XII : White

66 6 4
                                    

Hari-hari berlalu. Aku menghabiskan sebagian besar waktuku mengurung diri di dalam kamarku. Aku menolak untuk bertemu orang-orang selain keluargaku, aku menolak untuk pergi kesekolah. Meskipun begitu, aku tetap belajar sendiri dan mengerjakan tugas-tugas sekolahku di rumah. Tidak peduli sehancur dan semati apapun yang kurasakan, aku tidak ingin membuang-buang usaha orang tuaku untuk menyekolahkanku. Aku tetap berada dirumah karena hanya itulah satu-satunya cara aku bisa memboikot hidup. Aku hanya tidak bisa menerima kenyataan bahwa dunia akan baik-baik saja tanpa kehadiran Jimin.

Aku mencoba untuk melukis, akan tetapi semua yang aku lakukan hanyalah menatap pada kanvas kosong dan merasa terisi hanya dengan melakukan hal itu.

Aku benar-benar telah berhenti menangis di atas kesadaranku. Akan tetapi setiap malam aku mendapatkan mimpi tentang Jimin kemudian aku akan menangis dalam tidurku. Aku memutuskan untuk lebih baik tidak tidur saja daripada teringat olehnya. Akan tetapi hanya tidur sekitar dua tiga jam sehari membuat kesehatanku menurun. Ibuku mengkhawatirkan hal itu. Aku, tentu saja, tidak bisa mengatakan padanya bahwa aku menyakiti diriku atas kemauanku sendiri. Sebaliknya, kukatakan padanya bahwa aku tidak bisa tidur, yang pada akhirnya membuatnya membawaku ke dokter. Dokter memberikanku sebotol kecil penuh pil tidur, yang tentu saja tidak pernah aku sentuh karena aku selalu tahu bagaimana caranya untuk tertidur. Hanya saja aku tidak ingin melakukannya.

Cukup banyak teman-temanku disekolah yang mengirimiku pesan, akan tetapi aku apakah mereka melakukan hal itu untuk terlihat peduli, atau mereka memang peduli kepadaku. Aku idak pernah membalas pesan-pesan itu. Terkadang, Jin oppa akan meneleponku juga. Akan tetapi aku tidak pernah mengangkat teleponnya. Catatan rekaman telepon terakhirku adalah sambungan telepon yang kubuat pada "Dumb Dino" pada 20 Maret, pukul 11:04 malam.

Park Jimin bodoh. Mendeklarasikan dengan suara keras bahwa sebaiknya ia menandai tanggal 20 Maret sebagai hari dimana aku pergi kencan untuk pertama kalinya, akan tetapi kemudian ia membuatku untuk menandai tanggl 20 Maret sebagai hari dimana aku kehilangan dia.

Setelah mengunci diri dan kehilangan kontak dengan dunia luar selama hampir 2 bulan, pada suatu Jum'at malam seseorang membunyikan bel rumah untukku. Ibuku membukakan pintu untuk Kim Namjoon, Kim Seokjin, Min Yoongi, Jung Hoseok, Kim Taehyung dan Jeon Jungkook serta memepersilahkan mereka untuk masuk. Awalnya, aku menolak untuk menemui merea. Akan tetapi mereka tidak pergi meskipun aku telah membuat mereka menunggu selama lebih dari dua jam. Malam mulai turun dan aku mulai merasa bersalah kepada mereka. Pada akhirnya aku pun menarik nafas dalam-dalam sebelum turun untuk menemui mereka.

"Halo, Jinhee." Aku disambut oleh suara Jin oppa sesaat setelah aku menginjakkan kakiku di ruang keluarga. Mereka serentak bangkit dari sofa dan tersenyum canggung padaku, semuanya kecuali Jeon Jungkook yang terus menerus menunduk.

Aku tidak bisa menahannya, akan tetapi aku merasakan kekosongan dari kehadiran Park Jimin diantara mereka. Meskipun aku merasa sedikit tidak nyaman, aku tetap bergabung dengan mereka. Sisa dari kunjungan hari itu adalah mereka yang berusaha untuk mengajakku berbicara. Mereka mengatakan bagaimana orang-orang di sekolah merindukanku, mereka juga memberitahuku beberapa momen lucu yang telah aku lewatkan. Mereka berhasil membuatku tersenyum dan bahkan tertawa pada beberapa cerita mereka.

"Maksudku, kau benar-benar harus melihat ekspresi Nyonya Oh saat beliau melihat Taehyung berlari mengelilingi lapangan sepak bola dengan tempat duduk toilet yang menggantung di lehernya." Hoseok memegangi perutnya kesakitan karena terlalu banyak tertawa.

"Hanya saja jika aku tidak pernah setuju dengan taruhan Yoongi." Taehyung menutup mukanya dengan kedua tangan dan menggelengkan kepalanya karena malu. Saat mereka menertawakan Taehyung, aku hanya tersenyum.

Gelak tawa mereka terhenti dan kemudian situasinya menjadi sangat tenang, akan tetapi Jin oppa memecah keheningan dengan berkata "Jinhee, kami sangat merindukanmu."

ColorsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang