"Jiminnie?" Aku membuka pintu ruang latihan yang ternyata tidak terkunci.
Ruangan itu gelap. Namun kemudian aku melihat secercah cahaya yang ternyata datang dari layar ponsel. Dan disebelahnya adalah Park Jimin, duduk bersandar pada kaca.
"Park Jimin?" Aku menyalakan lampu dan menghampirinya. Aku tidak bisa melihat wajahnya karena ia menunduk.
Saat aku sudah duduk di sampingnya, ia akhirnya mengangkat wajahnya, "Lee Jinhee.."
Raut mukanya masih pucat seperti salju, matanya dipenuhi ketakutan saat ia menatap wajahku. Ia menarik nafas pendek sebelum berkata,
"A-aku tidak bisa merasakan kakiku."
"Kau apa? Apa maksudmu?"
"Aku tidak bisa merasakan kakiku.. Aku tidak bisa berjalan.. Aku bahkan tidak bisa berdiri.."
"Kau.. Bagaimana kau bisa sampai disini?"
Ia menghela nafas, "Aku.. aku tidak tahu. Tidak separah ini saat aku sampai disini."
"Saat kita berlari tadi, aku merasa aneh. Aku merasa.. lemah?" Ia menelan ludahnya sebelum melanjutkan, "Tapi kemudian saat kita berjalan menaiki tangga, aku bahkan tidak bisa melakukannya. Aku merasa... sangat lelah."
Aku mendengarkan kata-katanya dan tetap terdiam.
"Lee Jinhee, aku tidak tahu apa yang terjadi sekarang," ia mengacak rambutnya sendiri dan berakhir menutupi matanya dengan telapak tangannya.
Aku merasa buruk karena telah meninggalkannya tadi. Selain menderita secara fisik, aku tahu bahwa ia pasti juga merasa takut dan bingung, namun aku meninggalkannya seorang diri. Aku seharusnya tinggal bersamanya. Aku seharusnya ada disana dengannya.
"Hei hei, mungkin kau hanya lelah. Pertama, istirahatlah disini dulu, ya?" AKu mengusap punggungnya, mencoba untuk menenangkannya, "Kita akan kembali ke kelas saat kau merasa jauh lebih baik. Jika tidak, kita bisa ke UKS."
"Jangan khawatir, wali kelas kita tahun ini adalah Tuan Baek. Beliau akan mengerti," lanjutku.
"Tidak," ia menatapku, "Kau harus kembali ke kelas."
"Aku tinggal bersamamu."
"Ini adalah hari perta-" tapi kemudian aku memotong kata-katanya.
"Dan hari pertamamu juga. Aku tidak akan meninggalkanmu lagi, Park Jimin."
-
Sekitar setengah jam kemudian, kakinya kembali normal seperti biasa. Ia kemudian bisa berdiri dan berjalan bersamaku menuju kelas. Sisa dari hari itu berjalan dengan lancar. Kami belajar, makan siang, belajar lagi, dan akhirnya pulang ke rumah seperti hari-hari biasanya.
Empat hari berjalan dengan lancar. Hari itu adalah hari Jum'at, dimana kami akan memilih klub baru kami, jika kami ingin berganti. Aku keluar dari klub memasakku dan mendaftar klub fotografi, sedangkan Jimin masih dengan teman-temannya di klub hip-hop dancing.
Empat puluh menit sebelum klub dibubarkan, aku mendapatkan pesan dari Jin oppa bahwa Jimin telah melukai dirinya sendiri saat melakukan akrobat di salah satu gerakan mereka. Sangat parah sehingga membuatku harus segera bergegas ke ruang latihan saat Hongbin sunbaenim, ketua klub-ku masih berbicara di depan ruangan.
Saat aku memasuki ruang latihan, Jimin terbaring tak sadarkan diri di atas lantai. Teman-temannya berusaha untuk membuatnya sadar kembali, kecuali Hoseok yang terlihat masih terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Tak lama kemudian, petugas kesehatan datang dan membawa Jimin bersama mereka. Guru yang bertanggung jawab juga ikut datang namun memaksa kami untuk tidak ikut, karena saat itu masih jam sekolah. Semua yang bisa kami lakukan hanyalah khawatir dan menunggu cemas untuk berita selanjutnya dari kondisi teman kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Colors
Fanfiction"Diantara 7 juta warna yang dapat dilihat oleh mata manusia, dan 48 pensil warna milikmu yang dapat kau gunakan, mengapa kau hanya menggunakan warna hitam, putih, dan merah?" Aku menunduk, mencoba untuk memikirkan jawaban yang tepat Entahlah, mungki...