".......berkaitan dengan pernyataan Henry Moore yang tak lain adalah to be an artist is to believe in life."
Kalau begitu sepertinya aku tidak akan pernah menjadi seniman yang sebenarnya seumur hidupku.
Pikirku sembari kugerakkan ujung penaku pada kertas bergaris di buku catatan, menuliskan tentang apa yang baru saja Tuan Jang jelaskan. Bel makan siang berbunyi. Mereka menyebutnya "alunan musik favorit seluruh siswa", karena pada saat itulah mereka diberikan waktu untuk melahap makan siang mereka, berkumpul dengan teman teman, atau bahkan hanya untuk mengejar ketertinggalan mereka tentang berita terpanas yang terjadi di seputar sekolah.
Namun tentu saja waktu istirahat bukan lagi menjadi waktu yang kusukai, mengingat bahwa aku harus bertahan melewati waktu istirahat makan siang sendirian tanpanya.
Tanpa dirinya.
Luar biasa, aku baru saja menarik diriku kembali masuk ke dalam situasi yang melankolis. Bukan berarti bahwa aku sudah pernah keluar dari dalam situasi tersebut sejak ia pergi, tidak sama sekali.
"Saya tahu bahwa kalian sangat menyukai kelas saya, namun sayangnya kita harus mengakhiri yang satu ini untuk sekarang. Jangan lupakan tugas yang saya berikan, lakukan yang terbaik dan sampai jumpa di pertemuan mendatang." Ujar Tuan Jang; suaranya sedikit teredam oleh suara-suara yang ditimbulkan oleh para siswa yang menyingkirkan buku catatan dan memasukkannya dalam tas sebelum akhirnya berdiri dari tempat duduk mereka dan pergi meninggalkan kelas menuju kafetaria. Bayangan tentang dirinya muncul; meregangkan badannya yang kaku setelah duduk selama berjam jam lamanya, belajar. Ia berbalik menghadapku yang duduk tepat dibelakangnya, melemparkan senyuman lelah yang sedikit mengantuk kemudian bertanya padaku "Makanan apa yang akan kau bagi denganku hari ini?"
Bayangan yang ternyata hanya akan menjadi kenangan indah milikku sendiri.
Aku termenung di mejaku, mencoba untuk menyingkirkan pikiran-pikiran bodohku sementara siswa-siswa lain mulai berjalan pergi meninggalkan kelas, Tuan Jang sepertinya memperhatikan sikapku karena beliau mulai berjalan menghampiriku.
Tidak, tolong jangan datang kemari dan bertanya apakah aku baik baik saja.
"Selamat siang Jinhee, apa kau baik baik saja?"
Ini dia.
"Selamat siang Tuan, Aku baik baik saja." sheesh aku benci berbohong, apalagi kepada orang yang kuhormati.
"Baiklah, karena kebetulan kau berada disini, biar kukatakan padamu bahwa aku menantikan hasil karya cemerlang lainnya darimu untuk tugas kita kali ini. Sudah sebulan sejak karyamu yang terakhir, tolong kerjakan tugas kali ini dengan sepenuh hati."
"Aku akan mencoba untuk tidak mengecewakan Anda, Tuan." jawabku; berharap bahwa jawaban dariku akan memuaskannya.
"Baiklah, kalau begitu. Nikmati makan siangmu." Katanya sambil berjalan pergi.
Aku bangkit dari tempatku, tak sengaja bertemu tatap dengan Woo Hyerim yang saat itu baru saja akan berjalan pergi meninggalkan kelas bersama dengan sekumpulan gadis lainnya. Ia memberikan senyum penuh kecemasan yang kubalas dengan senyum canggungku, sementara teman-temannya menatapku dengan tatapan aneh. Setelah memastikan bahwa mereka telah pergi meninggalkan kelas, aku berjalan keluar hanya untuk mendapati Jeon Jungkook menghalangi jalanku sementara ia tertawa melihat teman-temannya bercanda; saling menjegal satu sama lain.
Salah satu dari mereka; siswa bernama Kim Taehyung menyadari keberadaanku dan memberikan isyarat pada Jungkook dengan mengendikkan kepalanya ke arahku. Jungkook menangkap isyarat dari Taehyung dan berbalik menghadapku. "Oh, h-hai Jinhee" ia tersenyum di akhir kalimatnya. "Hey.......Jeon Jungkook" Aku mencoba untuk membalas senyumnya; berharap bahwa senyumanku kali ini tidak secanggung senyum yang kulontarkan pada Hyerim beberapa saat lalu. Setelah beberapa detik tenggelam dalam keheningan yang masam, ia akhirnya berkata "Um.. kalau begitu, kami akan pergi sekarang. Sampai nanti Jinhee." Dan iapun pergi bersama ketiga sahabatnya.
Lucu sekali menyadari bagaimana semuanya berubah menjadi canggung dan asing, berbeda dengan apa yang terjadi 2 bulan lalu. Kulirik jam tangan kulit berwarna hitam yang melingkar di pergelangan tanganku, jarum kecilnya menunjukkan pukul 12:03.
Tepat 2 bulan yang lalu..
Saat itu, hari yang cukup sejuk khas musim semi. Jum'at, 20 Maret lebih tepatnya. Aku berdiri dan baru saja akan memasukkan buku sketsaku ke dalam tas saat kurasakan sentakan kecil pada lengan blazer sekolahku. Aku memalingkan kepalaku dan mendapati Jeon Jungkook yang tengah berdiri disana; tersenyum. Aku mengerjapkan mataku dua kali; menunggunya untuk mulai berbicara, kurasakan jantungku mulai berdetak sedikit lebih kencang daripada biasanya.
"Jinhee, aku hanya ingin menanyakan sesuatu padamu.." Ia menghentikan kalimatnya dan mengusap tengkuknya dengan gugup.
"Ya, aku mendengarkan." Balasku, penuh rasa ingin tahu.
"Apakah kau mau pergi bersamaku, kau tau.. Untuk mencari makan atau menonton film mungkin?"
Apakah Jeon Jungkook baru saja memintaku untuk berkencan?
Jantungku berdegup kencang, kurasakan kedua belah pipiku menghangat.
"Tentu saja, dengan senang hati." Aku mencoba untuk menjawab setenang mungkin, sementara dalam hatiku, aku memekik.
"Benarkah? Bagaimana dengan sore nanti pukul 4?"
"Baiklah." Aku menyetujuinya. Lagipula besok adalah hari Sabtu. Masih ada banyak waktu untuk menyelesaikan tugas sekolah di akhir pekan.
"Untuk selengkapnya, aku akan mengirimkan pesan padamu. Sampai nanti, Lee Jinhee."
"Sampai nanti, Jeon Jungkook."
Dari sini, aku bisa melihat beberapa temannya melongok dari balik pintu yang terbuka. Sepertinya mereka tengah menguping, penasaran dengan apa yang akan dikatakan oleh seorang Jeon Jungkook saat ia mencoba untuk meminta seorang gadis agar pergi berkencan dengannya. Jungkook berbalik dan berjalan menuju pintu, melangkah pergi meninggalkan kelas. Seruan berisik dari teman-temannya dapat terdengar sesaat setelah Jungkook muncul di hadapan mereka, merayakan keberhasilannya.
Dasar anak laki-laki.
Aku menggelengkan kepalaku dan tertawa kecil. Hampir kulupakan fakta bahwa di hadapanku sedari tadi juga terdapat laki-laki yang seharusnya juga ikut berisik, karena sebenarnya ia merupakan salah satu dari mereka.
Aku mendapatinya duduk berbalik menghadap belakang menatapku, menopang dagu dengan telapak tangannya. Bibirnya menyeringai lebar, matanya mengecil karena seringainya. Aku menunggunya untuk berkomentar mengenai peristiwa yang baru saja terjadi, yang tak sengaja ia saksikan dalam diam.
Tiga
Dua
Satu.
"AIGOOOO, AKU HARUS MENANDAI KALENDERKU. 20 MARET PUKUL 12:03 SIANG. LEE JINHEE MENDAPAT AJAKAN UNTUK KENCANNYA YANG PERTAMA KALI." Ia berseru, cukup keras untuk didengar oleh semua orang yang berada di dalam kelas, jika saja ada orang lain selain kami disana. Beruntung, hanya kami yang berada di dalam kelas saat itu.
"Oh tutup mulutmu, Park Jimin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Colors
Fanfiction"Diantara 7 juta warna yang dapat dilihat oleh mata manusia, dan 48 pensil warna milikmu yang dapat kau gunakan, mengapa kau hanya menggunakan warna hitam, putih, dan merah?" Aku menunduk, mencoba untuk memikirkan jawaban yang tepat Entahlah, mungki...