"Gimana caranya gue bisa bahagia sedangkan lo ga sama gue? Padahal bahagianya gue itu ada sama lo."
My Coldest Boy Series:
Stay With Me
ps.
[c o m p l e t e d]
Ini tepat hari ketujuh, Veena berada di rumah Zidane. Veena lebih memilih untuk terlihat sudah sembuh, karena tak ingin terus menerus berpura-pura sakit. Ya, meski kejujurannya membuatnya tidak bisa terlalu dekat dengan Zidane seperti sebelumnya.
"Zidane, makasih udah bantuin aku selama ini."
"Iya, sama-sama. Lain kali hati-hati, jangan main nuduh-nuduh juga."
"Ih kan emang kamu yang salah."
"Kata siapa gue salah? Buktinya apa?"
"Kamu buta warna ya? Kan pas aku mau jalan lampu penunjuk jalan untuk pejalan itu warna hijau, artinya boleh jalan."
"Lo kali yang buta warna? Jelas-jelas lampu jalanan udah warna hijau, otomatis lampu buat pejalan kaki warna merah."
"Bodoamat deh. Dasar gabisa mengalah," sindir Veena.
"Iyain. Jadi lo sekarang pergi dari sini kan?" tanya Zidane.
"Menurut kamu?"
"Ya iyalah. Kan lo udah sembuh, ngapain masih di sini?"
"Iya, nanti aku pergi. Aku juga udah mau balik ke New York."
"Oh baguslah. Lebih cepat lebih baik."
"Jahat kamu mah."
"Kalau gue jahat, gue ga bakal tu bantuin lo."
"Iya, iya. Oh iya, aku pengen traktir kalian makan. Malam ini bisa?"
"Bisa kali. Gatau, takutnya pulang malem," jawab Zidane ragu.
"Yaudah kalau gabisa juga gapapa. Jangan dipaksain."
"Gue usahain deh." Veena mengangguk.
"Gue keluar dulu." Sedaritadi, Zidane memang ada di kamar Veena, untuk melihat kondisinya. Karena hari ini, Veena akan meninggalkan rumahnya. Pesawatnya dengan tujuan New York berangkat besok.
Zidane meninggalkan kamar Veena karena ayahnya memanggilnya beberapa kali. "Kenapa, Pa?"
"Ayo ke kantor sekarang," ajak Andrew. Zidane mengangguk.
"Papa duluan aja. Zidane mau kasitau yang lain kalau Zidane pergi, takut pada cariin." Andrew mengangguk.
Angel ternyata ada di dalam kamar, sedang sibuk dengan ponselnya. "Bisa kalem juga lo?"
Angel mengalihkan pandangannya dari ponselnya saat mendengar suara Zidane. "Bisa lah. Gue emang kalem kok."
"Idih kalem apanya? Kayak cacing kepanasan, iya."
Angel tertawa. "Jadi kenapa lo di sini?"
"Cuma mau bilang, gue mau pergi. Jangan kangen ya."
"Siapa juga yang kangen sama lo? Mau lo pulang malem banget pun juga gue ga bakal kangen sama lo."
"Ah masa? Hidup lo penuh kebohongan."
"Bohongnya kan cuma sama lo doang. Yang lain engga."
"Sama aja, penuh kebohongan," ujar Zidane dengan wajah datarnya.
"Udah ah, papa nungguin. Oh iya nanti malam Veena traktir kita tuh." Angel hanya mengangguk dan melambaikan tangannya.
Zidane meninggalkan kamar Angel dan segera masuk ke mobil. "Maaf lama, Pa."
"Gapapa, papa ngerti. Papa juga pernah muda." Zidane tertawa.
Mobilnya meninggalkan halaman rumahnya. Di dalam mobil, Andrew menjelaskan beberapa materi dan hal penting yang akan dibahas untuk meeting nanti.
Menurut Andrew, Zidane menerima dan menyerap informasi dengan cepat. Sehingga tidak sulit untuk mengajari Zidane. Bahkan, saat mereka sudah sampai di depan perusahaan, Zidane sudah bisa mengerti semua yang sudah ayahnya ajarkan.
"Sudah siap, Zidane?" Zidane mengangguk.
Keduanya turun dan masuk ke dalam. Beberapa orang menatap Zidane takjub, terutama pekerja perempuannya. Selama ini, Zidane memang tidak pernah mengunjungi perusahaan, jadi tidak heran, Zidane mengundang perhatian orang-orang.
"Siapkan dan kumpulkan orang. Meeting akan segera dimulai, dipimpin anak saya. Karena saya harus bertemu dengan klien." Sekretarisnya mengangguk.
Dalam hitungan menit, ruangan sudah siap dan sudah dipenuhi orang-orang. Meeting berjalan dengan lancar dan mendapat sambutan yang baik.
Zidane kembali ke ruangan Andrew dan memberitaunya bahwa Veena mengajak mereka sekeluarga makan di luar.
"Yaudah, berarti kita pulang sekarang?" Zidane mengangguk.
"Makasih udah bantuin papa, Zidane."
"Iya, sama-sama, Pa."
Mereka kembali ke rumah, tetapi sudah tak sempat bersiap-siap. Jadi saat mereka pergi Zidane dan ayahnya masih mengenakan jas, yang menurut Angel maupun Veena, Zidane terlihat berkali-kali lipat ketampanannya.
"Maksud lo apa nih kirim foto beginian?" tanya Angel sambil memperlihatkan fotonya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Biar lo bisa merasa beruntung punya pacar seganteng gue."
"Iyain."
Veena mengeluarkan suaranya saat suasananya sudah sunyi. "Om, Tante, sama Zidane, makasih ya buat seminggu ini. Maaf kalau Veena ngerepotin, tapi besok Veena udah kembali ke New York kok."
"Sama-sama, sayang."
"Oh iya makasih juga Angel, Tania, Alexi, udah ngajak jalan-jalan dan bantuin aku." Mereka yang disebutkan namanya mengangguk.
Mereka makan bersama dan setelah selesai mereka kembali ke rumah. Seperti yang Veena katakan, Veena benar-benar membayar untuk pesanan mereka.