XXV : Together

29 3 2
                                    

"Terima kasih, berkat kau aku selamat. Aku berjanji akan mencintaimu selamanya."

Ia terdiam, menatapku tanpa menjawabku. Aku merasakan suhu tubuhku meninggi saat aku baru saja menyadari apa yang aku ucapkan.

"A-apa?" Aku melipat tanganku dan menatapnya kembali, mencoba untuk berpura-pura bahwa yang aku katakan tadi adalah hal yang normal dan kosong.

Setelah berkedip beberapa kali, ia akhirnya berdeham dan mengalihkan pandangannya.

"Aku akan membelikanmu chu-chu bar," ia memegang pergelangan tanganku dan menarikku pergi.

Dengan ia yang berjalan di depanku, aku tidak begitu bisa melihat ekspresinya. Namun aku melihat sekilas bahwa ia tersenyum, yang membuatku ikut tersenyum juga.

Setelah berjalan bekeliling, kami akhirnya menemukan kios yang menjual makanan-makanan beku, kami telah setuju untuk membeli rasa melon dan ia pun membayarnya.

"Ini," katanya sembari membagi es krim itu menjadi dua kemudian memberikan salah satunya kepadaku.

"Yaaaa-" seruanku terpotong saat melihat potongan yang seharusnya menjadi milikku meluncur jatuh dari tangan Jimin.

Kami hanya bisa menatap tanah. Aku menghela nafas panjang kecewa saat Jimin menatapku dan memberikan tawa yang canggung.

"Umm," ia berhenti tertawa saat aku menatapnya tajam, "Maaf?"

"Ini, kau bisa mengambil milikku," ia mengulurkan es krim tersebut kepadaku sembari menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal.

Jika hari itu adalah hari yang biasanya, aku akan menerimanya tanpa ragu. Jika Jimin memang dari dulu selalu berada disini menemaniku, dan bukannya baru kembali tiga hari lalu, aku pasti akan menerima es krim yang diberikannya itu. Namun apa yang aku rasakan hari ini sama seperti apa yang aku rasakan saat aku melihat dua anak kecil di taman dekat rumah Jimin pada hari pemakamannya dua bulan lalu.

Aku menelan ludah dengan susah payah dan kembali menatap tanah, dimana es krim melon itu jatuh dan kini mulai meleleh, berpikir mengapa ingatan itu masih tampak nyata meskipun waktu telah berlalu.

"Jinhee?" Jimin melambaikan tangannya di depanku yang tengah melamun.

"Iya?" Aku mengangkat kepalaku kembali menatapnya dan menghela nafas panjang sebelum berkata, "Tidak apa-apa, makan saja punyamu."

"Benarkah?" Jimin terlihat terkejut mendengar perkataanku.

"Iya," aku mengedipkan mataku cepat, mencoba untuk mengalihkan perasaanku dari apa yang baru saja terjadi dan tersenyum meyakinkan padanya.

"Sepertinya aku sedang tidak begitu ingin chu-chu bar juga."

"Kalau begitu.." Jimin terdiam dan berpikir, "katakan saja padaku jika kau ingin mencoba, ya?"

Aku mengangguk kepadanya yang pada akhirnya menemukan peta taman hiburan dan mulai melihat dengan cermat untuk memilih atraksi apa lagi yang harus kami naiki.

Tenang, Lee Jinhee. Apa yang paling penting adalah kau dan Jimin sudah bersama-sama lagi kan?

"Jinhee! Kemarilah dan pilih kau mau naik yang mana!"

Sekali lagi, aku menghela nafas panjang sebelum berjalan kearahnya. Kami menatap peta itu selama beberapa menit dengan Jimin yang menggumamkan sesuatu yang tidak begitu bisa aku dengar dengan jelas, namun aku dapat menangkap kata-katanya yang berkaitan dengan atraksi yang ada di dekat kami.

"Kau tahu, mungkin aku ingin menaiki roller coaster hari ini," katanya, mengalihkan pandangannya dari peta di depan kami untuk menatapku. Perhatianku teralihkan kepada chu-chu bar yang ada di tangan kanannya. Es krim yang ia pegang mulai melelh dan cairan hijau itu mulai menetes ke tangannya. Ia tersadar jika aku menatap chu-chu bar ditangannya dan kemudian ia tertawa kecil.

"Ini, aahhh," Ia mengulurkan tangannya, mencoba untuk memberiku chu-chu bar miliknya.

Aku tertawa kecil dan mengeluarkan tisu dari tasku sebagai gantinya. Aku mulai mengelap lelehan es krim itu dengan satu tangan dan tangan lainnya untuk memegang tangannya agar tidak bergerak gerak. Aku merasakan tatapannya padaku, namun saat aku menatapnya kembali, ia ikut tertawa.

Aku menggigit sebagian dari es krimnya sebelum berkata, "Baiklah, mari kita menikmati roller coaster pertamamu."

-

Kami berada di dalam bus menuju rumah kami. Jam telah menunjukkan pukul sembilan malam. Aku duduk di sebelah jendela sembari menatap trotoar yang ada di luar. Aku melihat orang-orang yang kuduga juga tengah berjalan pulang, seperti kami. Beberapa berjalan bergerombol, beberapa berpasangan, dan beberapa juga sendirian. Aku mengagumi lampu-lampu jalan yang berubah menjadi satu garis lurus saat bus yang kami tumpangi menaikkan kecepatan, saat kemudian bayangan Jimin yang tengah memasang ekspresi yang cukup jelek terlihat di kaca jendela. Aku membalasnya dengan mengulurkan lidahku, menatap jendela, sebelum akhirnya berbalik menghadapnya kemudian menertawainya.

"Hei, aku sudah pernah mengatakan padamu, jangan melamun saat bersamaku." Ia menyodokku dengan sikunya.

"Mengapa kau melamun saat kau punya Jimin untuk diajak berbicara," kami hampir mengatakan hal tersebut secara bersamaan.

Aku tertawa, "Kau benar."

"Sekarang, mari kita sambut Nona Lee Jinhee untuk menyampaikan pidatonya!" katanya. Ia kemudian berdeham dan mulai menirukan suara orang-orang yang tengah berseru, dan pada saat yang bersamaan juga mengecilkan suaranya karena kami tengah berada di atas transportasi publik.

"Hmm," aku menggumam "Sebaliknya, Nona Lee Jinhee ingin mendengar Tuan Park Jimin berbicara.."

"Benarkah?"

"Ya, aku ingin mendengar kau berbicara." Jawabku, mencoba untuk menirukan suaranya akan orang-orang yang berseru kemudian, membuatnya tertawa kecil.

"Baiklah.. apa yang seharusnya kubicarakan?" ia tengah berusaha memikirkan topic pembicaraan.

"Apa saja," aku tersenyum padanya.

Setelah keheningan selama beberapa detik, ia akhirnya mulai berbicara.

"Hari ini, aku pergi ke Lotte World bersama seseorang.."

"Aku sangat senang hari ini, bahkan aku menaiki roller coaster untuk pertama kalinya." Ia membuatku tersenyum.

"Hari ini juga aku menyeludupkan orang ke dalam kamar mandi pria," Aku tertawa mengingatnya.

"Namun hal yang membuatku senang bukan bagian roller coasternya," ia memutar matanya "Bukan juga bagian kamar mandi prianya, tapi apa yang membuatku senang hari ini adalah.."

Aku terdiam dan tetap mendengarkan.

"Aku tahu, bahwa bersama dengan orang itulah yang membuatku senang."

Ia menoleh kepadaku dan memberikan sekilas senyuman hangat.

Untuk yang kesekian kalinya pada hari ini, pipiku memerah kembali. Jika aku terbuat dari keramik, aku pasti sudah terpecah belah karena pergantian suhu yang terus menerus.

Bus yang kami tumpangi berhenti, aku melihat keluar dan menyadari bahwa kami harus turun. Bersama dengan beberapa penumpang lainnya, kami turun dari bus dan berjalan pulang.

ColorsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang