PART 10

3.7K 233 1
                                    

Zidane akhirnya sampai setelah berada di pesawat untuk waktu yang cukup lama. Zidane benar-benar kebosanan berada di pesawat.

Terakhir kali Zidane berada di pesawat dengan Angel. Tapi kali ini dia pergi tanpa Angel.

Ternyata Andrew dan Theresa sudah menunggunya di bandara. Ada Caithlyn juga di sana. "Hey, Caith, how are you?" Zidane memeluk Caithlyn erat.

Caithlyn tersenyum kegirangan saat melihat Zidane. Andrew dan Theresa juga sama senangnya seperti Caithlyn.

"Pa, Ma, maaf Zidane jarang pulang, Zidane punya banyak urusan di sana."

"Iya, gapapa, papa sama mama ngerti kok. Oh iya, ayo kita pulang." Mobil mereka meninggalkan kawasan bandara.

"Mama ada masak di rumah?" tanya Zidane. Theresa menggeleng. "Gak. Kamu lapar ya?" Zidane mengangguk.

"Kalau gitu kita makan di luar aja ya? Di sini ada restoran baru, enak juga. Kamu sih ga pulang-pulang, banyak yang ga kamu coba." Zidane tertawa mendengarnya tapi tetap mengiyakannya.

Ternyata restoran yang dibicarakan Andrew tidak jauh dari rumah. Tempatnya juga strategis. Selain itu, interiornya juga bagus meski hanya dengan warna hitam dan putih.

"Kamu mau makan apa?" tanya Andrew.

"Atur aja, Pa. Zidane kan pemakan segalanya." Zidane tertawa mendengar ucapan yang diucapkannya.

Selagi orang tuanya memesan makanan, Zidane sibuk bermain dengan adiknya. Adiknya yang satu ini sangat bawel, bahkan kelewat bawel, mirip dengan Angel.

Sedaritadi, di dalam perjalanan, Caithlyn terus mengoceh. Meskipun beberapa ocehannya tidak jelas.

"Pa, Ma, Zidane ajak Caith jalan-jalan ya?" Kedua orang tuanya mengangguk.

Zidane menggendong Caithlyn di pundaknya. Caithlyn terus tertawa, dia benar-benar senang.

"Ice cream!" ujar Caithlyn.

"You want ice cream, Caith?"

"Yes, yes!"

"Give me one hug, first." Caithlyn memeluk Zidane, bahkan mencium Zidane. Zidane tersenyum melihat adiknya. Dia sangat menggemaskan.

Zidane menurunkan Caithlyn dan menggemnggam tangan mungilnya. "1 ya, Pak." Bapak penjual es krim memberikan es krim kepada Zidane. Zidane membayar sesuai harganya.

"One ice cream for this cute little princess." Zidane memberikan es krimnya kepada Caithlyn.

"Yey, ice cream. Thank you!" Setelah itu, Zidane mengajak Caithlyn kembali ke restoran tadi, tidak ingin membuat orang tuanya menunggu lama.

"Zidane dan Caithlyn datang.."

"Wah anak mama udah datang. Eh, kok ada es krim? Dapat darimana?" tanya Theresa. Caithlyn menunjuk ke arah Zidane.

"Zidane sebenarnya adik-mu ini flu. Tapi mama rasa sesekali makan es krim tidak apa-apa, kan?"

Zidane menepuk jidatnya dan mengatakan, "Aduh, Ma, maaf, Zidane gatau."

"Udah gapapa, Zidane. Siapa tau besok Caithlyn langsung sembuh?" ujar Theresa bercanda. Zidane tertawa pelan.

"Yaudah, kita makan dulu ya. Pesanannya sudah datang." Setelah selesai makan, mereka kembali ke rumah.

Di dalam perjalanan pulang, mereka mengobrol tentang masa kuliah Zidane di luar sana. Akhirnya topik yang selalu Zidane hindari, kembali dibahas. Tentu saja tentang Angel.

"Angel mana? Kok ga ikut?" tanya Theresa.

"Zidane lagi ada masalah sama Angel. Zidane pulang kesini aja dia gatau mungkin," jawab Zidane.

"Kalau ada masalah itu diomongin bukan malah lari dari masalah. Zidane, Zidane," ujar Andrew.

"Yee.. Papa kan juga gitu. Lari dari masalah."

"Ini nih yang namanya buat jatuh tak jauh dari pohonnya," ejek Theresa.

"Jadi kamu ceritanya dukung Zidane atau dukung aku?" tanya Andrew bercanda.

"Aku netral aja deh."

"Caith, berasa ga dianggap kita ya. Kita mah apa atuh, Caith, cuma butiran debu."

"Kamu aja yang butiran debu, Caith sih enggak," ejek Theresa lagi.

"Iyain deh, Ma. Sesuka hati mama aja."

Mereka akhirnya sampai di rumah. Zidane memutuskan untuk langsung masuk ke kamarnya. Zidane sangat lelah, ingin beristirahat.

Sebelumnya Zidane mengambil ponselnya, dihidupkannya kembali ponselnya itu. Seketika banyak pesan masuk. Tapi, Zidane sama sekali tidak berniat membaca apalagi membalas pesannya.

Zidane menghidupkan mode pesawat, dengan begitu tak ada pesan masuk, Zidane menyimpan ponselnya di atas meja belajarnya. Lalu, terbaring di atas tempat tidurnya dan tak lama kemudian, dia tertidur. Melupakan semua pikiran yang menganggunya sesaat.

***

My Coldest Boy #2 : Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang