-tiba ngilang. Maaf, buat semuanya."
"Gue udah maafin lo, Zidane, bahkan sebelum lo minta maaf. Tapi gue tetap aja sedikit kecewa sama lo."
Tiba-tiba Alexi datang dan langsung meninju Zidane. "Bukan cuma Angel yang kecewa. Tapi gue juga, punya temen kok bego banget!"
"Alexi! Kenapa Zidane ditinju?"
"Itu pelajaran buat dia karena pergi tanpa pamit. Lagian dia cowok, nahan pukulan dikit kayak gitu pasti bisa," sahut Alexi santai.
"Zidane, sakit ga?" tanya Angel khawatir. Zidane menggeleng.
"Gue tinju balik ntar dia. Lo tenang aja, Angel."
"Eits, jangan dong. Tinjunya gue itu masih punya perasaan, kalau tinjunya lo itu benar-benar ga berperasaan. Lo mau gigi gue hilang karena tinjuan lo?" Zidane dan Angel tertawa mendengarnya.
"Angel, jadi kita udah baikan nih kan?"
"Iya! Aku mau kita balikan lagi kayak dulu."
"Kita kan ga putus."
"Kok gue ngiranya kita putus? Apalagi sikap lo yang seenak jidat cuekin gue."
"Lo mau putus? Yaudah, putus."
"Gamau!!"
"Ke rumah gue yuk?"
"Ayoo."
"Heh, pasangan yang baru berbaikan, tungguin kita dong! Mentang-mentang udah baikan, temen dilupain," protes Tania.
"Emang kita temen?" ujar Zidane.
"Bagus, Zidane. Sekarang lo bahkan mempertanyakan status pertemanan kita." Tania lalu mengalihkan pandangannya, menatap Angel dan mengatakan, "Cowok yang kaya gini gaboleh dipertahankan. Temen aja ga diakuin, apalagi pacar?"
"Lo sama Angel itu beda. Kayak langit dan bumi. Gaboleh ngehasut orang. Ga baik," kata Zidane.
"Suka-suka gue dong. Yang ngomong juga kan gue, kenapa lo yang sewot?"
"Angel, kita pergi aja yuk. Biarin mereka berdua," kata Alexi yang gemas melihat keduanya.
"Heh, tangan! Enak aja lo pegang-pegang tangan cewek gue." Zidane melepas paksa pegangan Alexi tadi, dan menggenggam tangan Angel. "Nah gini baru benar. Ayo cabut!"
"Tunggu, Zidane, koper gue belum dibawa." Zidane menyerobot masuk ke dalam dan mengambil barang bawaan Angel dengan sebelah tangan. Karena tangan satunya lagi digunakan untuk memegang tangan gadisnya.
"Kalian mau ikut ga? Kalau mau cepetan." Alexi dan Tania langsung mengambil barang bawaan mereka dan mengikuti kemana Zidane pergi.
Zidane bisa melihat gadis tadi, sedang bersandar di mobilnya. "Ngapain lo di sini?"
"Kan aku udah bilang kamu harus tanggung jawab."
"Zidane, lo ngapain?" tanya Angel cepat.
"Jangan mikir kejauhan dulu. Tadi cewek ini tuh jalan seenak jidat, dikira itu jalan kakeknya kali, terus jatuh. Keseleo. Mana nyalahin gue lagi, udah dia yang salah," jelas Zidane.
"Terus lo ngapain masih di sini? Bukannya Zidane udah bantuin lo? Taksi banyak kok, kita mau pergi nih," ujar Tania.
"Gimana aku bisa pergi kalau kaki aku masih sakit?" tanya gadis itu.
"Kan udah dibilangin naik taksi. Ga ngerti taksi itu apa?" sarkas Tania lagi.
"Yatuhan! Rumah lo di mana? Biar gue yang nganter. Hidup kok susah banget," ujar Zidane akhirnya.
"Aku bukan orang sini. Niatnya kesini buat jalan-jalan aja, jadi aku ga kenal sama siapapun."
"Nah ini kan hotel, lo masuk aja ke dalam. Ga susah kan?" Kali ini Alexi yang berbicara.
"Kalau nanti aku kenapa-kenapa gimana? Kan aku ditabrak dia?" katanya dengan wajah polos.
"Ah, kalian ribet banget. Yaudah si ajak aja dulu ke rumah lo, Zidane. Siapa tau beberapa hari udah baikan?" saran Angel.
"Oh iya lo inget kan tukang pijit yang dulu? Lo minta tolong aja dia ke rumah buat pijitin dia. Kalau kakinya dia udah sembuh kan dia bisa pergi," lanjut Angel lagi.
Zidane menghela nafasnya lelah, tapi tetap menyetujui perkataan Angel. Zidane menyetir ke rumah.
***
![](https://img.wattpad.com/cover/113835443-288-k337146.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Coldest Boy #2 : Stay With Me
Teen Fiction"Gimana caranya gue bisa bahagia sedangkan lo ga sama gue? Padahal bahagianya gue itu ada sama lo." My Coldest Boy Series: Stay With Me ps. [c o m p l e t e d]