Pada akhirnya, Jimin memutuskan untuk membawa Sujin ke salah satu coffee shop di Jeongja-dong Cafe Street. Setelah mengunjungi gereja di pagi hari, aku terdiam di rumah menghabiskan waktuku di hari itu. Aku melakukan banyak hal di rumah, seperti mengerjakan pekerjaan rumahku dan menonton siaran Minggu seperti SBS K-Pop Star bersama ibuku. Jimin menjanjikan suatu hal padaku bahwa ia akan menceritakan kepadaku segalanya tentang kencan mereka hari ini di keesokan harinya.
Setelah satu hari terlewat, datanglah hari Senin.
Aku pergi dengan segera menuju tempat Jimin sesaat setelah aku menyelesaikan rutinitas pagiku. Tidak seperti biasanya, Jimin telah terbangun. Ia sedang membuat sarapan untuk adik laki-lakinya, atau untuk lebih tepatnya ia sedang mencoba untuk membuat sarapan untuk adik laki-lakinya. Ibunya tidak bisa pulang kemarin malam. Kupinta ia untuk bersiap-siap dan aku pun mengambil alih tugas masak-memasak. Setengah jam kemudian kami berjalan menuju sekolah, sembari mengantar adik laki-laki Jimin menuju sekolah dasar kami yang dulu. Kami melambaikan tangan padanya dan terus memandanginya hingga ia menghilang memasuki gedung.
Segera setelah adiknya pergi aku memintanya untuk bicara.
"Jadi...." Ia mengusap dagu dengan bagian belakang jari-jarinya.
"Jadi apa?" kujawab dengan tidak sabar.
"Kau benar-benar ingin tahu?"
"Tentu saja, kau kan sudah menjanjikannya padaku?"
"Baiklah, baiklah." Ia terdiam untuk beberapa saat sebelum melanjutkan.
"Dia bukan benar-benar tipe-ku," ia mengangkat bahu.
"Whoa, benarkah? Mengapa?" rasa penasaranku semakin meninggi.
"Aku tak tahu," ia berhenti. "Hanya saja aku selalu berpikir bahwa kehidupan romansaku akan seperti.... kita? Bukankah kita merasa cocok begitu saja?"
Aku menaikkan alis kiriku kemudian menertawakan pernyataannya.
"Merasa cocok begitu saja apanya, aku sedikit membencimu pada tiga hari pertama kita berjalan ke sekolah bersama."
"APA? HEI, KAU KETERLALUAN" Ia menghentikan langkahnya dan menggeleng-gelengkan kepalanya tidak percaya.
"Sorry!"Aku menertawakannya kemudian berlari mendahului.
"KAU TIDAK AKAN LOLOS KALI INI!" Ia mengikutiku berjalan menuju halte bus.
Karena kita telah menyelesaikan cerita tentang kencan pertamanya, haruskah kita meneruskannya dengan cerita kencan pertamaku?
Jumat, 20 Maret
"Oh diamlah, Park Jimin."
Ia tergelak sembari berdiri dari kursinya.
"Ayo kita pergi makan, Jin Oppa pasti sudah menunggu kita." Aku memimpin jalan kami menuju kafetaria.
Ia mempercepat langkahnya menyusulku. Sementara ia berjalan disisiku, ia terus tertawa kecil... setiap tiga detik sekali. Sesampainya di kafetaria, kami mengantri untuk mengambil makanan.
"Jinhee! Jimin!" Jin Oppa memanggil kami. Dengan nampan makanan di tangan, kami berjalan menuju meja dimana ia duduk.
"HYUNG! TEBAK SIAPA YANG BERHASIL MENDAPATKAN SEORANG PRIA" Jimin berseru sesaat setelah ia duduk di sebelahku, dengan Jin Oppa di seberang kami. Aku mendorong sikuku kearahnya dan membuatnya memekik terkejut.
"Yah, aku bisa melihat bahwa itu bukan kau." Jin Oppa tertawa kecil, "Aku mendengarkan." Lanjutnya kemudian mendorong sesendok penuh nasi dan bawang prei ke dalam mulutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Colors
Fanfiction"Diantara 7 juta warna yang dapat dilihat oleh mata manusia, dan 48 pensil warna milikmu yang dapat kau gunakan, mengapa kau hanya menggunakan warna hitam, putih, dan merah?" Aku menunduk, mencoba untuk memikirkan jawaban yang tepat Entahlah, mungki...